Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Memancing Siluman Dari Sarangnya

Masih ada 721 perusahaan yang mendapat peringatan terakhir dari BKPM lantaran belum memberi laporan bentuk a. ada juga perusahaan yang memakai alamat palsu. (eb).

11 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIREKTUR Utama PT Propelat, Memed Husen kaget mendengar perusahaannya mendapat peringatan terakhir dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) lantaran tidak memberi laporan bentuk A. "Mungkin salah alamat. Kami tidak pernah menggunakan fasilitas PMDN," kata Dir-Ut Memed yang baru beberapa bulan menggantikan H.R. Dharsono. Bahkan ia baru tahu perusahaan milik Yayasan Siliwangi yang pernah menjadi raksasa di Jawa Barat itu diperingatkan setelah ada pengumuman BKPM 1 Juli lalu. "Selama ini PT Propelat belum menerima surat apa-apa dari BKPM," katanya yakin. Peringatan BKPM itu cukup membuat PT Propelat yang baru "jatuh bangun" menjadi penasaran. Perusahaan konstruksi itu sempat "pingsan" sewaktu Pertamina dilanda krisis. Dir-Ut baru H.R. Dharsono -- setelah dicopot sebagai Sekjen ASEAN -- praktis cuma meneruskan proyek sisa kontrak sebelumnya. Bahkan bank pun seperti malu-malu kucing untuk memberi kredit sewaktu perusahaan itu dipimpinnya. Apalagi order dari pemerintah tidak pernah diberikan. Naiknya Memed Husen -- setelah H.R. Dharsono mundur tentunya --membawa hikmah. PT Propelat mulai mendapat order dan bank nampaknya tidak sungkan lagi memberi kredit. "Tapi mendadak dikejutkan oleh pengumuman BKPM itu," kata Memed. Yang naik pitam gara-gara pengumuman BKPM -- kali ini masih memasang 618 PMDN dan 103 PMA -- juga Letkol (Purn) Iwan Kuasa Purba, pemilik PT Wisma Babura Baru Medan. "Apa itu laporan bentuk A? Baru ini kali saya ketahui," katanya pada TEMPO. Setahunya hanya perusahaan yang mendapat fasilitas PMDN yang wajib lapor semacam itu. Kekesalan serupa juga keluar dari M.Lud Lubis dari PT Keluarga Mimbar Umum, Medan. "Mencium bau fasilicas PMDN saja belum pernah," katanya. Namun diakuinya perusahaannya -- bersama Fa. Aceh Kongsi, Fa. Sihite dan PT Wisma Babura Baru -- pernah mengajukan permohonan untuk mendapat fasilitas PMDN sekitar 1970-an. PT Wisma Babura minta kredit Rp 200 juta untuk mengembangkan hotelnya, Fa. Sihite perlu Rp 1, 7 milyar untuk industri tekstil dan PT Keluarga Mimbar Umum yang menerbitkan harian Mimbar Umum Medan minta kredit Rp 100 juta untuk membeli mesin offset. Sedang Fa. Aceh Kongsi minta fasilitas untuk meng ageni motor Honda di Sum-Ut. Hasilnya nol besar. Mengapa BKPM minta mereka lapor? "Mungkin ada orang lain yang mengambil fasilitas itu atas nama perusahaan kami. Kok begitu berani," kata Lud Lubis kesal. BKPMD Ja-Tim juga bingung. Bukan hanya karena perusahaan di sana tidak lapor. "Tapi alamatnya banyak yang tidak jelas," kata seorang pejabat di BKP MD Ja-Tim. Sejak beberapa bulan lalu kantornya telah menyebarkan formulir bentuk A. "Belum ada yang membalas. Bahkan hampir semua surat yang kami kirim kembali lagi," kata Awal Saleh, Sekretaris BKPMD di sana. Kesimpulannya, banyak perusahaan memasang alamat buta. PT Surabaya Amalgamated Packaging (PMA), pabrik kertas memberi alamat pada BKPM di Jalan Sumatera 55 Surabaya. Setelah dicek, ternyata tempat itu kini menjadi gereja