Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELIP lidah bisa bikin resah. Ini gara-gara Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Evita Legowo kelepasan bicara. Ia meniupkan kabar buruk untuk para pemilik sepeda motor. Kepada pers dua pekan lalu, Evita menyatakan bahwa sang empunya kendaraan bermotor roda dua akan dilarang membeli bensin murah.
Pernyataan Evita direspons keras oleh para politikus di Senayan. ”Ini kebijakan aneh. Kami tentu akan menolaknya,” kata Pramono Anung, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Saleh ikut pula meluruskan isu ini. ”Kendaraan umum dan motor tetap boleh memakai Premium,” ujarnya.
Ternyata yang dimaksud adalah para pemilik mobil pelat hitam yang biasanya menikmati Premium, bahkan solar. Mereka, mungkin juga termasuk Anda, harus gigit jari. Masa bulan madu menikmati gurihnya bensin murah segera berakhir tahun ini. Pemerintah berencana melarang pemilik mobil pribadi membeli bensin dan solar bersubsidi.
Rencana pelarangan itu serius digulirkan. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) khusus mengadakan rapat dengan para pemangku kepentingan, dua pekan lalu. Hadir juga dalam pematangan opsi terbaik pembatasan konsumsi bensin murah itu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Kementerian Perhubungan, dan kepolisian.
Rapat mengacu pada cetak biru yang disusun BPH Migas. Dalam konsep yang kemudian dijadikan patokan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu disebutkan bahwa kuota bahan bakar minyak bersubsidi ditetapkan 36,5 juta kiloliter. Dalam kajian itu, BPH Migas mengingatkan, jika tak dibatasi, konsumsinya bisa membengkak menjadi 41 juta kiloliter.
Melonjaknya konsumsi minyak ini akan membebani bujet nasional. Karena itulah, dalam buku pegangan yang disusun sejak lima tahun lalu itu disebutkan bahwa konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi akan dikurangi bahkan dihilangkan pada 2010. ”Subsidi harus tepat sasaran dan hanya akan diberikan kepada yang membutuhkan,” kata Tubagus Haryono, Kepala BPH Migas, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Pemerintah lalu mengumpulkan data dan menghitung rata-rata konsumsi bensin dan solar setiap jenis kendaraan bermotor. Menurut Tubagus Haryono, opsi yang muncul dalam rapat tadi antara lain melarang pembelian bensin bersubsidi oleh kendaraan mewah, kendaraan pribadi dengan tahun keluaran dan ukuran silinder tertentu. ”Namun opsi ini baru wacana, belum ada keputusan,” katanya.
Pemilik kendaraan pelat hitam punya alasan memilih bensin bersubsidi. ”Saya membeli Premium karena relatif murah,” kata Ferdian, 24 tahun, pemilik Xenia yang ditemui Tempo. Belasan mobil pribadi lainnya, dengan sejumlah taksi, ikut antre bersama Ferdian. Mereka hendak membeli Premium di pompa bensin Pertamina di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis siang pekan lalu.
Sedangkan unit pompa Pertamax dan Pertamax Plus di sebelahnya justru terlihat lowong. Saat Tempo mampir, hanya tiga mobil mewah yang membeli bensin berkadar oktan tinggi itu. Ferdian beralasan, dalam sebulan, karyawan swasta itu mengeluarkan duit Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta untuk membeli Premium. ”Kalau beli Pertamax, saya harus nyiapin Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Saat ini harga Premium hanya Rp 4.500 seliter. Adapun Pertamax Rp 6.500 seliter dan Pertamax plus Rp 6.900 per liter. Dua jenis terakhir ini lumayan mahal lantaran tak dilepas sesuai harga di pasar dunia. Dengan selisih harga Rp 2.000-2.400 seliter, tak mengherankan jika Ferdian, juga masyarakat luas, cenderung memakai Premium.
Dua tahun lalu, pemerintah berniat membatasi dengan menggunakan kartu pintar (smart card). Saat itu harga minyak dunia membubung hingga US$ 100 per barel. Kartu pintar itu akan diberikan kepada angkutan umum, kendaraan rumah sakit, kendaraan pribadi, dan kendaraan usaha jenis tertentu. Mereka hanya bisa membeli Premium dalam jumlah tertentu selama sebulan. Jika kurang, silakan membeli Pertamax atau solar dengan harga pasar.
Tubagus lebih sreg dengan metode kartu pintar yang sudah diujicobakan di Batam. ”Gunakan saja yang sudah ada,” katanya. Sedangkan pelarangan mobil pelat hitam menggunakan Premium, ya, itu tadi, masih sebatas wacana. Karena itulah Tubagus menyerahkan keputusan pengurangan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi ini kepada DPR, berikut dampaknya bagi pemilik mobil pribadi. ”Akhir Juli nanti diharapkan pembahasannya kelar,” ujarnya.
Nieke Indrietta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo