JOSEF Rodenstock selalu belajar sesudah selesai bekerja siang
hari. Dia rajin membaca, mendidik dirinya sampai bisa membuka
usaha kacamata di Wurzburg, suatu kota kecil Jerman. Di situ
pertama kali dibikin orang kacamata berikut bingkainya.
Minggu lalu, seratus tahun kemudian, cucunya (Rolf) dan cicitnya
(Randolf) berada di Jakarta mempromosikan usaha optik yang
dirintis oleh kakek Josef. Usaha mereka kini demikian besar
hingga nama Rodenstock sudah berdering di seantero dunia.
Rodenstock disukai karena hebat kwalitasnya, tapi dikenal juga
karena tinggi harganya.
"Banyak saingan kami sekarang", kata Prof. Dr. Rolf Rodenstock
pada TEMPO. "Ada sekitar 60 sampai 70 perusahaan di dunia
seperti kami punya".
Berpusat di Munich, Optische Werke G. Rodenstock kini
mempekerjakan 6000 orang. Cabang produksinya bertebaran di
Chili, Argentina, Austria, Perancis, Italia, Amerika dan Puerto
Rico. Sekitar 15 juta lensa dihasilkannya setahun, dengan 25.000
macam kombinasi lensa. Banyak pula model bingkai kacamata yang
dibikinnya, mengikuti selera konsumen dari tahun ke tahun.
"Ini adalah pekerjaan sulit, meminta keahlian tinggi", katanya
secara tidak langsung menjawab pertanyaan kenapa dia tidak
melihat kemungkinan membuka pabrik di Indonesia. "Untuk
pemasaran, Indonesia memang baik".
Rodenstock Palsu
Dari agen tunggalnya di Jakarta, C.V. Timur Raya, Rolf rupanya
mendengar bahwa merek Rodenstock di sini sudah merupakan lambang
status. Apalagi bagi banyak orang kaya baru yang memilih segala
yang termahal. Tapi dua tahun lalu, Rodenstock palsu memasuki
pasaran Indonesia, menawarkan harga lebih murah. Konsumen awam
tidak akan bisa membedakan palsu atau tidak. Akibanya,
Rodenstock tulen kini pun sudah disangsikan.
Rolf mengambil alih perusahaan dari ayahnya (Alexander) pada
tahun 1953. Semula, ayahnya mewarisi perusahaan dari kakek Josef
pada tahun 1932. "Kami bermaksud mempertahankan ini sebagai
perusahaan keluarga, tidak akan menjadikannya sebagai perseroan
terbatas", kata Rolf. Anak lelakinya, Randolf, tampaknya sedang
dipersiapkan sebagai pengganti. Mengikuti ayahnya dalam
perjalanan keliling ini, Randolf mungkin perlu menunggu 20 tahun
lagi. Rolf yang sudah 60-an kelihatan masih segar.
Perusahaan keluarga masih banyak di Jerman. Tapi tinggal sedikit
seperti Rodenstock ini yang berusia 100 tahun. apalagi yang
mengimbangi omzetnya sebesar DM 400 juta setahun. "Omzet DM 400
juta setahun tidak besar di Jerman", kata Rolf. "Banyak lainnya
beromzet dalam bilangan milyar mark".
Besar atau sedang, Rodenstock menempati urutan ke-250 dalam
daftar perusahaan di Jerman Barat. "Kalau bepergian ke luar
negeri", komentar seorang pejabat EKONID, persatuan pengusaha
Indonesia dan Jerman, "dia dipandang sebagai dutabesar". Dengan
kacamata, tentunya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini