Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada UMKM merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“PP 47 merupakan turunan untuk melaksanakan amanah dari UU P2SK,” kata Mahendra di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, 18 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, OJK sebagai regulator sekaligus pengawas perbankan sudah mengantisipasi bahwa PP 47 2024 akan dilakukan dalam kurun waktu yang cepat. Seperti diketahui, penghapusan piutang berlaku enam bulan sejak PP 47 2024 diteken oleh Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 5 November 2024 lalu.
Mahendra juga menganggap syarat-syarat yang ditetapkan untuk bagi calon penerima penghapusan piutang macet sudah cukup detail. Menurutnya, semua persyaratan itu dimaksudkan untuk mencegah moral hazard maupun free rider atau penumpang gelap yang tidak sesuai kriteria.
“Dengan begitu maka pencatatannya dalam SLIK, dengan pelunasan itu bisa dihapus sama sekali,” ujarnya.
Sebagai informasi, palam PP Nomor 47 ini pemerintah mengatur kalau bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau non-BUMN tak bisa menagih utang ke debitur atau nasabah setelah penghapusbukuan dilakukan.
Penghapusbukuan itu artinya bank telah menghapus piutang macet dari laporan posisi keuangan sebesar kewajiban debitur atau nasabah. Dalam Pasal 4, penghapusbukuan piutang macet hanya bisa dilakukan setelah para bank, baik BUMN atau non-BUMN, telah menempuh berbagai upaya perbaikan atau restrukturisasi kredit bagi UMKM. Namun, dari segala upaya itu, para nasabah tetap tak bisa membayar kewajiban mereka.
Para nasabah yang mendapat fasilitas penghapusbukuan ini minimal lima tahun sejak PP ini diteken. Artinya, bank akan bisa menghapus tagihan para nasabar yang telah dihapustagihan minimal lima tahun. Misalnya, satu bank telah menetapkan penghapusanbukuan untuk nasabah pada 21 Januari 2018. Maka, berdasarkan PP ini piutang nasabah dapat dihapustagihkan.
Sementara itu, para nasabah tak bisa mendapatkan fasilitas ini kalau penghapusbukuan terjadi belum genap lima tahun. Misalnya, satu bank telah menetapkan nasabah ditahapusbukuan pada 31 Januari 2020. Karena belum genap lima tahun, maka piutang nasabah tak dapat dihapustagihkan.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.