Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Revolusi kedua

Jaya suprana, presdir jamu jago (jj) meluncurkan produk baru: kosmetik dan farmasi. ultah jj ke-70 ditandai lomba aneh, 19 anak diatas satu sepeda. jj adalah bisnis, budaya dan kemasyarakatan.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELIHAT ibunya meracik bahan jamu, Poa Tjong Kwan berpikir keras. Anak muda ini menilai, cara konvensional yang dilakukan ibunya itu tidak praktis. Bahan baku jamu, berupa dedaunan dan akar, bila dijual begitu saja akan merepotkan pembeli. Lalu muncul gagasan untuk meracik jamu dalam jumlah besar. Tepatnya, memproduksi secara masal. "Revolusi" pertama inilah yang melahirkan "Djamoe Djago". Sabtu pekan lalu ulang tahunnya yang ke-70 diperingati secara besar-besaran di Hotel Patrajasa, Semarang. Dan seperti biasa ada kejutan. Kali ini lewat kontes Jamu Jago (JJ) dicetak prestasi baru: 19 anak dan pemuda beramai-ramai naik ke atas satu sepeda, yang meluncur sejauh 200 meter. Rekor lama dibuat Jepang dengan 16 penumpang dan cuma mencapai 50 meter. Dan apa kata bos JJ? "Jamu Jago bukan sekadar barang dagangan, tapi memiliki makna ganda: bisnis, budaya, dan kemasyarakatan," demikian Jaya Suprana, Presiden DirekturJJ yang selalu punya ide untuk kontes aneh-aneh itu. Jaya Suprana -- yang semula lebih terkenal sebagai musisi dan tak disiapkan untuk duduk di pucuk pimpinan Jamu Jago -- tiba-tiba pada tahun 1972 dipanggil pulang dan Jerman Barat. Ternyata, ia ditugasi ayahnya, Lambang Suprana, untuk menjabat direktur pemasaran JJ. Ia tak bisa menolak -- ayahnya termasuk pemegang saham di JJ. Sepuluh tahun kemudlan Jaya resmi diangkat menjadi Presdir JJ yang kini memiliki enam lokasi industri satu di Solo -- seluas 4 hektar. Di bawah kepemimpinannya, JJ -- dengan 1.500 karyawan -- tampil lebih meyakinkan. JJ mencoba berbagai sarana promosi, baik nasional maupun internasional, termasuk lomba-lomba aneh, seperti kontes siul, kontes orang kate, sayembara kartun. Sejumlah tanda penghargaan internasional diterima JJ, di antaranya dari Trade Leader's Club (Spanyol) dan International Institut pour le Selection de la Qualite (Belgia). Seiring dengan itu "asset" JJ dari tahun ke tahun makin membengkak. Omset JJ diperkirakan mencapai puluhan milyar rupiah setahunnya -- 10 sampai 20 persen digunakan untuk promosi. Tak cuma itu. Si Jago mengembangkan divisi Farmasi dan divisi Kosmetik. Lebih dari 150 jenis jamu mulai dari Pegal Linu, Galian Singset, Sari Rapat, sampai obat kuat dipasarkan ke berbagai penjuru tanah air. Sementara itu, produk farmasi, antara lain dupa, diekspor ke Malaysia dan Selandia Baru. Malaysia, sebagai pasar jamu yang kuat, setiap bulannya membeli jamu tidak kurang dari Rp 200 juta. Dari negara ini pula kebutuhan jamu untuk Serawak, Sabah, Brunei, dan Muangthai dipasok. Yang sekarang sedang dijajaki adalah Belanda. "Hambatan jamu di tingkat internasional adalah ketidakpraktisan dan rasanya," tutur Jaya Suprana. Maka, lahirlah "revolusi" kedua. "Tahun ini JJ akan mengeluarkan produk baru yang praktis dan universal rasanya, biar orang asing mau minum Jamu. Tunggu saja nanti," tambahnya optimistis. Sejalan dengan itu, mesin-mesin pengolah modern secara bertahap didatangkan dari Taiwan dan Inggris. Mekanisasi memang satu keharusan karena persaingan di antara perusahaan Jamu saat ini cukup ketat. Tercatat sekitar 350 pabrik jamu besar dan kecil bernaung di bawah Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GPJI). Ada tujuh perusahaan yang punya pangsa pasar besar: Air Mancur, Nyonya Meneer, Jago, Sido Muncul, Mustika Ratu, Sari Ayu, dan Jamoe Ibu. Kebanyakan perusahaan jamu dikelola oleh "orang dalam", tapi JJ sebaliknya sudah lama menerapkan prinsip manajemen terbuka, tepatnya setelah tongkat komando diserahkan Poa Tjong Kwan alias TK Suprana pada Anwar Suprana, 1936. Anwar, yang sebenarnya lebih suka foya-foya itu, secara menakjubkan, mendobrak tradisi one man show dengan merekrut sejumlah mitra kerja. Adik-adiknya diserahi tanggung jawab mengelola JJ. Perusahaan lalu berkembang pesat. Sekitar akhir tahun 1940, dari Wonogiri pusat kegiatan dipindahkan ke Semarang. "Selain lebih efektif, kota itu strategis, terletak antara Jakarta dan Surabaya," kata Jaya Suprana. Belakangan masuk ke Solo. Aspek bisnis bagaimanapun tetap nomor satu. Namun, agaknya JJ -- seperti yang dilakukan sejumlah perusahaan terkemuka lainnya -- merasuk ke bidang kegiatan yang tak hubungannya dengan usahanya. Antara lain memberikan penyuluhan KB, PKK, beasiswa, dan olah raga (angkat besi, tinju, binaraga, dan angkat berat). Yusroni Henridewanto (Jakarta) dan Nanik Ismiani (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus