IA terbahak ketika ditanya apa topik pidato pengukuhannya sebagai guru besar. "Tentang main-main air di comberan," katanya. Apa pentingnya permainan itu? "Karena ibu melarangnya, dan kita biasanya menurut," katanya lagi, terbahak lebih keras. Tapi Dr. Satrio Boedihardjo Joedono, 47 tahun, yang Sabtu pekan lalu dikukuhkan menjadi guru besar ekonomi Universitas Indonesia, sesungguhnya tidak memulai pidatonya yang berjudul Pengendalian Eksternal Peri Laku dalam Teori Organisasi dengan, "main-main air di got." Namun, dalam upacara di Aula Universitas Indonesia, Salemba -- yang dihadiri ekonom terkemuka Prof. Sumitro Djojohadikusumo -- gurauan Joedono tentang larangan ibu menjadi serius. Dengan contoh itu ia ingin mengetengahkan sebuah aspek peri laku, yang dalam teori organisasi dikenal sebagai kendali eksternal. Pengertiannya, seperti pada larangan main-main di got tadi: sikap yang dipengaruhi faktor luar. Peri laku ini merupakan salah satu kajian dasar dalam sosiologi. Di sini Joedono, yang ahli ekonomi perusahaan itu, memang lebih banyak bicara tentang masalah masyarakat ketimbang masalah perekonomian. Di bagian awal pidatonya, Joedono mulai dengan teori kekuasaan -- sebagai bentuk paling kongkret dari pengendalian eksternal peri laku -- dari sosiolog kenamaan Max Weber. Weber memecah pengendalian ekstern menjadi yang tidak sehat dan yang sehat. Pengendalian yang tidak sehat adalah kekuasaan, sementara yang sehat berkembang menjadi kewenangan yang diakui alias dilegitimasi. Kendati mengutip Weber, Joedono tidak meninggalkan bidang ekonomi perusahaan dan administrasi negara yang merupakan keahliannya. Hampir semua pandangannya bisa ditafsirkan pula sebagai permasalahan manajemen dalam skala kecil. Ia mempertanyakan: Kondisi obyektif apa yang mempengaruhi kendali eksternal? Ia kemudian mengacu ke teori psikologi sosial, khususnya teori Daniel Katz dan Robert Kahn. Yang terpenting dari teori Katz dan Kahn yang dikutip Joedono adalah: pengendalian -- atau instruksi akan berhasil apabila dasar-dasarnya mampu mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan masyarakat yang menjadi target. Di samping itu, masih ada tiga kondisi obyektif lainnya: tingkat kewenangan lembaga yang mengeluarkan instruksi ketegasan perintah dan adanya sanksi. Dari sini Joedono maju selangkah lain mendekati masalah manajemen, dengan mengetengahkan pendapat ahli organisasi Rosabeth Moss Kanter. Ia khususnya menekankan pandangan Kanter tentang kegagalan pengendalian pada organisasi dan perusahaan, akibat struktur organisasi di lingkaran pengambil keputusan. Agaknya bukan kebetulan Joedono mengemukakan kritik Kanter. Konsep lingkaran elite di sekitar pemimpin, pada kenyataannya, banyak diadaptasi organisasi maupun perusahaan di negeri ini. Sejumlah jabatan sudah sangat kita kenal: pejabat senior, staf ahli, staf direksi, dan pembantu khusus. Pos-pos ini -- termasuk pos pemimpin rawan informasi dan rawan dukungan. "Karena tidak berfungsi secara struktural dalam organisasi, jajaran staf tidak mendapat dukungan dan informasi dari bawah," ujar Joedono. "Sementara itu, di lingkaran pengambil keputusan, para asisten biasanya mendapat tugas administratif yang rutin dan membosankan." Lingkaran staf ini membuat pengambil keputusan terisolasi dari kenyataan-kenyataan operasional. Keadaan seperti ini, menurut Kanter, potensial dalam melahirkan diktator, juga lingkaran yes men di sekitarnya. Menyuruk lebih dalam, Joedono mengkaji aspek-aspek peri laku yang mendukung berlakunya kendali eksternal. Dalam konteks ini, kendali eksternal tidak lagi berarti pengendalian atasan terhadap bawahan. "Pengendalian bisa diartikan sebaliknya, pengaruh bawahan terhadap atasan," Joedono menyimpulkan. Ia mengetengahkan pandangan Sosiolog David Mechanic, pengritik teori-teori Max Weber. Juga kesimpulan peneliti Prancis, Michel Crozier. Mechanic melihat bagaimana ketidakmampuan dalam hal teknis bisa mengakibatkan ketergantungan atasan pada bawahan. Sementara itu, Crozier melihat keadaan yang serba tidak pasti sebagai penyebab berkuasanya kendali eksternal. Dan Joedono menampilkan contoh populer: ketergantungan bos pada bawahannya bahkan sekretarisnya. "Semakin besar kemampuan bawahan itu menguasai segi teknis yang kecil-kecil, semakin besar ketergantungan atasan kepadanya," ujar Joedono. Mechanic dan Crozier pada pengamatan Joedono menemukan sebuah kenyataan yang sering dimanfaatkan untuk menjalankan pengendalian ekstern. Kendati ini siasat yang mungkin jitu dalam memperjuangkan kepentingan kelompok dalam perusahaan, Joedono menilainya sebagai tidak sehat. Dia mengambil contoh bagaimana seorang manajer lapangan bisa terdesak, karena operator mesin menolak mengatasi kemacetan. Akibatnya, si manajer akan bergantung pada operator. Di sisi lain, atasan sering membangkitkan kesan, karier dan promosi bawahan bergantung padanya. Keadaan tidak pasti yang meliputi bawahan akan membuat dia jadi patuh. "Ketidakpastian adalah lambang kelemahan, " ujar Joedono, "dan kelemahan adalah kunci yang potensial untuk menjalankan pengendalian." Agaknya bukan kebetulan Joedono memulai pidatonya dengan larangan seorang ibu. Itulah dasar kendali eksternal yang paling sehat, ditaati karena diyakini kebenarannya. Jim Supangkat & Teguh P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini