Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rame-rame Menggempur Tjiptardjo

Panitia Kerja Perpajakan meminta Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo mundur. Bisa berdampak pada penghentian kasus-kasus pajak besar.

7 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Melchias Markus Mekeng terlihat kesal ketika menerima telepon dari Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak Djonifar Abdul Fatah, Kamis siang dua pekan lalu. Dengan nada tinggi, Ketua Panitia Kerja Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat itu meminta Djonifar menyampaikan pesannya kepada Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo agar tetap menghadiri rapat pukul dua untuk membahas kasus pajak PT Permata Hijau Sawit. Tapi, hingga satu jam berlalu dari waktu yang ditentukan, tamu yang diundang tak juga datang.

Panitia Kerja Perpajakan lalu melakukan rapat tertutup di ruang Komisi XI. Sejam kemudian, Melchias, didampingi Wakil Ketua Agung Rai Wijaya dan tiga anggota lainnya, menggelar jumpa pers. Menurut Melchias, Panitia Kerja Perpajakan merasa dilecehkan oleh Tjiptardjo yang mangkir rapat. Padahal sebelumnya Direktur Jenderal Pajak dan Panitia Kerja sepakat membahas kasus Permata Hijau Sawit siang itu. Panitia Kerja berang dan meminta Menteri Keuangan Agus Martowardojo menonaktifkan Tjiptardjo. ”Kekecewaan kami itu sudah lama,” kata Melchias kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Permintaan nonaktif bukan semata-mata lantaran Tjiptardjo absen dalam rapat tersebut. Menurut Melchias, Panitia Kerja merasa bos aparat pajak itu tak pernah bisa memenuhi keputusan Dewan pada masa-masa sidang sebelumnya. Tjiptardjo, ujarnya, pernah memberikan 100 nama penunggak pajak besar kepada Panitia Kerja. Panitia meminta data lengkapnya, tetapi pengganti Darmin Nasution ini menolak, karena harus mendapat izin Menteri Keuangan Sri Mulyani. Setelah izin keluar, Tjiptardjo tetap tak mau membuka data para pengemplang pajak dengan alasan melanggar undang-undang. ”Tjiptardjo tak kooperatif,” katanya.

Dewan juga menilai kinerja Direktorat Jenderal Pajak di bawah Tjiptardjo tak bersinar. Rasio penerimaan pajak masih rendah, sekitar 13 persen. Angka ini masih jauh dibanding negara lain yang mampu menggenjot 16-18 persen. Tjiptardjo juga tak bisa tegas menyelesaikan sejumlah kasus, seperti kasus pajak Asian Agri dan juga Kaltim Prima Coal. ”Itu menandakan Direktorat Pajak lemah dari sisi hukum,” ujar Melchias.

Tjiptardjo enggan mengomentari desakan anggota parlemen. ”Saya akan tetap mengamankan penerimaan negara,” ujarnya. Penjelasan datang dari Kepala Biro Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Iqbal Alamsyah. Kepada Tempo, pekan lalu, dia mengatakan bahwa bosnya sama sekali tak bermaksud melecehkan anggota Dewan. ”Penundaan ini semata-mata karena kami ingin menyiapkan data dan penjelasan detail serta profesional,” ujarnya.

Sejumlah sumber Tempo di Senayan mengungkapkan, kekesalan panitia perpajakan dipicu oleh kasus Permata Hijau Sawit. Pada 3 Mei lalu, Menteri Sri Mulyani dan Tjiptardjo menjelaskan kepada wartawan bahwa produsen minyak kelapa sawit di Sumatera Utara itu memanipulasi pembayaran pajak Rp 300 miliar. Merasa tak bersalah, Permata Hijau Sawit mengadu ke anggota Dewan. Permata Hijau mengklaim Direktorat Pajak belum mengembalikan restitusi pajak senilai Rp 530 miliar (lihat ”Menumpang Alamat Toko Perabot”).

Panitia Kerja Perpajakan mengundang Tjiptardjo pada 24 Mei lalu. Rapat berlangsung panas. Anggota Panitia Kerja mencecar Tjiptardjo, pejabat pelaksana Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak Pontas Pane, serta mantan Kepala Kantor Wilayah Pajak Sumatera I, Ramram Brahmana. Para anggota Dewan jengkel lantaran Tjiptardjo dinilai tak mau menjelaskan detail kasus Permata Hijau Sawit. Perdebatan sengit terjadi antara Maiyasyak Johan, anggota Panitia Kerja dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Tjiptardjo.

+ Tolong, dijelaskan rinci, surat pengamatan dikeluarkan ini, tanggal ini, dengan dasar ini, dan hasilnya itu.

Maiyasyak mendesak Tjiptardjo sambil menunjukkan laporan hasil pemeriksaan bukti permulaan kasus Permata Hijau.

Tapi Tjiptardjo langsung memotong.

- Maaf, Bapak anggota Dewan yang terhormat. Kalau sudah masuk penyidikan, itu masuk intervensi.

+Tolong, cabut kata-kata Anda.

Maiyasyak setengah berteriak. Anggota Panitia Kerja lainnya berlomba-lomba mengajukan interupsi. Tapi Maiyasyak terus melanjutkan.

+ Ini namanya sistem checks and balances. Ada perbedaan intervensi dan pengawasan. Kami mengawasi, bukan intervensi. Kalau intervensi, itu kegiatan mutlak yang dilakukan dengan power, tidak ada mekanisme dan mengabaikan hukum. Out of law. Apa yang kami lakukan mengacu konstitusi. Ada tata tertibnya juga.

Perseteruan antara panitia perjajakan dan Tjiptardjo mencapai puncaknya pada Kamis dua pekan lalu. Panitia itu meminta Tjiptardjo, Pontas Pane, dan Ramram agar nonaktif.

l l l

BUKAN hanya Permata Hijau Sawit yang mengadukan kasus pajak ke politikus di Senayan. PT ING International juga menyambangi anggota Dewan. Perusahaan garmen milik pengusaha Korea ini mengklaim kelebihan membayar pajak senilai Rp 116 miliar pada 2005-2007. Direktorat Pajak, kata mereka, belum membayar restitusi perusahaan yang berlokasi di Rancaekek, Bandung, ini.

Asian Agri Group, yang punya sengketa pajak senilai Rp 1,3 triliun, juga diundang ke Gedung DPR di Senayan, pekan lalu. Tiga perusahaan lainnya juga ramai-ramai mengadu: Wilmar International dengan klaim restitusi pajak senilai Rp 2 triliun, Rumah Sakit Emma Mojokerto, dan satu perusahaan lainnya masuk daftar yang akan diundang anggota Dewan.

Menurut sumber Tempo, kehadiran sejumlah perusahaan itu menunjukkan bahwa ada motif terselubung di balik tuntutan nonaktif kepada para petinggi pajak. Sumber ini menduga Dewan menekan Direktorat Jenderal Pajak agar segera mengembalikan restitusi ke perusahaan itu. ”Para anggota Dewan itu mengadvokasi agar pencairan tagihan dari kantor pajak bisa mulus. Ini dilakukan anggota Dewan yang pragmatis,” bisiknya.

Namun sumber Tempo ini juga kuat menduga, ada sekelompok anggota Dewan yang menargetkan Tjiptardjo lengser mengikuti Sri Mulyani, yang kini menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia. Tjiptardjo dianggap orangnya Sri Mulyani yang terlalu merecoki kasus pajak Asian Agri dan Grup Bakrie. ”Target terdekatnya, dua kasus pajak besar itu dihentikan.”

Seorang anggota Dewan menguatkan ceritera ini kepada Tempo. ”Tjiptardjo dan Pontas memang dibidik dan akan didesak mundur lantaran tahu banyak tentang kasus pajak besar,” ujarnya. Anggota Dewan lainnya menambahkan, kelompok yang mengadvokasi tadi bermain sendiri tanpa instruksi dari fraksi atau pemimpin partai. Sedangkan kelompok yang menargetkan Tjiptardjo lengser, kata sumber Tempo di Senayan, kebanyakan dari Golkar.

Benarkah? Wakil Ketua Dewan dari Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, membantah tudingan Golkar di belakang tuntutan nonaktif Tjiptardjo. ”Tak ada perintah khusus dari partai ke fraksi dan anggotanya,” katanya. Tuntutan nonaktif itu, kata dia, merupakan dinamika anggota Dewan dalam menjalankan fungsinya mengawasi pemerintah.

Anggota Dewan dari Fraksi PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, merasa terganggu oleh tindakan koleganya menguliti kasus pajak. Anggota Dewan dari daerah pemilihan Blitar, Tulungagung, dan Kediri ini berkeberatan bila nantinya kesimpulan Panitia Kerja menyebutkan Direktorat Jenderal Pajak benar atau salah dalam kasus pajak tertentu. ”Rekomendasi atau kesimpulannya harus berbentuk reformasi kebijakan kepada Direktorat Pajak,” ujar Eva.

Melchias tak sepakat dengan Eva. Menurut anggota dari Fraksi Partai Golkar itu, menelaah satu per satu kasus pajak relevan dengan fungsi panitia kerja mengawasi penerimaan pajak. ”Dengan banyaknya kasus pajak, apakah penerimaan negara ada?” katanya.

Dia juga membantah permintaan nonaktif Tjiptardjo bermotif agar kasus kakap pajak dihentikan. ”Kami tak ada urusan dengan itu,” ujarnya seraya menambahkan. ”Kalau mereka salah, segera tindak. Tapi, kalau benar, hentikan penyidikan.”

Menteri Agus Martowardojo menolak tuntutan agar bawahannya nonaktif. ”Belum ada rencana mengganti Direktur Jenderal Pajak,” ujarnya. Komisi Keuangan—induk Panitia Kerja Perpajakan—juga tak satu suara atas desakan nonaktif. Sumber Tempo mengungkapkan, mereka berdebat sengit membahas rekomendasi Panitia Kerja dalam rapat tertutup di ruang Komisi XI, Kamis pagi pekan lalu. Sebagian anggota komisi menilai panitia kerja melampaui wewenangnya. Sebaliknya, anggota panitia berkukuh berada di jalur yang benar.

Akhirnya diambil jalan tengah. Komisi Keuangan akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit kinerja Direktorat Jenderal Pajak sekaligus menggelar audit investigasi. ”Ini cukup adil dan jauh dari konflik kepentingan,” kata sumber Tempo. Dari temuan lembaga ini akan diketahui benarkah terjadi penyimpangan dalam restitusi kasus-kasus pajak.

Padjar Iswara, Agoeng Wijaya, Febriyan, Munawwaroh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus