Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Penambang timah rakyat di Kabupaten Bangka Tengah terlibat konflik dengan PT Mitra Stania Prima (MSP). Konflik yang berlangsung sejak tahun lalu kemudian berujung dengan aksi anarkis penambang dengan melakukan pengrusakan dan pembakaran aset perusahaan tambang timah itu pada Selasa lalu, 11 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai perusahaan pertambangan timah, MSP ternyata dijalankan oleh banyak politikus Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Mereka duduk di jajaran komisaris dan direksi perusahaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Mode One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT Mitra Stania Prima tercatat beralamat di Komplek Industri dan Pelabuhan Air Kantung, Jalan Jelitik, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Adapun pemegang saham perusahaan tersebut adalah PT Arsari Tambang yang memegang 80 persen kepemilikan saham, Rudi Irawan 18 persen dan Muhammad Syarifuddin Ali Amin 2 persen.
Di jajaran komisaris, terdapat nama Wibisono sebagai Komisaris Utama. Lalu R Reza Pahlevi, Thomas A Muliatna Djiwandono, Tuan Daniel Fredirik Poluan dan Kobalen sebagai direktur.
Sedangkan di jajaran direksi terdapat putra Hashim Djojohadikusumo yakni Aryo Puspito Setyaki Djojohadikusumo sebagai Direktur Utama MSP. Keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto itu ditemani Satrio Dimas Adityo, Harwendo Adityo Dewanto dan Surawadi sebagai direktur.
Nama perusahaan timah milik keponakan Prabowo tersebut jadi sorotan usai ratusan penambang menyerbu lokasi tambang di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP Mitra Stania Kemingking (MSK) pada hari Selasa, 11 Februari 2022. Mereka membakar pos pengamanan MSK--anak usaha MSP--yang terletak di Desa Penyak Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah itu.
Usai pembakaran, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah menggelar mediasi dan mempertemukan masyarakat penambang dengan MSP. Tokoh masyarakat Desa Penyak Haji Samsul mengatakan awal permasalahan dengan MSP muncul setelah ada oknum perusahaan yang dianggap tidak amanah. Kehadiran oknum itu dinilai justru merugikan masyarakat penambang.
Sementara itu, Direktur Government Relation MSP Harwendo Adityo Dewanto mengatakan pihaknya belum berencana mengajukan tuntutan hukum atas kerugian perusahaan akibat pembakaran oleh masyarakat penambang tersebut.
"Sementara damai. Kita belum mengajukan laporan tertulis ke pihak berwajib. Untuk perbuatan oknum ke masyarakat, nanti akan ada sanksi dari perusahaan. Bisa juga dipecat," ujar Harwendo.
Harwendo menambahkan pihaknya juga tetap memberi peran dan kontribusi kepada masyarakat melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Program Pemberdayaan Masyarakat (PMM).
Selain itu, MSP juga puny kewajiban membayar royalti ke negara yang jumlahnya cukup besar. "Meski begitu, CSR dan PMM kita tahun ini mencapai Rp 1 miliar. Bisa saja lebih. MSP dari awal datang dengan baik dan niat tulus," ujar Harwendo lebih jauh tentang rencana perusahaan tambang timah itu.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.