Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Tri Rismaharini menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal sejumlah aparatur sipil negara atau ASN yang menerima bantuan sosial (bansos). Ia menyatakan sebagian besar kasus tersebut sudah ditangani oleh kementeriannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kita dikasih waktu 60 hari untuk menyelesaikan itu. Tapi sebagian besar sudah kita tindak lanjuti gitu," kata Risma di kantor Kementerian Sosial pada Kamis, 28 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemensos juga sudah membekukan nomor induk kependudukan atau NIK para ASN tersebut agar tak lagi terdaftar sebagai penerima bansos. Alhasil, tahun depan diharapkan tak ada lagi ASN yang menerima bansos.
Risma menyatakan, BPK dalam mengaudit hanya mengecek penerima bansos berdasarkan data NIK. Sedangkan Kemensos dalam menyalurkan bansos tidak hanya menggunakan data NIK, tetapi juga data rekening penerima dan data salur, dan data Id Semesta. Adapun Id Semesta adalah data yang diberikan Kemensos khusus kepada penerima bansos.
Data Kemensos terakhir menunjukkan sebanyak 64 ASN telah mengembalikan bansos dan menyetorkannya ke negara senilai Rp Rp 109.190.000 atau sekitar Rp 109 juta. Berikutnya, sebanyak 126 pendamping mengembalikan bansos senilai Rp 202.975.000 atau sekitar Rp 203 juta. Kemensos kini sedang memonitor perkembangan penyetorannya sana tersebut.
Sebelumnya, pada 3 Juni 2022 lalu, Risma menyatakan kementeriannya langsung menindaklanjuti temuan BPK soal ASN yang menerima bansos. Saat itu ia menargetkan temuan BPK tersebut bisa rampung ditindaklanjuti dalam lima hari.
“Alhamdulillah selesai. Kita harus kerjakan satu minggu, lima hari kelar dan bisa diterima,” kata Risma.
Pada hari ini, BPK telah menyerahkan hasil pemeriksaan laporan keuangan Kemensos. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Anggota III BPK Achsanul Qosasi mengungkapkan banyak PNS yang terdaftar dan menerima bantuan sosial (bansos).
"Saya lupa jumlahnya. Tapi sekitar Rp 5,5 triliun sudah dikembalikan," kata Achsanul di kantor Kementerian Sosial, Jakarta pada Kamis, 28 Juli 2022.
Dalam pemeriksaan tersebut, BPK pun menemukan penyimpangan penyaluran dana bantuan sosial sebesar 2,5 persen dari total Rp 120 triliun. Namun ia menilai Kemensos patut diapresiasi karena presentase penyimpangannya masih terbilang rendah. Atas dasar itu, BPK memberi Kemensos predikat WTP atau wajar tanpa pengecualian.
Menurut dia, penyimpangan yang BPK temukan tidak mengkhawatirkan. Sebab, masih banyak daerah yang terlambat mengirimkan laporan pertanggung jawaban terkait dana bantuan sosial tersebut.
Ia pun berpendapat banyak dana tidak tersalurkan akibat penerima terdaftar sudah meninggal dunia atau pindah domislinya. "Ini yang harus dilakukan Pusdatin (Pusat Data dan Informasi). Insya Allah tahun depan mudah mudahan tidak terulang karena orang-orangnya baru, semangatnya baru," ucapnya.
Ia merekomendasikan pada Kemensos untuk memperbarui data, khususnya data laporan dari kabupaten/kota. Adapun laporan tersebut, kata dia, dikirim via surat elektronik sehingga seharusnya dapat dilakukan dengan cepat.
Kemensos pun juga diminta segera memperbaiki laporan keuangannya. BPK kini tengah menguji penyaluran bansos di sejumlah daerah, yaitu di enam provinsi dan 58 kabupaten/kota.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.