Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Masyita Crystallin, menyatakan utang Pemerintah Indonesia masih aman dan terjaga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini menanggapi kabar Indonesia masuk ke dalam 10 negara dengan pendapat kecil-menengah yang memiliki utang terbanyak berdasarkan Statistik Utang Internasional 2021 keluaran Bank Dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan itu menyebutkan jumlah utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 402,08 miliar atau sekitar Rp 5.940 triliun (kurs Rp 14.775 per dolar) di tahun tahun 2019. Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 setelah Cina, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki.
"Data ini adalah data utang luar negeri total, termasuk swasta. Kalau melihat dari sisi porsi utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan," ujar Masyita dalam keterangan tertulis, Rabu, 14 Oktober 2020.
Alasan pertama, kata Masyita, porsi utang valuta asing yang pada 31 Agustus 2020 mencapai 29 persen, masih terjaga. Sehingga, risiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik.
Alasan kedua, ujar dia, profil jatuh tempo utang Indonesia juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun per Agustus 2020 dari sebelumnya 8,4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. "Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang," kata Masyita.
Untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, Masyita berujar pemerintah melakukan strategi aktif, meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan.
Pemerintah juga, kata dia, tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor ritel dari rakyat Indonesia sendiri, antara lain dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, serta pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN. "Ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri," ujar Masyita.