Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Rapor Merah Proyek Bedah Rumah

BPK menemukan sejumlah penyimpangan penyaluran bantuan renovasi rumah masyarakat miskin.

17 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI bangunan reot yang terletak satu setengah kilometer dari Kantor Kepala Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Mak Ica tinggal seorang diri. Perempuan yang mengaku berumur 106 tahun itu menempati rumah berukuran 4 x 7 meter yang beberapa bagiannya sudah rusak. Gentingnya banyak yang bolong dan plafon di bilik ambrol tepat di atas dipan. "Ketika hujan selalu bocor," katanya kepada Tempo, Senin dua pekan lalu. "Mak terpaksa tidur di teras rumah."

Selemparan batu dari gubuk Mak Ica, lima orang tukang tampak sibuk membangun rumah milik Ciong, 60 tahun, yang mendapat bantuan Rp 15 juta. "Itu dua rumah, (milik) saya dan menantu," katanya. Dibantu petugas komando rayon militer, Ciong merombak habis tempat tinggalnya dari rumah panggung berdinding bilik menjadi rumah tapak berdinding batako dan gipsum.

Mak Ica dan Ciong adalah dua dari puluhan penduduk Desa Nagrak yang mendapat Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya dari Kementerian Perumahan Rakyat. Program yang bergulir sejak 2006 ini membantu dana masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun rumah baru atau memperbaiki rumah yang ada sehingga layak huni.

Sejak 2012, bantuan ini disalurkan langsung ke rekening masyarakat miskin senilai Rp 6 juta untuk perbaikan rumah dan Rp 11 juta untuk pembangunan rumah baru. Pada 2013 dan 2014, nilainya naik menjadi Rp 7,5-15 juta tergantung kerusakan rumah. Di daerah tertentu, seperti Provinsi Papua, nilainya lebih besar, maksimal Rp 30 juta. Pemerintah mengharuskan masyarakat penerima bantuan membelanjakan seluruh dana bantuan itu untuk bahan bangunan.

Dalam tiga tahun terakhir, dana yang digelontorkan negara untuk program ini telah mencapai Rp 3 triliun. Pada 2012, dana yang disalurkan Rp 1,6 triliun untuk sekitar 250 ribu rumah. Tahun berikutnya naik menjadi Rp 1,8 triliun untuk sekitar 225 ribu rumah. Pada 2014, Kementerian Perumahan akan menyalurkan Rp 1,9 triliun untuk 180 ribu rumah. Selanjutnya ditargetkan 500 ribu rumah akan dibiayai pada 2015.

Namun belakangan program ini menuai masalah dalam pelaksanaan di lapangan. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah penyimpangan setelah melakukan uji petik atas penyaluran dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam laporan audit anggaran Kementerian Perumahan Rakyat 2012 yang dilansir Mei 2013, BPK mencatat ada 31 penerima bantuan di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, dan dana bantuan yang dicairkan mencapai 50 persen senilai Rp 93 juta. Menurut temuan auditor, dari bantuan itu ternyata dipotong lima persen oleh tenaga pendamping masyarakat dengan dalih biaya administrasi sebesar Rp 4,65 juta.

BPK juga menemukan kejadian serupa di Desa Tulus Besar, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Nilai potongan sebesar Rp 200 ribu per penduduk miskin. Walhasil, sejumlah temuan itu membuat BPK mengganjar opini wajar dengan pengecualian untuk laporan keuangan kementerian yang dipimpin pengusaha properti Djan Faridz ini.

Temuan BPK itu bukan isapan jempol semata. Di lapangan, Tempo mendapat informasi terjadi praktek sunat-menyunat dana Bantuan Stimulan. Seorang warga Nagrak yang enggan ditulis namanya mengaku tidak utuh menerima bantuan perbaikan rumah. "Ditahan Rp 500 ribu," ucapnya. Beberapa warga juga mengaku dana bantuan dipotong dalam jumlah yang sama.

Kepala Urusan Pembangunan Desa Nagrak Yudi Cahyadi menyangkal ada pemotongan. Dia meyakinkan pemotongan tidak mungkin terjadi karena uang disalurkan langsung dari rekening penyalur ke rekening masyarakat di bank. "Selain itu, tenaga pendamping sudah digaji oleh Kementerian Perumahan Rakyat," katanya.

Kendati dibantah, praktek liar pemotongan uang bantuan telah memakan korban di Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Kejaksaan negeri setempat mengusut kasus pemotongan dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.

"Ada beberapa masyarakat yang terdaftar dalam SK penetapan (2012) menerima, tapi sama sekali tidak menerima. Ada yang menerima tapi tak sesuai dengan nilai yang diberikan," ujar Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Sampang Sucipto.

Langkah kejaksaan membongkar kasus ini makin mantap setelah memperoleh kejelasan tentang dana Bantuan Stimulan dari Deputi Bidang Perumahan Swadaya Kementerian Perumahan Rakyat Jamil Ansari saat acara peresmian pondok pesantren di Sampang, Januari lalu.

Jamil menjelaskan tetek-bengek Bantuan Stimulan setelah seorang tokoh masyarakat menyinggung soal pemotongan dana tersebut di wilayah itu. Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz juga hadir ketika itu. "Tangkap, Pak Jaksa, yang melakukan itu. Itu makan uang rakyat," kata Sucipto mengingat dukungan Jamil. Tak beberapa lama berselang, Sunarto Wirodo, anggota lembaga swadaya masyarakat yang bertugas menjadi koordinator bantuan masyarakat, ditetapkan sebagai tersangka.

Bukan hanya soal pemotongan jatah warga penerima, program bantuan untuk masyarakat miskin ini juga tercoreng oleh kabar adanya "uang pelicin" kepada pejabat pusat. Sumber Tempo mengatakan pemberian uang itu terjadi saat Tim Koordinasi Pelaksanaan Pertimbangan Papua terbang ke Bintuni, Papua Barat, pada 2012.

Menurut dia, salah satu anggota rombongan adalah Tubagus Robby Budiansyah, menantu Djan Faridz yang juga tercatat sebagai anggota staf ahli Menteri Perumahan Rakyat. Setumpuk foto dokumentasi kedatangan rombongan itu di bandar udara diperoleh Tempo.

Belakangan, muncul informasi tak sedap soal kunjungan tersebut. Bukan cuma soal akomodasi rombongan selama di Bintuni yang difasilitasi pemerintah setempat, melainkan juga soal "bingkisan" uang pelicin diterima salah satu anggota rombongan. "Uang Rp 460 juta diberikan oleh pejabat setempat," tutur sumber tadi.

Menurut dia, pemberian uang bertujuan agar Provinsi Papua Barat mendapat bantuan 2.000 unit rumah. "Namun hingga sekarang bantuan itu tak kunjung terealisasi," ujarnya.

Robby tidak mau berkomentar soal tuduhan itu. Menteri Djan membenarkan kabar bahwa sang menantu tercatat sebagai anggota staf ahlinya. "Dia membantu saya membuat Power Point," katanya saat berkunjung ke kantor Tempo, Kamis dua pekan lalu.

Namun Djan menyangkal ada anak buah kementerian yang menerima uang pelicin dari proyek Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya. "Kalau ada yang 'bermain' pasti bisa dengan mudah dilaporkan ke saya," ujarnya. "Nomor telepon seluler saya diketahui banyak orang."

Menurut Menteri Djan, tidak ada proyek Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Papua pada 2012. "Proyek ini baru dimulai tahun lalu."

Djan juga mengaku tidak sependapat dengan temuan BPK yang menyebutkan ada pemotongan uang bantuan. Menurut dia, mekanisme pengucuran bantuan telah dibuat untuk mengantisipasi praktek-praktek liar itu. "Pemotongan itu enggak ada karena enggak ada caranya," ujarnya.

Kendati Menteri Djan menyangkal, soal temuan sunat-menyunat uang bantuan perumahan bukan soal sepele. Sebab, dalam rekomendasinya, BPK menyebutkan Kementerian Perumahan Rakyat meski mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran negara dalam proyek tersebut.

Martha Tertina (Jakarta), Mustofa Bisri, Eko Widianto (Jawa Timur)


Rekomendasi BPK

1. Mempertanggungjawabkan belanja bantuan sosial dan mengembalikan dana yang tidak tersalurkan Rp 168,69 miliar.

2. Segera menagih kelebihan pembayaran dari rekanan.

3. Memberikan sanksi kepada tenaga pendamping, unit pengelola kegiatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang terlibat.

4. Melaksanakan mekanisme penyaluran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya sesuai dengan Peraturan Kementerian Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2011.

5. Menagih pendapatan bunga yang tidak diberikan BRI Rp 466,35 juta.

6. Memperingatkan pejabat pembuat komitmen yang menyalurkan dana Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya tak sesuai dengan ketentuan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus