Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pertamina Menyerah Lagi

Pertamina kalah tender lagi. Hilanglah kesempatan menguasai cadangan 440 juta barel setara minyak.

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI lagi Pertamina harus bertekuk lutut melawan perusahaan- minyak dari Cina. Januari lalu, lamaran Pertamina atas blok minyak dan gas Repsol YPF—perusahaan minyak dari Spanyol—di beberapa wilayah operasi di Indonesia dipecundangi tawaran dari China National Offshore Oil Corp. Kali ini, perusahaan minyak milik negara yang usianya hampir 45 tahun itu kalah melawan perusahaan Negeri Panda yang baru pertama kalinya punya ladang minyak di Indonesia, China National Petroleum Corporation (CNPC). Perusahaan ini berhasil mendapatkan enam blok ladang minyak dan gas milik Devon Energy Corp. dengan harga US$ 262 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun. CNPC sukses menyingkirkan 25 penawar lainnya, termasuk Pertamina—yang mengajukan tawaran US$ 225 juta. Seperti disebutkan dalam kesepakatan yang ditandatangani 12 April lalu, CNPC akan membayar US$ 250 juta pada saat closing dan US$ 12 juta lagi kalau proyek liquid petroleum gas mulai dikerjakan. Dengan kekalahan ini, Pertamina lagi-lagi gagal menggapai potensi keuntungan. Devon memiliki cadangan minyak sekitar 80 juta barel setara minyak. Selama kuartal pertama 2002, produknya mencapai kurang-lebih 1,1 juta barel. Tinggal kalikan saja besarnya pendapatan dengan harga minyak yang sekarang sedang naik daun. Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, harga minyak dunia akan bagus setidaknya dalam 10 tahun mendatang. "Sekarang harga minyak sekitar US$ 24-25 per barel," ujar Kurtubi. Tak aneh, banyak kalangan menyesalkan kekalahan Pertamina. Apalagi Pertamina telah memiliki saham di enam ladang Devon: di blok daratan Jabung, Bangko, dan South Jambi di Jambi, blok daratan Tuban di Jawa Timur, blok daratan dan lepas pantai Salawati, serta blok daratan Kepala Burung di Papua. Dengan begitu, mestinya Pertamina menguasai perhitungan ketika mengajukan harga penawaran. Bila Pertamina memenangi tender akuisisi Devon, bukan hanya keuntungan semata yang bisa direngkuh. Lebih penting dari itu, "Keamanan suplai minyak Indonesia," ujar Kurtubi. Namun, Eddy Purwanto, Direktur Perencanaan Korporat Pertamina yang memimpin tim tender Devon, menyatakan bahwa Pertamina sudah berusaha sekuat mungkin untuk memenangi tender. Harga yang diajukan, menurut Eddy, sudah layak. Eddy justru menganggap CNPC overshoot alias menilai terlalu tinggi. "Itu karena mereka tidak tahu kondisi sebenarnya," kata Eddy. Namun, pihak pesaing rupanya punya perhitungan lain. Menurut Julian Lee, konsultan CNPC untuk akuisisi Devon, "Sebelum mengajukan penawaran, kami punya analisis yang mendalam." Kurtubi juga yakin bahwa harga yang diajukan CNPC cukup realistis, dengan mendasarkan harga minyak ke depan di atas US$ 18 per barel. Perkiraan ini lebih optimistis dibandingkan dengan Pertamina. Menurut Direktur Hulu Pertamina, Iin Arifin Takhyan, penawaran Pertamina berasumsi pada harga minyak US$ 16-18 per barel. Dengan kekalahan ini, makin besar saja kehilangan potensi keuntungan yang dialami Pertamina. Dari kekalahan Januari lalu, Pertamina bahkan kehilangan kesempatan menguasai ladang minyak offshore terbesar di Indonesia, yang menyimpan cadangan minyak 360 juta barel. China National Offshore Oil Corp. (CNOOC) mendapatkan empat ladang minyak dan gas Repsol YPF dengan harga US$ 585 juta. Tawaran ini jauh lebih tinggi dari proposal Pertamina, yang hanya berani memberikan US$ 550 juta untuk lima ladang. Penawaran CNOOC, menurut Eddy, juga kelewat mahal. Namun, Wu Feng Liang, Wakil Presiden CNOOC, yakin bahwa harga yang mereka tawarkan masuk akal. Bahkan CNOOC berani pasang harga tinggi walau ada beberapa risiko lain yang harus dihadapinya. Misalnya mengembalikan ke Pertamina ladang minyak yang belum dioperasikan. "Kalau itu diminta, akan kami serahkan," kata Wu. Nah, siapa yang lebih pintar? Purwani Diyah Prabandari dan Setiyardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus