Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mata uang rupiah ditutup melemah tipis 1 poin pada Selasa, 3 September 2024. Deresiasi kurs sudah terjadi sejak pembukaan perdagangan hari ini yang tercatat pada level 15.526 terhadap dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah diprediksi bergerak naik turun pada Rabu, 4 September 2024. “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang 15.450 - 15.550 per dolar AS," ujarnya dalam analisis rutinnya, Selasa, 3 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari sisi eksternal menurut Ibrahim dolar AS menguat. Saat ini perhatian investor beralih ke laporan pekerjaan AS yang akan datang yang diharapkan pada akhir minggu. Laporan dianggap akan memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan moneter bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed). "Terutama setelah Ketua The, Fed Jerome Powell, mengisyaratkan perubahan dari fokus pada inflasi menjadi pencegahan kehilangan pekerjaan," kata dia.
Saat ini, Ibrahim melanjutkan, ada peluang 33 persen untuk pemotongan suku bunga acuan AS sebesar 50 basis poin pada September, dengan pengurangan seperempat poin diharapkan sepenuhnya. Peluang lebih rendah dari minggu sebelumnya yang sebesar 36 persen. Pasar telah mengantisipasi pengurangan suku bunga hanya 25 basis poin.
Dalam beberapa kesempatan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meramal suku bunga acuan AS bakal turun dua kali pada akhir 2024. Karena itu, hingga akhir tahun, BI memprediksi nilai tukar bakal stabil berada pada rentang 15.700-16.100 per dolar. Selain karena ekspektasi pelonggaran moneter, Perry optimistis kurs akan terus menguat salah satunya karena cadangan devisa yang meningkat. Pada juli mencapai US$ 145,4 miliar. “Ini lebih dari cukup untuk kami terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah,” kata dia.
Perkiraan stabilisasi mata uang ini berdasarkan penilaian terhadap fundamental. Indikator pertama, menurut dia, karena adanya penurunan suku bunga AS atau fed fund rate (FFR) tahun ini. Kedua adalah kondisi makro ekonomi Indonesia yang membaik seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Lalu imbal hasil SBN dan SRBI terus menarik.