Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung menuntut pejabat PT Timah TBK Ichwan Azwardi Lubis dengan pidana 13,6 tahun penjara dalam perkara korupsi proyek pembangunan mesin pencuci pasir timah atau Washing Plant wilayah Tanjung Gunung tahun 2017-2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jaksa Wayan Indra Lesmana dalam tuntutannya menilai eks Kepala Divisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi PT Timah tahun 2017-2019 itu terbukti bersalah dan merugikan negara sebesar Rp 29,2 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tuntutan kita terhadap terdakwa atas perbuatan yang dilakukan dengan memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 6 bulan dikurangi masa penahanan," ujar Wayan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Senin, 22 Juli 2024.
Terdakwa Ichwan Azwardi Lubis juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta yang dapat diganti dengan hukuman kurungan selama 4 bulan apabila tidak dibayar.
"Sedangkan untuk pidana tambahan, terdakwa dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 4,9 miliar berikut dengan mempertimbangkan satu unit mobil HRV yang harus dibayar paling lama satu bulan setelah putusan ditetapkan," ujar dia.
Menurut Wayan, apabila terdakwa Ichwan Azwardi Lubis tidak mampu membayar maka jaksa akan melakukan penyitaan terhadap harta benda yang dimiliki. "Jika harta yang disita tidak cukup membayar uang pengganti maka dapat digantikan dengan pidana penjara selama 6 tahun 9 sebulan," ujar dia.
Kuasa hukum Ichwan, Wilmar Ambarita mengatakan tuntutan jaksa terhadap terdakwa terlalu jauh dari fakta yang terjadi maupun yang muncul di persidangan. "Penunjukan langsung dalam pembangunan proyek tersebut adalah kewenangan Divisi Pengadaan dan bukan oleh terdakwa. Saksi di persidangan sudah menyampaikan. Jadi keliru jika terdakwa dituduhkan bertindak di luar kewenangan," ujar dia.
Wilmar mengatakan, kuasa hukum dan terdakwa akan menyampaikan materi pembelaan secara terpisah dalam persidangan berikutnya. "Ini tragedi tambang timah di Laut Sampur tersandung lumpur. Karena yang disedot lumpur, kenapa terdakwa disalahkan? Bukankah itu sudah di zona operasional. Terdakwa sebagai pimpro tanggung jawabnya sudah selesai. Tapi perbuatan itu dibebankan ke terdakwa," ujar dia.
Wilmar menambahkan eks Direktur Operasi Produksi PT Timah TBK Alwin Albar seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab karena semua kebijakan atas perintah dan sepengetahuannya.
"WP (Washing Plant) itu berfungsi dengan baik dan bisa beroperasi dengan berbagai alat yang digunakan. Bukan hanya satu kapal semujur saja karena kapal lain juga bisa. Terkait kapal besar yang gagal melakukan penambangan itu karena dibatalkan sepihak. Terdakwa sudah berupaya mencari kapal baru namun dilarang oleh Direktur Operasi Alwin Albar," ujar dia.