Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nilai pasar industri jasa pengujian, inspeksi, dan sertifikasi Indonesia bakal mencapai US$ 2,73 miliar pada 2025.
Belum banyak konsumen yang menyadari pentingnya sertifikasi produk atau jasa.
Jasa pengujian, inspeksi, dan sertifikasi dibutuhkan di banyak sektor bisnis.
JAKARTA — PT Mutuagung Lestari Tbk atau Mutu International optimistis penawaran perdana saham mereka bakal menarik banyak investor. Penyedia jasa pengujian, inspeksi, dan sertifikasi ini yakin akan prospek cerah di industri yang mereka geluti. Presiden Direktur Mutu International, Arifin Lambaga, menuturkan industri pengujian, inspeksi, dan sertifikasi atau testing, inspection, and certification (TIC) terus bertumbuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada data Markets and Markets 2020, nilai pasar industri TIC Indonesia mencapai US$ 1,99 miliar pada 2020. "Angkanya terus naik dari 2017 yang berada di kisaran US$ 1,71 miliar," tutur Arifin di Jakarta, kemarin. Dari hasil riset tersebut, nilai pasar di dalam negeri diestimasi tumbuh hingga US$ 2,73 miliar pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dibanding nilai pasar secara global, ruang untuk tumbuh semakin besar. Arifin mengatakan nilai pasar industri TIC global pada 2027 diperkirakan mencapai US$ 270 miliar. Berdasarkan laporan Allied Market Research yang diterbitkan pada Januari 2022, angkanya bisa tumbuh sampai US$ 349 miliar pada 2030.
Arifin mengatakan ada banyak potensi yang belum terjamah, antara lain karena belum banyak perusahaan yang terlibat dalam proses TIC. Selain itu, belum banyak konsumen yang menyadari pentingnya sertifikasi produk atau jasa. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor pendorong perusahaan melantai di bursa. "Selain untuk modal, tujuan kami, IPO itu agar perusahaan lebih dikenal masyarakat."
Presiden Direktur Mutu International, Arifin Lambaga, saat memaparkan rencana IPO di The Langham, Jakarta, 13 Juli 2023. Dok. Mutu International
Mutu International melepas sebanyak-banyaknya 942.857.200 atau 30 persen dari modal ditempatkan dan disetor perseroan. Perusahaan menawarkan saham tersebut di rentang harga Rp 105-110 per lembar dengan estimasi perolehan dana segar Rp 99-103,71 miliar. Di saat yang sama, perusahaan menerbitkan sebanyak-banyaknya 235.714.300 waran seri I dengan rasio 4:1 senilai Rp 76,37 miliar.
Arifin yakin banyak investor melirik aksi korporasi ini. Dia mengaku selama ini mendapat banyak tawaran dari perusahaan-perusahaan asing untuk mengakuisisi saham perusahaan. "Tapi mereka minta menjadi penguasa saham mayoritas. Jadi, kami enggak mau," tuturnya.
Mutu International mengklaim sudah memiliki klien di beberapa belahan dunia. Arifin mengatakan perusahaan sudah memiliki klien yang tersebar di kawasan Asia Tenggara, Amerika Serikat, Eropa, hingga Afrika. Teranyar, perusahaan membuka bisnis di Vietnam. Negara seperti Belgia dan Belanda menjadi sasaran selanjutnya.
Fokus pada Tiga Sektor
Direktur Mutu International, Irham Budiman, menjelaskan prospek positif juga tampak dari pilihan bisnis perusahaan. Menurut dia, perusahaan hanya berfokus pada sektor-sektor unggulan di Indonesia. Salah satu lini bisnis perusahaan, Mutu Unggulan, misalnya, menjadi satu-satunya penyedia layanan sertifikasi untuk ekspor kayu ke Amerika Serikat di dalam negeri. Mereka juga menjadi satu-satunya perusahaan yang memiliki sertifikasi di Indonesia untuk mengekspor minyak masak bekas serta limbah palm oil mill effluent ke Uni Eropa.
Saat ini, perusahaan menaruh perhatian pada pengembangan skema dan jasa TIC pada sektor sumber daya alam dan ekonomi hijau, ekonomi digital, serta ekonomi syariah. Merujuk pada eConomy SEA, State of the Global Islam Economy Report, dan Climate Investment Opportunities Emerging Market, ketiga sektor tersebut memiliki pangsa pasar yang tinggi. Sektor pertama mencapai US$ 22 triliun. Sedangkan ekonomi digital dan syariah masing-masing sebesar US$ 0,3 triliun dan US$ 2,4 triliun. Menurut Irham, nilai pasar TIC sendiri dari total pangsa pasar tersebut sebesar 0,1-1 persen.
Pabrik pengolahan kayu di Jawa Timur, 2021. ANTARA/Umarul Faruq
Irham menjelaskan, ketiga sektor tersebut menjadi pilihan seiring dengan kebijakan pemerintah mendorong pertumbuhannya. Di sektor ekonomi hijau, misalnya, pemerintah sedang mempersiapkan pajak dan bursa karbon. Nilai dari perdagangan ini di Indonesia diperkirakan Rp 8.400 triliun. "Bahkan di ekonomi hijau, kami tidak terbatas soal karbon, tapi juga soal water footprint, plastic footprint, dan lainnya," kata dia. Sementara itu, di sektor ekonomi halal, perusahaan tengah berusaha memanfaatkan momentum pengembangan industri dan wisata halal.
Potensi menggiurkan dari sektor-sektor ini terlihat dari pernyataan kompetitor Mutu International, PT Sucofindo, yang juga menyediakan jasa serupa. Direktur Utama Sucofindo, Jobi Triananda, menyatakan perusahaan berkolaborasi dengan IDSurvey menyediakan jasa terkait dengan ekonomi hijau dan pemenuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Sucofindo juga turut mendukung program pemerintah dalam percepatan pencapaian industri halal dunia pada 2024 melalui sertifikasi halal dan pelatihan penyelia halal untuk pelaku usaha. "Kami juga telah melaksanakan MoU dengan beberapa pemerintah provinsi dalam mewujudkan ekosistem halal,” ujarnya.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo