SIAPA pun harus sadar, untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam pembangunan ekonomi, ada biaya yang harus dikorbankan. Itulah agaknya yang ingin dikatakan Prof.Dr. Mohamad Arsjad Anwar, 49, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Ekonomi pada FE UI, Jakarta, Sabtu pagi lalu. Pidatonya sendiri berjudul: Transformasi Struktur Produksi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Perencanaan Pembangunan. Di situ, ekonom yang banyak mendalami masalah teori itu mengingatkan bahwa salah satu tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi adalah mengubah struktur produksinya, agar laju pertumbuhan sektor di luar pertanian menjadi lebih besar dari sektor pertanian sendiri yang juga perlu tetap dijaga pertumbuhannya. "Dalam usaha mencapai sasaran struktur produksi tersebut, sering di perlukan dukungan intervensi melalui seperangkat kebijaksanaan ekonomi, yang, celakanya, juga dapat memberikan dampak negatif bagi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi lainnya," katanya. Lalu Arsjad mengutip hasil studi Simon Kuznets, ekonom pemenang Hadiah Nobel, juga dari hasil studi ekonom terkemuka Hollis B. Chenery bersama Moises Syrquin. Dari sana ia melihat bahwa perkembangan transformasi struktur produksi di negara berkembang, juga di Indonesia, sesudah tahun 1970, pada umumnya sesuai dengan yang ia perkirakan. Artinya, peranan industri manufaktur meningkat. Bahkan proses perubahannya yang terjadi di negara berkembang relatif lebih cepat dari yang diduga oleh Kuznets. Ia menunjuk pada pertumbuhan industri barang dari logam, yang di tahun 1978 sudah mengejar peranan industri makanan, minuman, dan tembakau. "Kenaikan tercepat dalam kelompok industri berat di negara berkembang terjadi pada industri barang dari logam: dari 13,8% di tahun 1963 menjadi 18,8% dan 23,1%, masing-masing pada tahun 1970 dan 1978," katanya. Dari sana Arsjad menarik beberapa kesimpulan: * Dilihat dari segi permintaan, sangat mungkin pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara berkembang selama 1960-1980 mengandung pembagian pendapatan yang semakin tidak merata. * Upaya mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri (negara industri maju), dalam penyediaan barang modal untuk pembangunan ekonomi, meningkat. * Pola perkembangan struktur industri selama 20 tahun tersebut kurang menciptakan kaitan ke belakang bagi berkembangnya sektor pertanian, serta kurang membantu penciptaan. kesempatan kerja yang produktif. Maka, menurut Arsjad, seperangkat beleid ekonomi yang digunakan untuk mendukung perkembangan industri negara berkembang - sama halnya yang dijumpai pada pengalaman negara maju dalam awal industrialisasinya -umumnya mengandung tindakan proteksi, dilengkapi fasilitas di bidang moneter dan fiskal. "Kombinasi dari berbagai tujuan pembangunan umumnya tidak bebas satu dengan yang lain, tapi lebih bersifat komplementer, dan bahkan kompetitif," katanya. Dan yang kompetitif, menurut Arsjad, adalah tujuan mengubah struktur produksi guna mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri. "Tidak jarang alokasi sumber daya secara nasional terpaksa di laksanakan jauh di bawah optimal, sehingga tidak saja pertumbuhan ekonomi yang dikorbankan, melainkan juga kemungkinan penciptaan kesempatan kerja produktif berkurang. Maka, "Sangat perlu diketahui dan diperhitungkan biaya untuk mencapai suatu tujuan dilihat dari tujuan-tujuan lain yang harus dikorbankan, sehingga kebijaksanaan yang diambil sudah didasarkan pada informasi yang relatif lebih lengkap. Dengan kata lain, perlu adanya penentuan prioritas yang tegas dari berbagai tujuan pembangunan," katanya. Akhirnya, doktor ekonomi yang lulus summa cum laude (dengan pujian tinggi) dari UI, dua tahun lalu, mengimbau agar "campur tangan pemerintah diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan mekanisme pasar, sehingga optimasi alokasi sumber daya dan dana masih dapat dicapai dengan penyimpangan dan ketimpangan yang minimum." Lebih-lebih, katanya, dalam iklim ekonomi yang lesu sekarang, dan prospek ekspor minyak dan gas bumi yang kurang cerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini