Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Gita Amperiawan mengatakan bisnis mobil terbang berpeluang besar di masa depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini bisnis masa depan, tapi kita bicara masa depan yang tak lama ya, ini bisnis 2-3 tahun lagi in-to-market,” kata Gita selepas menyaksikan penandatanganan MOU antara PT Intercrus Aero Indonesia dengan PTDI untuk pengembangan hingga pemasaran produk taksi udara yang dinamai Intercrus Sola di Bandung, Rabu, 12 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gita tidak menampik ketertarikan PTDI untuk ikut menggarap produk mobil terbang seperti taksi udara. “Setiap industri itu harus punya planning. Future produk itu yang ramah lingkungan, yang hightech, punya nilai tambah yang besar,” kata dia.
“Kalau kita bicara sekarang yang ramah lingkungan kita harus bicara electric vehicle, nah ini saya melihatnya, satu nilai tambahnya besar, kemudian spillover-nya luar biasa. Ini spillover-nya akan bagus untuk industri Tier 2 dan Tier 3, ini yang kami lihat sehingga kami mendorong semua bentuk kerja sama seperti ini,” kata dia.
PTDI sebelumnya juga telah menandatangani kerja sama dengan startup taksi udara lokal lainnya, yakni PT Vela Prima Nusantara yang tengah mengembangkan mobil terbang dengan nama Vela Alpha yang dijadwalkan masuk ke pasar pada akhir 2028.
Gita mengatakan dua produk yakni Intercrus Sola dan Vela Alpha akan saling melengkapi. “Saya sudah minta agar ini ditata dengan rapi baik dari segi segmen market, kompetensi yang dibangun, maupun nanti bicara masalah fasilitas produksi. Ini semua sudah kita hitung agar semuanya bisa berjalan sinergis dan menghasilkan output yang optimal sehingga tidak ada pihak mana pun yang dirugikan, malah semua di untungkan satu sama lain,” kata dia.
Direktur Niaga, Teknologi & Pengembangan PTDI, Moh. Arif Faisal mengatakan masa depan pasar taksi udara atau mobil terbang relatif besar. “Kalau dilihat dari potensinya ini sekitar US$33 miliar sampai tahun 2050. Di Indonesia sendiri sangat terbuka juga, diperkirakan sampai 2050 kebutuhannya sekitar 1.300 unit. Potensinya sangat besar,” kata dia di tempat yang sama.
Arif mengatakan pasar tersebut yang kini tengah diincar dengan membuka kerja sama dengan startup. “Kita mencoba menjawab demand tadi, tantangan tadi untuk coba kita isi,” kata dia.
Ia mengatakan Intercrus Aero besutan PT Intercrus Aero Indonesia dan Vela Alpha yang tengah dikembangkan PT Vela Prima Nusantara masing-masing punya segmen pasar yang berbeda. “Intercrus dan Vela memiliki segmentasi pasar yang berbeda,” kata dia.
Dia memerinci perbedaan tersebut. “Pertama dari sisi kelas, berat, dan jumlah penumpang yang diangkut ini berbeda juga. Vela lebih besar. Kalau Vela itu 1 pilot dengan 4-6 penumpang. Kalau Intercrus ini konsepnya 1 pilot dengan 2 penumpang. Yang kedua dari sisi Intercrus mengincar tadi entry to services ke millitary dulu, sementara Vela ini entry to services ke komersial,” kata dia.
Ia mengatakan konsep yang dikembangkan dua mobil terbang tersebut juga berbeda. “Kalau Vela itu lift and course. Kalau Intercrus itu lebih cenderung ke multicopter, perbedaannya seperti itu. Dari sisi pesawat juga berbeda. Intercrus lebih kecil dibandingkan Vela,” kata dia.
PT Intercrus Aero Indonesia menandatangani naskah kesepahaman (MOU) dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk pengembangan hingga pemasaran produk taksi udara yang dinamai Intercrus Sola.
“Inovasi kita sebatas desain dan kita dengan bekerja sama dengan PT DI kita punya akses ke dalam infrastruktur yang sangat terbukti di industri penerbangan dan ini yang akan membuat inovasi kita menjadi nyata,” kata Founder & CEO PT Intercrus Aero Indonesia, Jeremy Hasian Saragih di tempat yang sama.
Jeremy mengatakan desain Intercrus Sola mengadopsi konfigurasi multicopter. “Desain kita ini mengadopsi konfigurasi multicopter, jadi kalau dengan Vela ini cukup berbeda. Kalau Vela itu lift and cruise dimana dia pada saat hover, climb, dan decent dia mengadopsi rotor craft kemudian untuk cruise mereka transisi menjadi fixed wing aircraft. Tapi kita multicopter sehingga secara desain lebih kompak, jauh lebih kecil dibandingkan Vela,” kata dia.
Menurut dia, operasional Intercrus Sola diproyeksikan untuk daerah terpencil. “Secara operasional untuk daerah-daerah remote atau daerah yang tidak memiliki banyak space yang bisa di-utilize, dan untuk skalabilitinya dalam urban environment pun bisa di scale up lebih banyak lagi untuk operasional air taxi,” kata dia.
Intercrus Sola dirancang memiliki kemampuan Maximum Take-off Weight (MTOW) 1.200 kilogram dengan Payload 360 kilogram. “Cruising speed 100 kilometer per jam dengan range 100 kilometer,” kata Jeremy.