Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lesu Peminat Hewan Kurban

Meski permintaan turun, harga hewan kurban menjelang Idul Adha cenderung naik.

21 Juli 2021 | 00.00 WIB

Aktivitas jual beli di Pasar Hewan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 15 Juli 2021. ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Perbesar
Aktivitas jual beli di Pasar Hewan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 15 Juli 2021. ANTARA/Yulius Satria Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Permintaan hewan kurban Idul Adha turun akibat lesunya daya beli pada masa pandemi Covid-19.

  • Kementerian Pertanian memperkirakan permintaan hewan kurban turun dari 1,6 juta ekor pada 2020 menjadi 1,5 juta ekor.

  • Potensi ekonomi kurban anjlok dari Rp 20,5 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 18,2 triliun.

JAKARTA – Berkurangnya kemampuan ekonomi masyarakat pada masa pandemi Covid-19 berdampak pada penyediaan sapi, kambing, domba, dan kerbau untuk hewan kurban hari raya Idul Adha tahun ini. Kementerian Pertanian memproyeksikan permintaan hewan kurban turun dari 1,6 juta ekor pada 2020 menjadi sekitar 1,5 juta ekor tahun ini akibat penurunan daya beli masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Padahal, dari sisi stok, jumlahnya mencukupi. Stok yang terdata oleh Kementerian Pertanian mencapai 1,76 juta ekor tahun ini. Meski begitu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan harganya masih stabil. Bahkan ada kenaikan harga Rp 500 ribu per ekor. "Pada hari raya memang harus naik. Kalau tidak, berarti daya beli turun," ujar dia melalui keterangan tertulis, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kondisi ini pun membuat peternak cemas. Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro, melihat bahwa penurunan permintaan hewan kurban bisa melebihi 10 persen. Menurut dia, permintaan hewan kurban hingga sepekan sebelum Idul Adha masih di bawah 50 persen dari stok yang tersedia. "Karena daya beli yang turun, hewan kurban yang diminati yang lebih murah," kata dia dalam diskusi virtual, beberapa waktu lalu.

Pekerja memotong daging kurban di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Cigembor, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, 20 Juli 2021. ANTARA/Adeng Bustomi

Turunnya permintaan hewan kurban menyebabkan nilai ekonomi dari ibadah tahunan umat Islam ini merosot. Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi nilai ekonomi dari ibadah kurban anjlok dari Rp 20,5 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 18,2 triliun tahun ini. Jumlah warga yang menyumbangkan hewan kurban pun turun dari 2,3 juta menjadi 2,2 juta orang.

Peneliti dari IDEAS, Askar Muhammad, menyatakan turunnya permintaan terjadi karena kurban tahun ini didahului resesi yang panjang. Dia mengutip angka pertumbuhan nasional yang mencapai -5,32 persen pada triwulan II 2020 serta berturut-turut mencapai -3,49 persen, -2,19 persen, dan -0,74 persen pada triwulan III dan IV 2020 serta triwulan I 2021. "Resesi panjang dalam setahun terakhir membuat semakin banyak masyarakat yang jatuh ke kelas ekonomi yang lebih rendah, sehingga menekan jumlah dan nilai kurban dari keluarga muslim," ujar dia.

IDEAS menghitung, dari 2,2 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi pelaksana ibadah kurban, kebutuhan hewan terbanyak adalah kambing-domba 1,26 juta ekor serta sapi-kerbau 414 ribu ekor. Dengan asumsi berat kambing-domba 20-80 kilogram dengan karkas 42,5 persen serta berat sapi-kerbau 250-750 kilogram dengan berat karkas 50 persen, potensi ekonomi kurban 2021 dari 1,7 juta hewan ternak setara dengan 105 ribu ton daging.

Askar mengatakan potensi kurban terbesar datang dari Pulau Jawa, terutama wilayah aglomerasi yang menjadi domisili mayoritas kelas menengah muslim dengan daya beli tinggi. Potensi kurban di Jawa terdiri atas 315 ribu sapi-kerbau dan 895 ribu kambing-domba senilai Rp 13,5 triliun atau setara dengan 80 ribu ton daging. Dia menyebutkan potensi kurban terbesar datang dari Jakarta dan sekitarnya yang mencapai 167 ribu sapi-kerbau dan 449 ribu kambing-domba, senilai Rp 7,1 triliun atau setara dengan 42 ribu ton daging. 

Riset IDEAS juga menyebutkan daerah yang mengalami defisit dan surplus daging kurban tahun ini. Menurut Askar, daerah yang mengalami surplus antara lain Jakarta, Bogor Raya, Depok, Bekasi Raya, Bandung Raya, Tangerang Raya, dan Surabaya Raya. Wilayah ini surplus karena jumlah kebutuhan mustahik atau penerima lebih rendah daripada pasokannya. Sebaliknya, ada daerah yang mengalami defisit, seperti Garut dan Cianjur di Jawa Barat serta Brebes dan Grobogan di Jawa Tengah. Askar mengatakan kesenjangan ini disebabkan oleh distribusi kurban pada masa Idul Adha yang tidak merata. "Ada potensi mismatch yang besar dalam penyaluran daging kurban jika tidak dilakukan rekayasa sosial."

CAESAR AKBAR | FERY F.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus