Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rawan Konflik, Serikat Pekerja Perhutani Tolak SK KLHK Soal Hutan Jawa

SK KLHK itu mengatur hutan negara yang berlokasi di Jawa di bawah Perhutani akan diambil alih untuk dikelola secara khusus.

29 Mei 2022 | 15.00 WIB

Pegawai Perhutani menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu, 18 Mei 2022. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Pegawai Perhutani menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu, 18 Mei 2022. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) menyatakan menolak Surat Keputusan (SK) Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat rawan berbagai konflik. SK bernomor 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 itu mengatur hutan negara yang berlokasi di Jawa di bawah Perhutani akan diambil alih untuk dikelola secara khusus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sekretaris Jenderal Sugito SP2P Sugito mengatakan penetapan kebijakan ini tidak diikuti oleh kesiapan Kementerian LHK untuk membuat aturan tata-kelola kawasan hutan dengan pengelolaan khusus. Selain itu, KLHK dianggap tidak menyiapkan fase tahapan atau transisi yang jelas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Tanpa penyiapan pemahaman kepada pihak yang berpotensi menjadi subjek pengelola KHDPK tentang pemulihan hutan,” katanya dalam keterangan tertulis, Ahad, 29 Mei 2022.

Tak hanya itu, serikat pekerja melihat SK ini berpotensi melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tertartikh 25 November 2020. SP2P, menurut Sugito, setiap hari memiliki kegiatan di Hutan Jawa bersama masyarakat setempat. Kegiatan itu meliputi penyemaian benih pohon, penanaman jati, penanaman pinus, perawatan pohon, dan peningkatan manfaat ekonomi hutan dan kawasan hutan bagi masyarakat desa hutan.

Berdasarkan SK KLHK, hutan negara yang berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten memiliki luas 1.103.941 hektare. Adapun KHDPK akan mengurangi wilayah kelola Perum Perhutani yang terdiri atas hutan produksi seluas 638.649 hektare (58 persen) dan hutan lindung seluas 465.294 (42 persen).

Penetapan KHDPK bertujuan untuk pengembangan perhutanan sosial, penataan kawasan hutan Jawa dalam rangka pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan atau pemanfaatan jasa lingkungan. Senada dengan Serikat Pekerja Perhutani, perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Blora juga meminta agar SK KLHK tentang KHDPK ditinjau ulang lantaran rawan konflik.

Perwakilan tersebut berharap pemerintah menunda pelaksanaan SK. Musababnya saat ini, ketika SK beredar, kelompok tertentu sudah melakukan klaim atas kawasan hutan dengan memasang patok patok. Padahal, ada masyarakat lokal di bawah naungan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang terlibat dalam kerja sama pengelolaan hutan bersama Perhutani. 

Sebelumnya, Ketua Rimbawan Padepokan Bulaksumur atau Keluarga Alumni Gadjah Mada di Perhutani, Joko Sunarto, mengatakan terjadi keresahan di kelompoknya terhadap implementasi KHDPK.

"Luas 1,1 juta hektar apakah siap dikelola pihak lain? Kalau terjadi kekosongan pengelola, dikhawatirkan ada pendudukan kawasan hutan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Joko.

Menurtu dia, sejak SK KHDPK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbit dan viral, ada beberapa pihak yang mencoba masuk kawasan hutan dengan memasang patok-patok secara sepihak. Mandor, mantri, dan asper pun harus berjibaku menghadapi itu. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus