Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terhambat Pelemahan Daya Beli Masyarakat

Pertumbuhan ekonomi turun dari 5,31 persen pada 2022 menjadi 5,05 persen tahun lalu. Terhambat pelemahan daya beli masyarakat.

6 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menunjukkan uang yang diterima saat penyerahan Bantuaan Langsung Tunai (BLT) El Nino di Kantor Pos Oceania Jakarta Barat, 29 Desember 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga sepanjang tahun lalu hanya tumbuh 4,82 persen, lebih rendah dibanding konsumsi pada 2022 yang sebesar 4,94 persen.

  • Masyarakat kelas menengah ke atas cenderung menahan belanja.

  • Dampak bantuan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi cenderung minim.

TAHUN 2023 menjadi tahun yang sulit bagi Rania Ahmad. Kondisi keuangan karyawan swasta 28 tahun itu tak stabil setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Oktober 2023. "Pesangon ada, tapi tidak seberapa. Tetap saja pada akhirnya menggerus tabungan karena hidup harus tetap berjalan," ujar pegawai perusahaan rintisan (startup) bidang pendidikan yang telah bekerja dua tahun tersebut kepada Tempo, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski kini sudah mendapat pekerjaan baru, dia tetap waswas dan cenderung berpikir dua kali sebelum menggunakan uangnya untuk belanja atau konsumsi di luar kebutuhan primer. "Sekarang lebih suka banyak menabung, menahan belanja, apalagi yang tidak urgen. Jadi tidak lagi impulsif jalan-jalan ke mal. Rekreasi juga dikurangi," katanya. Kondisi perekonomian yang serba tak pasti serta sulitnya mencari pekerjaan menjadi pertimbangan utama Rania tetap berhati-hati mengelola keuangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi serupa dialami Fandi Nugroho, 34 tahun, yang pada tahun lalu harus menutup usaha toko baju miliknya di Semarang, Jawa Tengah, yang telah berdiri lebih dari enam tahun, karena sepi pembeli. Alih-alih berfoya-foya, dia mati-matian berhemat untuk menutup biaya operasional tokonya menggunakan tabungan pribadinya. "Belum selesai dampak pandemi terlewati, sekarang kalah saing oleh jualan online di TikTok Shop," ucapnya.

Ayah dua anak itu tak lagi punya cukup modal untuk melanjutkan usaha. Kini ia memilih beralih profesi menjadi sopir taksi online. "Sekarang yang penting bagaimana keluarga bisa makan dan bisa bayar sekolah anak saja," katanya.

Konsumsi masyarakat yang terpukul itu tecermin jelas pada realisasi pertumbuhan ekonomi 2023. Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi tercatat melambat cukup signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga sepanjang tahun lalu hanya tumbuh 4,82 persen, lebih rendah dibanding pada 2022 yang sebesar 4,94 persen.

Adapun konsumsi rumah tangga selama ini menjadi penyumbang utama produk domestik bruto (PDB), dengan kontribusi mencapai lebih dari 50 persen. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, pertumbuhan konsumsi masyarakat selalu berada di atas 5 persen. Namun, sejak masa pandemi hingga saat ini, konsumsi rumah tangga tak lagi bisa mencapai angka tersebut.

Warga membeli beras Sosialisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di taman kota Kecamatan Regol, Bandung, Jawa Barat, 6 Desember 2023. TEMPO/Prima Mulia

Pelaksana tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan pertumbuhan konsumsi di pengujung tahun atau triwulan IV 2023 juga menurun dari 5,05 persen pada triwulan IV 2022 menjadi 4,47 persen. "Perlambatan konsumsi rumah tangga utamanya berasal dari perlambatan pengeluaran kelompok menengah ke atas," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Perlambatan konsumsi rumah tangga itu pun tecermin dari sejumlah indikator, yaitu realisasi penerimaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) melambat, pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara anjlok, serta penjualan mobil penumpang menurun. "Di sisi lain, investasi finansial seperti simpanan berjangka tampak menguat. Artinya, ada pergeseran dari belanja ke investasi."

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2023 hanya 5,05 persen atau turun dibanding pertumbuhan pada tahun 2022 yang sebesar 5,31 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun lalu pun berada di bawah target pemerintah sebesar 5,3 persen. "Meski demikian, perlambatannya masih relatif terjaga dengan tetap solid positif di atas kisaran 5,05 persen," ujar Amalia.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, berujar ada beberapa faktor yang menahan pertumbuhan konsumsi. Di antaranya pelemahan harga komoditas global, kenaikan suku bunga akibat kebijakan moneter mengetat, rencana perluasan basis pajak melalui kenaikan tarif pajak, serta pertumbuhan upah riil lebih rendah dibanding inflasi.

Yusuf mencontohkan, pertumbuhan upah riil sektor pertambangan sudah terkontraksi 2 persen dibanding pada tahun sebelumnya, di mana sektor ini menyerap 1,2 persen dari 52,69 juta pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai. "Meski persentase pekerja sektor pertambangan relatif sedikit menurun, upah di sektor ini perlu diperhatikan karena posisinya sebagai tiga besar sektor dengan gaji tertinggi di Indonesia," katanya.

Di sisi lain, kenaikan harga berbagai komoditas pangan strategis, terutama beras, pada 2023 sangat besar dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya untuk kelompok pendapatan menengah ke bawah yang tidak terklasifikasi sebagai penerima bantuan sosial (bansos) reguler dari pemerintah. "Walhasil, mereka ini melakukan penyesuaian dan menghindari untuk melakukan konsumsi secara berlebihan. Mereka yang masih punya tabungan kemudian menggunakannya untuk melakukan konsumsi secara umum," ujar Yusuf.

Warga membeli beras Sosialisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di taman kota Kecamatan Regol, Bandung, Jawa Barat, 6 Desember 2023. TEMPO/Prima Mulia

Minim Efek Bansos pada Pertumbuhan 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menuturkan, meski memberikan efek positif terhadap kinerja konsumsi, bantuan sosial tidak dapat dijadikan sebagai instrumen utama untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional. "Bansos tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan atau menciptakan pertumbuhan daya beli masyarakat yang berkelanjutan," ucapnya.

Menurut Shinta, untuk menghasilkan pertumbuhan konsumsi yang sehat, harus didasarkan pada pertumbuhan daya beli berkelanjutan melalui aktivitas usaha atau bekerja yang menghasilkan pendapatan konsisten. Sedangkan bansos merupakan instrumen jaring pengaman sosial yang berfungsi mempertahankan daya beli dan volume konsumsi ketika kondisi ekonomi dianggap berisiko tinggi serta berpotensi menyebabkan kontraksi yang drastis. "Jadi bansos hanya dapat menjadi stabilisator terhadap konsumsi atau instrumen sekunder yang tidak memberikan dampak progresif terhadap PDB," katanya.

Adapun pada 2024, Apindo memperkirakan gelontoran bansos hanya mampu menjaga pertumbuhan konsumsi di level 4-4,5 persen, dengan catatan risiko terhadap komponen pertumbuhan ekonomi lainnya tetap stabil atau tidak memburuk. Sebagaimana pada tahun ini pemerintah menganggarkan alokasi belanja pelindungan sosial sebesar Rp 496,8 triliun, naik Rp 20 triliun dari realisasi pada tahun lalu.

Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Jahen Fachrul Rezki, mengatakan dampak pemberian bansos oleh pemerintah hanya tecermin pada peningkatan belanja pemerintah. "Selagi masyarakat mendapatkannya dalam bentuk barang, ya, hanya akan terlihat dari pos belanja itu," ucapnya.

Sedangkan dampaknya terhadap konsumsi masyarakat tidak akan terlihat. Sebab, masyarakat sudah mendapatkan barang jadi, seperti bantuan bahan pokok. "Jadi pengaruhnya terhadap perekonomian mungkin tidak sebesar yang diharapkan." Hal ini pula yang kemudian diduga menjadi penyebab pemerintah banyak mengucurkan dana pelindungan sosial dalam bentuk tunai pada triwulan I 2024 agar dampaknya pada perekonomian segera terasa.

Melorot Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan data BPS, konsumsi pemerintah sepanjang tahun lalu mencatatkan pertumbuhan positif, yaitu sebesar 2,95 persen. Khusus pada triwulan IV 2023, pertumbuhan konsumsi pemerintah mencapai 2,81 persen, yang ditopang peningkatan realisasi belanja jasa, badan layanan umum (BLU), dan belanja barang non-operasional.

Jahen memprediksi pada 2024 masih terbuka ruang pertumbuhan untuk konsumsi, dengan faktor pendukung utama adalah pelaksanaan pemilu dan pada saat yang sama Bank Indonesia kemungkinan besar menurunkan suku bunga acuan seiring tren kebijakan moneter global yang mulai melonggar. "Namun tekanan dari luar, permintaan global yang melambat, harga komoditas yang cukup fluktuatif, serta perang yang terjadi di Timur Tengah akan meningkatkan biaya logistik dan transportasi, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional," ucapnya.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengiyakan bahwa daya beli masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. "Sekarang kami berupaya terus memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga ada kepastian karena biasanya mereka akan less spending kalau ke depan tidak ada kepastian. Jadi mereka akan menabung," ujarnya.

Tahun politik menjadi tantangan tersendiri untuk tetap menjaga ekspektasi masyarakat dan pelaku usaha terhadap kegiatan ekonomi. "Penting juga untuk memastikan bahwa proses politik akan berjalan lancar sehingga investasi tidak tertunda dan orang lebih berani belanja," kata Airlangga. Khusus untuk masyarakat menengah ke bawah, pemerintah tak kurang menggelontorkan bantuan sosial untuk menjaga daya beli. Tingkat inflasi juga diupayakan tetap rendah sehingga kenaikan harga-harga dapat diredam dan belanja masyarakat tidak terganggu.

Pada awal bulan ini, pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) pangan sebesar Rp 200 ribu per bulan, yang dicairkan dalam kurun waktu tiga bulan sekaligus untuk periode Februari-April. Konsumsi masyarakat menjadi krusial, terlebih pada Maret akan memasuki periode Ramadan dan pada April bakal berlangsung Hari Raya Idul Fitri. "Pemerintah akan mengevaluasi setelah stimulus bansos berlangsung. Seberapa jauh daya beli masyarakat akan kami lihat lagi," ucapnya.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus