Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INVESTOR bijak tak akan gegabah mengabaikan sentimen pasar, salah satu penentu arah pergerakan harga. Sering kali pertimbangan rasional, bahkan fundamental, tergilas begitu saja oleh sentimen pasar.
Inilah yang melanda pasar saham selama 2017. Misalnya, bursa New York yang indeks harganya terus menyentuh rekor demi rekor. Investor seolah-olah tak peduli pada berbagai analisis bahwa harga saham sudah terlalu mahal dan dapat terkoreksi setiap saat.
Kegirangan irasional itu juga melanda bursa saham di Jakarta. Kendati dalam enam bulan terakhir ada Rp 61,9 triliun dana asing yang mengalir keluar, investor lokal tetap bersemangat. Indeks harga saham gabungan pun terus menanjak, naik 15,42 persen sejak awal tahun.
Sentimen pasar jelas bisa berubah setiap saat. Tapi sungguh berbahaya jika sentimen berbalik menjadi negatif ketika keadaan fundamental juga buruk. Pasar tertohok pukulan ganda.
Indonesia pernah mengalaminya pada 2015. Faktor fundamental buruk, anggaran terancam defisit besar karena target penerimaan yang ambisius. Sentimen di negara berkembang juga tengah negatif lantaran Cina mendadak mendevaluasi yuan pada 11 Agustus 2015. Ketika itu, kurs rupiah sempat terkapar menjadi 14.710 per dolar Amerika Serikat. Imbal hasil atau yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun terbang mendekati 10 persen.
Ada kemungkinan pukulan ganda semacam itu menghantam lagi pada 2018. Selama 2017, kondisi fundamental Indonesia memang belum bisa dibilang bagus. Sektor retail melemah dan pertumbuhan ekonomi tak sepesat ekspektasi pasar. Itu sebabnya investor asing keluar dari pasar saham. Namun, selama 2017, Indonesia masih mendapat imbas sentimen positif yang juga melanda pasar negara berkembang di seluruh dunia.
Walhasil, selain harga saham di bursa tetap melonjak, imbal hasil atau yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun relatif stabil di kisaran 6,5 persen. Sementara di pasar saham investor asing ramai-ramai hengkang, pasar obligasi selama 2017 justru kebanjiran dana asing. Kepemilikan asing di surat berharga negara meningkat tajam dari Rp 656,74 triliun pada awal Januari 2017 menjadi Rp 833,1 triliun per 12 Desember 2017.
Mengancik ke 2018, masalah fundamental tetap menggayut. Beberapa asumsi makro di anggaran negara nyaris mustahil terpenuhi. Misalnya, asumsi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 13.400. Hingga Kamis pekan lalu, kurs rupiah terus tertekan mendekati angka 13.600 per dolar Amerika lantaran The Federal Reserve menaikkan bunga rujukannya. The Fed juga sudah memberi sinyal akan menaikkan bunga tiga kali lagi selama 2018. Di tengah kenaikan bunga dolar, kecil kemungkinan kurs rupiah bisa kembali ke level 13.400 per dolar Amerika.
Kredibilitas anggaran 2018 juga terancam jika melihat target penerimaan pajak sebesar Rp 1.424 triliun. Sedangkan perkiraan penerimaan pajak 2017 hanya berkisar Rp 1.100 triliun. Artinya, pemerintah mematok target pertumbuhan penerimaan pajak selama 2018 hingga 29 persen. Ini tak realistis. Lubang defisit anggaran tahun depan bisa kian dalam.
Sementara itu, para analis yakin sentimen terhadap negara berkembang pada 2018 dapat berbalik tak sebagus tahun ini. Ada ancaman dari menguatnya dolar Amerika Serikat dan melemahnya Tiongkok. Pulangnya dolar Amerika yang tertarik bunga tinggi dan potongan pajak berpotensi mengurangi likuiditas di negara berkembang secara drastis. Muncul lagi bayang-bayang efek taper tantrum 2013. Pasar negara berkembang bertumbangan karena dolar pulang.
Buruknya faktor fundamental yang datang bersamaan dengan sentimen negatif pada 2018 merupakan kombinasi yang menakutkan. Investor bijak tak akan gegabah mengabaikannya.
Yopie Hidayat - Kontributor Tempo
Kurs | |
Pembukaan 8 Desember 2017 | 13.556 |
Rp per US$ | 13.573 |
Pembukaan 15 Desember 2017 |
IHSG | |
Pembukaan 8 Desember 2017 | 6.017 |
6.098 | |
Pembukaan 15 Desember 2017 |
Inflasi | |
Bulan sebelumnya | 3,58% |
3,3% | |
Oktober 2017 YoY |
BI 7-Day Repo Rate | |
4,25% | |
14 November 2017 |
Cadangan Devisa | |
31 Oktober 2017 | US$ 126,547 miliar |
Miliar US$ | 125,967 |
30 November 2017 |
Pertumbuhan PDB | |
2016 | 5,02% |
5,2% | |
Target 2017 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo