Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengklaim Indonesia akan memperoleh keuntungan lebih besar dari penyesuaian perjanjian ruang kendali udara atau Flight Information Region (FIR) dengan Singapura. Negara, kata dia, akan memperoleh pengakuan ruang udara atas Kepulauan Riau dan Natuna secara internasional serta mendapatkan pemasukan lebih besar dari jasa pelayanan navigasi penerbangan.
“Sebagai informasi, sebelumnya seluruh pesawat udara yang terbang pada ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna harus mendapatkan clearance dari Otoritas Penerbangan Singapura. Apabila tidak segera diselesaikan, ini akan terus berlanjut dengan kerugian dari semua aspek bagi Indonesia,” ujar Adita pada Senin, 31 Januari 2022.
Adita menjelaskan negosiasi antara Indonesia dan Singapura tentang wilayah ruang kendali udara telah berlangsung lama. Pada era 1990-an, Indonesia melakukan komunikasi intens dengan negari singa untuk menyesuaikan perjanjian tersebut.
Dia menuturkan upaya negosiasi dilakukan dengan pelbagai pertimbangan yang mendalam, baik dari sudut pandang nasional maupun internasional. Negosiasi kedua pihak juga diikuti strategi dan target terukur untuk kepentingan Indonesia.
“Dengan berhasil ditandatanganinya MoU antara Indonesia dan Singapura pada 25 Januari 2022, kita seharusnya patut bersyukur bahwa 249.595 kilometer teritori Indonesia yang selama ini masuk ke FIR negara lain (Singapura) akan diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR Indonesia,” ucap Adita.
Hasil perundingan penyesuaian ruang udara pun diklaim merupakan hasil yang maksimal dengan mengedepankan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang saling menguntungkan. Adita berpendapat, perjanjian Realignment FIR ini tak bisa terpisah dari aspek nasional dan internasional.
Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong sebelumnya melakukan pertemuan reguler dua negara yang disebut sebagai Leaders Retreat di Pulau Bintan, 25 Januari. Dalam pertemuan itu, kedua negara menyepakati tiga perjanjian.
Perjanjian pertama adalah penyesuaian kendali atau Perjanjian FIR di atas Kepulauan Riau yang sejak lama dilakukan oleh Singapura. Kedua, perjanjian yang berkaitan dengan ekstradisi—yang pernah dilakukan pada 2007. Ketiga, perjanjian kerja sama Defence Cooperation Agreement yang juga pernah ditandatangani oleh kedua negara pada 2007.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, sebelumnya menduga pengembalian FIR ini dikaitkan dengan perjanjian pertahanan. Menurut dia, Singapura berstrategi bila perjanjian pertahanan bisa berlaku efektif, negara bersedia untuk menyerahkan kendali atas FIR Kepulauan Riau ke Indonesia.
"Padahal Singapura telah berhitung secara cermat bahwa perjanjian pertahanan akan ditentang oleh publik bahkan oleh DPR," tuturnya
Bila perjanjian pertahanan nantinya ditentang untuk disahkan, Singapura akan tetap memegang kendali atas FIR di atas Kepulauan Riau. Artinya perjanjian pengendalian FIR ke Indonesia tidak akan pernah efektif.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | IMAM HAMDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: KAI Berikan Potongan Harga Tiket Kereta Jarak Jauh 20 Persen untuk Lansia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini