Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Airbus memperkirakan bahwa Indonesia akan membutuhkan setidaknya 1.000 pesawat baru dalam 20 tahun ke depan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar dengan pertumbuhan tertinggi di dunia untuk sektor penerbangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Airbus President Asia Pacific, Anand Stanley, mengatakan perkiraan ini berdasarkan angka pertumbuhan lalu lintas penumpang yang kuat sekitar 7,4 persen per tahun. Angka ini lebih dari dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan global yang hanya sebesar 3,6 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di negara yang terdiri dari 17.000 pulau dan berpenduduk 280 juta jiwa yang sebagian besar di antaranya belum pernah terbang dengan pesawat ini, Anand mengatakan transportasi udara akan menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Seiring dengan meningkatnya minat untuk melakukan perjalanan udara, armada yang ada saat ini serta backlog pesanan yang telah dikonfirmasi jelas tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat, 20 September 2024.
Di Indonesia, jumlah pesawat dengan kebih dari 100 kursi yang beroperasi dari semua pabrikan yaitu 480 pesawat. Sedangkan pesawat tambahan yang telah dipesan sejumlah 490. Setengah dari pesawat yang beroperasi ini adalah pesawat Airbus.
Anand mengatakan Airbus ingin membangun kemitraan di Indonesia. Salah satu prioritas perusahaan adalah memajukan hubungan jangka panjang dengan PT Dirgantara Indonesia, yang kini telah berlangsung selama hampir 50 tahun. Selain itu, Airbus ingin mengembangkan kemitraan baru baik dengan sektor pemerintahan maupun swasta.
Dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman dengan Pertamina pada hari pembukaan BIAS, Anand mengatakan Indonesia menawarkan potensi besar akan dibukanya kemitraan baru di bidang keberlanjutan.
Seiring dengan upaya kami untuk memenuhi permintaan perjalanan udara yang terus meningkat, Anand mengatakan salah satu tantangan besar yang harus kami hadapi adalah memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi industri penerbangan.
“Kami melihat Indonesia sebagai salah satu negara di Asia dan Pasifik yang menawarkan potensi terbesar sebagai sumber bahan baku untuk bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF),” ucapnya.
Komoditas yang dia maksud antara lain minyak goreng bekas pakai (jelantah), residu pertanian, dan sampah kota. Dia menyebut komoditas-komoditas itu bisa didapatkan secara lokal sekaligus menawarkan pengembangan lokal.
Pilihan Editor: Bali Air Show 2024, Luhut: Terakhir Diadakan 28 Tahun Lalu