Pantekosta. Tidak berpenghuni dan kurang terawat. Beberapa perusahaan lagi mempunyai kelakuan sama: alamat tidak jelas. "Saya yakin, yang diumumkan itu tidak pernah lapor karena memang nggak ada," kata Muhammad Zuhdi, pimpinan BKPMD Ja-Tim. Sedang perusahaan yang hidup yang tidak lapor, dinilainya "memang malas saja." PT Bercu Buana Chemical, pabrik minyak goreng dari biji kapuk milik Probosutedjo, tidak bersedia memberi alasan jelas. "Kesulitannya tidak ada. Karena kesibukan semata," kata seorang staf perusahaan yang menempati tanah seluas 4 hektar di desa Bereng, Sumberejo, Pandaan. Tidak Sembrono Keluh kesah perusahaan yang masuk "daftar hitam" bulan lalu rupanya didengar pula oleh BKPM yang kini menempati gedung bertingkat 6 di Jalan Gatot Subroto (TEMPO, 13 Juni 1981). Buktinya, beberapa perusahaan besar tidak muncul lagi dalam pengumuman yang diteken Ketua BKPM Suhartoyo awal bulan ini, setelah melewati batas waktu 30 Juni lalu. PT Pipih Motor milik kelompok Yani Haryanto (Yance Liem) yang telah dioper PT Krama Yudha beberapa bulan lalu, tidak masuk lagi dalam deretan "daftar hitam" PT Jaya Bali Agung, telah ganti nama menjadi PT Jaya Mandarin Agung yang mempunyai Hotel Mandarin, Indomilk di Sum-Ut, Multi Astra Jakarta, Adiguna Shipyard punya Ponco Sutowo, PT Lima Jayakarta (patungan yayasan Kodam V Jaya dengan asing) dan perusahaan kakap lainnya, semuanya sudah dicoret. Yang masih muncul kali ini antara lain perusahaan Probosutedjo PT Mercu Buana yang mengelola pasar di Medan dan PT Mercu Buana Chemical di Surabaya. Juga disebut PT Pembangunan Jaya sebagai pengelola pusat bowling di Taman Ria Monas dan Pusat Perdagangan Senen. Mungkin setelah Proyek Senen terbakar waktu Peristiwa 15 Januari, pembangunannya kcmbali tanpa fasilitas PMDN. PT PP Berdikari Medan juga ditegur soal nasib pabrik crumb rubber-nya. Gebrakan BKPM dengan batas waktu 15 Juli rupanya tidak bisa dianggap enteng. "BKPM tidak takut-takut mengambil tindakan. Kalau salah, akan dihukum, " kata Suhartoyo pada TEMPO pekan lalu."Untuk selanjutnya, agar mereka tidak sembrono lagi." Yang masih diberi kesempatan BKPM sampai pertengahan bulan ini berjumlah 721 perusahaan atau sekitar 60% dari daftar perusahaan yang diumumkan besar-besaran bulan lalu. "Jadi, 15 Juli itu merupakan kesempatan terakhir. Tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Suhartoyo. BKPM sudah menyiapkan hukuman bagi perusahaan yang membandel. "Sanksi macam-macam, menurut ketentuan yang berlaku," tambah ketua BKP M. Hukumannya bisa berupa pencabutan izin usaha, fasilitas atau keringanan fiskal. Namun BKPM tidak akan menjatuhkan harga mati. "Mereka masih diberi kesempatan membela diri," kata seorang pejabat BKPM. Mungkin terjadi kesalahan gara-gara administrasi yang masih semrawut di BKPM yang belum pindah dari kantor lama dengan peralatan seadanya di Jalan Cut Mutiah. BKPM sendiri juga jengkel menghadapi perusahaan yang masa bodoh, tidak mau lapor atau beralamat "buta". Ibaratnya, memancing siluman dari sarang nya dengan memasan pengumuman "daftar hitam" itu. Akibatnya, ada beberapa perusahaan besar kena "ciduk" pula. "Tidak peduli siapa yang punya. Kalau tidak memenuhi ketentuan, akan ditindak," kata Suhartoyo mengancam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus