Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin mengatakan pemutusan kontrak guru honorer melalui kebijakan cleansing dilakukan karena pengangkatannya diklaim tanpa seleksi yang jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyebut, pihaknya sebenarnya sudah mengimbau kepala sekolah sejak 2017 hingga 2022 untuk tidak mengangkat guru honorer, tetapi banyak kepala sekolah yang nekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kondisinya adalah guru honorer ini diangkat oleh kepala sekolah yang dibayar oleh dana BOS (bantuan operasional sekolah) tanpa seleksi yang jelas,” kata Budi melalui sambungan telepon kepada Tempo, pada Rabu, 17 Juli 2024.
Lalu, berapa gaji honorer di Indonesia? Gaji guru honorer bisa berbeda-beda tiap sekolah. Ini perkiraannya.
Gaji Guru Honorer di Jakarta
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, Khoirudin menuturkan honorarium atau gaji yang diterima guru honorer di Jakarta berkisar Rp1 juta hingga Rp2 juta per bulan. Jumlah tersebut dinilainya sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup di ibu kota.
Padahal, menurut dia, para tenaga pengajar itu merupakan ujung tombak dalam menghasilkan bibit-bibit muda harapan bangsa.
Dia pun menyatakan siap berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dalam hal ini Disdik untuk mengevaluasi upah guru, terutama yang mengajar di sekolah swasta.
“Guru swasta honornya satu sampai dua juta rupiah. Ini kan kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan. Ke depan saya ingin guru swasta honornya minimal UMP (upah minimum provinsi),” ucap Khoirudin dalam keterangan tertulis, Jumat, 8 Maret 2024.
Rata-Rata Gaji Guru Honorer Indonesia
Sementara itu, berdasarkan hasil survei Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) menunjukkan bahwa sekitar 74 persen guru honorer (pegawai tidak tetap) di Indonesia dibayar dengan gaji di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2024. Guru honorer disebut hanya dibayar di bawah Rp2 juta per bulan.
Ideas bersama GREAT Edunesia Dompet Dhuafa menyelenggarakan survei kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia pada pekan pertama Mei 2024 dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Survei secara daring (online) itu diikuti oleh 403 responden di 25 provinsi dengan komposisi 291 orang di Pulau Jawa dan 112 lainnya di luar Jawa.
Responden survei terdiri dari 123 guru pegawai negeri sipil (PNS), 118 guru tetap yayasan, dan 117 guru honorer atau kontrak, dan 45 guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Peneliti Ideas, Muhammad Anwar mengatakan sekitar 42 persen guru secara umum mempunyai penghasilan kurang dari Rp2 juta per bulan dan 13 persen di antaranya di bawah Rp500 ribu per bulan.
Namun, tingkat kesejahteraan guru honorer lebih rendah. Dari 74 pesen tenaga kontrak pengajar yang mempunyai penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan, 20,5 persen di antaranya masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu per bulan.
Nominal gaji guru disesuaikan dengan UMK terendah di Indonesia, yaitu Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sekitar Rp 2.038.005.
“Ini artinya, di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun, para guru terutama guru honorer masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ujar Anwar dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Mei 2024.
Anwar mengklaim, dengan rata-rata jumlah tanggungan sebanyak tiga orang anggota keluarga, 89 persen guru merasa penghasilan dari mengajar tersebut pas-pasan bahkan kurang. Hanya 11 persen responden yang mengaku cukup dan ada sisa.
Dengan tingkat penghasilan yang rendah, berbagai upaya dilakukan guru untuk memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya dengan melakukan pekerjaan sampingan.
Misalnya, mengajar privat atau bimbingan belajar (bimbel) sebanyak 39,1 persen, berdagang sebesar 29,3 persen, bertani sebesar 12,8 persen, buruh sebesar 4,4 persen, konten kreator sebesar 4 persen, dan pengemudi ojek daring (online) atau ojol sebanyak 3,1 persen.
Namun, penelitian tersebut menunjukkan bahwa penghasilan tambahan yang kurang dari Rp500 ribu dinilai tidak signifikan untuk menutupi kekurangan pemenuhan kebutuhan hidup guru.
MELYNDA DWI PUSPITA