Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=brown><B>Hak Eksklusif </B></font><BR />Pagar Rapat Piala Dunia

Sejumlah aturan ketat dikeluarkan Electronic City berkaitan dengan Piala Dunia yang hak siarnya di Indonesia mereka pegang. Mendapat protes wartawan olahraga.

7 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON seluler Ballian Siregar berdering. Selasa pekan lalu itu, seorang anggota staf PT Electronic City Entertainment memintanya datang ke kantor perusahaan tersebut di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. PT EC akan menggelar konferensi pers perihal hak siar Piala Dunia yang mereka genggam. ”Saya tak sendiri, wartawan lain juga diundang langsung,” kata jurnalis senior spesialis olahraga ini.

Ini yang ditunggu Ballian. Sepekan sebelumnya ia dan rekan-rekannya—sesama wartawan olahraga—dikejutkan iklan tentang Piala Dunia yang dianggapnya keterlaluan. Memakan separuh halaman surat kabar, advertensi yang dibuat kantor pengacara Amir Syamsuddin & Partners itu berisi pengumuman hak eksklusif yang dimiliki EC Entertainment, anak perusahaan PT Electronic City, berkaitan dengan pertandingan sepak bola yang digelar di Afrika Selatan mulai pekan ini.

Dari 14 poin isi pengumuman, yang membuat wartawan olahraga Pos Kota itu berang poin nomor empat dan sembilan. Poin tersebut menyatakan, pihak lain tanpa izin PT EC Entertainment dilarang menggunakan logo, lambang, maskot, dan trofi Piala Dunia, berikut menerjemahkan kata ”World Cup” ke dalam bahasa mana pun, termasuk dalam penulisan berita oleh media cetak, televisi, dan radio. Kepada mereka yang melanggar, EC Entertainment memberikan ancaman berat: denda minimal Rp 10 miliar.

Sehari setelah iklan itu terbit, bersama sekitar 20 rekannya, para wartawan olahraga, Ballian unjuk rasa di depan kantor Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, di Senayan, Jakarta. Mereka memprotes aturan dan mendesak PSSI turun tangan.

EC Entertainment merespons demo ini. Selasa pekan lalu, kepada puluhan wartawan olahraga, manajemen PT EC memberikan penjelasan tentang iklan mereka itu. Electronic City menyatakan media massa bebas menggunakan logo, titel, ataupun atribut Piala Dunia sepanjang untuk kepentingan pemberitaan. Misalnya, untuk tulisan kolom atau artikel tentang ajang empat tahunan itu. Hanya, dalam tubuh berita tidak boleh tercantum pihak lain, pengiklan, misalnya, yang tidak terdaftar sebagai mitra Electronic City Entertainment.

Logo dan segala atribut tentang Piala Dunia juga dilarang ditempatkan satu frame dengan brand atau nama media. Tapi bukan berarti ini dilarang sama sekali. Media tetap boleh melakukannya, asal brand atau nama media diletakkan di tempat terpisah atau diberi garis pembatas. ”Supaya tidak menimbulkan kesan seolah-olah sebagai sponsor Piala Dunia,” kata Chief Operating Officer PT EC Entertainment Ernita Aries Tanti.

Dalam acara itu ditunjukkan cover tabloid BolaVaganza edisi Mei 2010. Nama tabloid dan logo Piala Dunia berada dalam satu frame dengan latar warna yang sama, yakni biru. Ini dilarang. ”Tapi ini dimaafkan karena waktu itu belum ada sosialisasi,” kata Ian Situmorang, Pemimpin Redaksi BolaVaganza.

Selain itu, pihak Entertainment melarang siapa pun membuat acara nonton bareng berbau komersial tanpa izin mereka. ”Ini sesuai perjanjian dengan FIFA dan untuk menjaga kepentingan sponsor,” kata Ernita.

Sejumlah hotel dan pusat hiburan, yang akan menggelar acara nonton bareng, menyatakan tak berkeberatan dengan syarat itu. ”Kami ikut aturan saja,” kata Retno Wulandari, Senior Public Hotel Sunan, Solo. Grand Indonesia sudah membeli lisensi dari PT EC untuk ”satu gedung”. Menurut Teges P. Soraya, Senior Marketing Communication Grand, lisensi hak nonton bareng itu dijual lagi ke tenant Grand Indonesia.

Bukan kali ini saja memang pihak pemegang hak siar Piala Dunia membuat aturan ketat untuk melindungi hak mereka. Pada 2006, stasiun televisi SCTV sebagai pemegang hak siar Piala Dunia 2006 juga melakukan hal serupa. SCTV ”belajar” dari RCTI, pemegang hak eksklusif Piala Dunia 2002. Saat itu RCTI banyak dirugikan oleh pihak ketiga, khususnya kafe-kafe dan hotel, yang menggelar acara nonton bareng—dan menangguk keuntungan—tanpa izin dari RCTI.

Di Indonesia, selain Electronic, ada PT Asean Multimedia Interactive Network (AMIN) yang mendapat lisensi FIFA untuk ”menyebarkan” pertandingan Piala Dunia via layanan digital, seperti Internet dan ponsel. Berbeda dengan Electronic, Asean tak akan membuat aturan seketat PT EC. ”Karena tak ada syarat dari FIFA untuk memperketat aturan,” kata Balardy Syam, Kepala Biro Hukum AMIN. Apalagi, kata Balardy, FIFA ingin Piala Dunia ini dinikmati seluruh masyarakat di dunia.

Erwin Dariyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus