Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pesangon Eks Karyawan Merpati, Alvin Lie: Butuh Niat Baik BUMN

Pelunasan pesangon eks karyawan Merpati Airlines semestinya menjadi perhatian Kementerian BUMN.

25 Juni 2020 | 10.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Alvin Lie. TEMPO/Bernard Chaniago

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Ombudsman RI sekaligus pengamat penerbangan, Alvin Lie, menilai pembayaran pesangon eks karyawan PT Merpati Nusantara Airlines semestinya menjadi perhatian Kementerian BUMN dan manajemen perusahaan. Musababnya, kasus ini telah bergulir sejak bertahun-tahun lalu dan belum kelar juga hingga hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini juga membutuhkan niat baik tidak hanya dari manajemen Merpati, tapi juga Kementerian BUMN untuk memberikan hak pekerja,” ujar Alvin kepada Tempo, Rabu, 24 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Masalah pembayaran pesangon Merpati sudah berlangsung sejak perusahaan negara itu pertama kali menyetop operasinya pada 2014 lantaran terjerat utang Rp 7,3 miliar. Kala itu, perusahaan menyatakan ketidaksanggupannya membayarkan tanggungan lantaran dalam kondisi pailit.

Pemerintah lalu menyuntik Merpati dengan penyertaan modal pemerintah (PMN) pada rentang 2015-2016. Dana PMN digunakan untuk membayarkan sebagian pesangon karyawan. Sedangkan sebagian lainnya dialokasikan untuk membantu perusahaan melakukan restrukturisasi melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Namun, masalah tak kunjung selesai karena karyawan tetap belum menerima hak sepenuhnya.

Alvin mengakui, perkara ini pernah dilaporkan oleh serikat karyawan kepada Ombudsman beberapa tahun lalu. “Ombudsman pernah mengundang pihak merpati dan kementerian BUMN dan dijanjikan akan diselesaikan dalam peraturan yang berlaku,” tuturnya.

Lebih lanjut Alvin juga mencemaskan persoalan ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan BUMN pada masa mendatang. Bukan tidak mungkin, kata dia, akan ada perusahaan-perusahaan pelat merah lain yang menyusul jejak kusut Merpati.

Alvin pun membandingkan bila perkara semacam ini terjadi untuk perusahaan swasta. “Coba bayangkan kalau yang pailit ini bukan BUMN tapi swasta, pasti sudah heboh dan pemerintah akan menekan swasta untuk membayar hak pekerja,” ucapnya.

Bekas karyawan maskapai penerbangan Merpati yang sebelumnya tergabung dalam Tim Dobrak Merpati berencana menemui Menteri BUMN pada Senin, 22 Juni 2020. Dalam rencana pertemuan itu, karyawan berencana mengadukan sejumlah hak yang belum dipenuhi oleh perusahaan, khususnya pesangon PHK.

"PHK telah dilakukan sejak April 2016. Sedangkan hak kami belum dibayarkan seluruhnya hingga saat ini," kata Ketua Tim Dobrak Merpati Ery Wardhana saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 20 Juni 2020.

Namun, ketika datang ke Kementerian, eks karyawan Merpati tak dapat menemui Erick maupun perwakilannya. Kata Ery, staf Erick Thohir tidak mengetahui detail masalah tersebut.

Adapun saat ini ada 1.233 mantan karyawan yang haknya belum dipenuhi oleh perusahaan. Sebagian besar karyawan tercatat belum menerima pelunasan pesangon sebesar 50 persen, sementara sisanya sama sekali belum memperoleh uang putus.

Total tanggungan PHK yang harus dipenuhi PT Merpati Nusantara Airlines mencapai Rp 318,17 miliar. Padahal, menurut Ery, sesuai dengan Surat Pengakuan Utang (SPU), perusahaan akan melunasi pada akhir Desember 2018. Dikonfirmasi masalah itu, Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi, Arya Sinulingga, belum menjawab pesan Tempo hingga Kamis, 24 Juni 2020.

 

 

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput politik untuk kanal nasional.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus