Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Presiden Asosiasi Pilot Garuda Indonesia Kapten Bintang Handono membantah jika pilot dan karyawan Garuda Indonesia menandatangani kesepakatan membatalkan rencana mogok kerja massal. "Kami pastikan informasi itu salah. Kami tidak menandatangani kesepakatan tidak jadi mogok," kata Bintang kepada Tempo, Senin 4 Juni 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Bintang ini disampaikan menyikapi pemberitaan sejumlah media tentang pertemuan direksi Garuda Indonesia dengan anggota parlemen. Dalam pemberitaan itu, kata Bintang, menyebutkan jika APG dan Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) telah sepakat untuk membatalkan aksi mogok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Berita itu tidak benar. Kami memang tidak pernah menyatakan akan mogok saat arus mudik Lebaran, tapi kami juga tidak membatalkan mogok sampai ada respons dari pemerintah dan solusi dari aspirasi kami," tutur Bintang.
Menurut Bintang, apa yang dilakukan oleh APG dan Sekarga adalah untuk menyelamatkan maskapai nasional pelat merah itu dari keterpurukan. Mogok kerja, kata dia, adalah jalan satu satunya agar pemerintah mau membuka mata dan bersama sama menyikapi serius persoalan di dalam tubuh Garuda Indonesia.
Pasalnya, kata Bintang, apa yang terlihat publik soal Garuda sama sekali berbeda dengan fakta di dalam perusahaan. Dia mencontohkan, gelar maskapai bintang 5 yang diberikan oleh Skytrax pada Februari 2018 lalu tentu merupakan sebuah kebanggaan sekaligus juga menjadi kesedihan mendalam bagi karyawan. "Karena harus menahan malu terhadap konsumen dikarenakan pelayanan yang sangat buruk yang diberikan oleh perusahaan bintang 5 ini."
Menurut Bintang, pembatalan atau ataupun keterlambatan penerbangan di Garuda Indonesia sudah bukan menjadi hal yang baru bagi para pilot dan karyawan. Oleh sebab itu banyak kalangan mempertanyakan ketika maskapai ini mendapat predikat on time performance (OTP) mencapai 89 persen.
"Mungkin karena pengurangan jumlah flight yang signifikan akibat dari buruknya operasional sistem yang baru, atau karena banyak penjadwalan ulang dari ETD ( Estimate Time Departure) yang mendadak dilakukan untuk disesuaikan dengan terlambatnya penerbangan tersebut sehingga data akan menunjukkan penerbangan yang Delay hanya sedikit," kata Bintang.
Sementara itu, Ketua Harian Sekarga, Tomy Tampati mengatakan jadi atau tidaknya para karyawan dan pilot Garuda Indonesia melakukan mogok kerja tergantung dari respons pemerintah dalam menyikapi persoalan Garuda saat ini. "Karena jika pemerintah tidak juga merespons, kami sepakat akan melakukan mogok untuk menyelamatkan perusahaan yang kini terpuruk," kata dia.
Hanya desakan pada pemerintah dan para pemegang saham dari PT Garuda Indonesia itu, menurut Tomy, yang bisa dilakukan karyawan agar segera ada solusi atas masalah ini. "Kami masih berharap perkembangan atau solusi dari pemerintah untuk menyelamatkan Garuda ini."
Tomy sebelumnya juga membantan rencana mogok kerja oleh pekerja dan pilot Garuda batal, melainkan hanya ditunda sampai 19 Juni 2018. "Terhitung 30 hari kerja sejak 2 Mei 2018," ucapnya ketika dihubungi Senin lalu. Keputusan itu diambil setelah mereka bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pada 31 Mei 2018.
FAJAR PEBRIANTO