Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pentingnya Dana Pensiun buat Jaminan di Hari Tua

Banyak orang menggantungkan urusan finansial pada masa pensiun kepada orang lain. Seharusnya hal ini tak terjadi jika sudah menyiapkan dana pensiun.

8 Desember 2019 | 13.28 WIB

ilustrasi dompet - pensiun (pixabay.com)
Perbesar
ilustrasi dompet - pensiun (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak orang yang menggantungkan urusan finansial pada masa pensiun kepada orang lain, terutama anak. Pendapatt itu disampaikan oleh Direktur Utama Mandiri Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Syah Amondaris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, hal ini tidak semestinya terjadi jika masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola dana pensiun sejak dini. Menurutnya, tujuan didirikannya industri DPLK untuk membantu masyarakat dalam mengelola keuangannya pada masa pensiun. Namun, dalam kondisi masyarakat yang belum siap memasuki masa pensiun, jumlah kepesertaan DPLK pun belum tumbuh signifikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah peserta DPLK pada 2018 mencapai 3,2 juta orang, tumbuh 6,02 persen (year on year/yoy) dibandingkan dengan 2017 sebanyak 3,05 juta orang. Dalam 3 tahun terakhir, pertumbuhan jumlah peserta tercatat terus sebanyak single digit.

Syah mengatakan bahwa hal itu akibat rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengelola dana pensiun melalui DPLK, yang kepesertaannya bersifat sukarela. Berbeda dengan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang bersifat wajib.

Selain itu, industri DPLK seringkali menghadapi banyak hambatan dari sisi dana untuk melakukan sosialisasi kepada khalayak tentang pentingnya dana pensiun.

“Industri DPLK ini keuntungannya kecil kalau dibandingkan jasa keuangan lainnya. Sosialisasi biaya juga, sudah keuntungan kecil, perlu keluar banyak biaya, sehingga sosialisasi belum optimal,” ujarnya.

Dia menjelaskan, industri ini perlu stimulus dari pemerintah agar kepesertaan DPLK terus meningkat, salah satunya melalui insentif pajak bagi perusahaan yang mengelola uang pensiun karyawan melalui DPLK. Insentif pajak bagi peserta perseorangan pun dinilai dapat mendongkrak jumlah kepesertaan DPLK.

Syah pun menilai bahwa pengelolaan dana pensiun melalui DPLK memiliki keuntungan lebih jika dibandingkan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, peserta dapat meningkatkan besaran iuran sehingga jumlah uang terkumpul turut meningkat dan manfaat yang diterima pada masa pensiun turut bertambah. Rendahnya kepesertaan publik dari DPLK tidak karena merasa cukup dengan mengandalkan BPJS Ketenagakerjaan saja.

Direktur DPLK Muamalat Lilies Sulistyowati menilai publik seringkali merasa bahwa kepesertaannya di BPJS Ketenagakerjaan sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan finansial pada masa pensiun.

Penilaian serupa pun terjadi di sejumlah perusahaan yang hanya memberikan manfaat pensiun wajib, yakni melalui BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, sosialisasi dari pemerintah mengenai keberadaan DPLK masih sangat minim sehingga manajemen perusahaan yang merasa telah memenuhi kewajiban merasa tidak perlu menyiapkan dana pensiun lebih bagi karyawan.

“Seharusnya ada kebijakan pemerintah yang menyatakan bahwa kalau sudah mendaftarkan karyawan ke DPLK ya tidak perlu wajib ke BPJS Ketenagakerjaan. Sekarang ada beberapa perusahaan menutup DPLK-nya dengan alasan dananya sudah dialihkan ke BPJS, karena kalau tidak dia akan kena tegur,” keluhnya.

Pengamat asuransi yang juga Mantan Direktur Utama Jamsostek, Hotbonar Sinaga, mengatakan yang patut mendapatkan perhatian lebih dari kasus di atas adalah pekerja sektor informal yang tidak seluruhnya terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Faktanya, sebagian besar penduduk Indonesia itu jangankan untuk program pensiun, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja masih kurang sehingga tidak ada pendapatan yang disisihkan untuk masa pensiun,” ujarnya.

Jadi, dia mendorong pemerintah agar lebih sering melakukan sosialisa­si tentang pentingnya persiapan da­na pensiun, khususnya melalui DPLK. Menurutnya, kemandirian finansial pada masa pensiun bukan semata-mata untuk kebaikan setiap orang, melainkan juga untuk stabilitas perekonomian negara.

Dia menjelaskan bahwa inflasi biaya kesehatan menjadi salah satu momok bagi masyarakat berusia tua. Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan masyarakat usia tua melalui mempertahankan gaya hidup dan memiliki proteksi asuransi, tetapi dua hal tersebut sulit terjadi jika pengasilan terlampau rendah.

“Dari dulu saya selalu mengatakan kapan sebaiknya program pensiun dimulai? Mulai begitu punya pendapatan. Mulai dari persentase yang kecil seperti 3 persen, 5 persen, uangnya diikutkan ke DPLK. Jadi, makin lama akan makin besar,” tuturnya.

Jika hal tersebut tidak segera diselesaikan oleh para pihak berkepentingan, maka pada masa mendatang akan semakin banyak orang tua, atau bahkan telah masuk dalam kategori lanjut usia, masuk ke dunia kerja demi memenuhi kebutuhan hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus