Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

S&P Yang Baik Hati

25 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yopie Hidayat*

Dalam keadaan normal, respons pasar biasanya terukur dan rasional.?Maka ketika lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor's (S&P), mengumumkan perbaikan outlook Indonesia dari stabil ke positif, Kamis pekan lalu, reaksi pasar tenang saja. Indeks harga saham gabungan (IHSG) beringsut naik 0,387 persen-kisaran yang lazim terjadi pada hari-hari biasa. Kurs tengah rupiah juga hanya bergerak dari angka 13.150 per dolar Amerika Serikat (Kamis, 21 Mei) menjadi 13.136 keesokan harinya.

Maklumlah, memang tak ada yang istimewa dengan perbaikan outlook itu. S&P juga hanya menaikkan outlook seraya tetap mematok peringkat Indonesia di BB+. Dua lembaga pemeringkat internasional yang lain, Moody dan Fitch, bahkan sudah lama mengganjar Indonesia dengan peringkat yang satu setrip lebih tinggi.

Berbeda dengan gaya pasar yang kalem, respons para pembuat kebijakan sungguh bersemangat. Lekas-lekas mereka menegaskan bahwa perbaikan outlook itu sungguh melegakan dan pertanda optimisme komunitas internasional terhadap ekonomi Indonesia masih menyala.

Sudah cukup lama memang berbagai sentimen negatif menghujani pasar keuangan Indonesia. Misalnya keraguan tentang kredibilitas anggaran karena melesetnya penerimaan pajak. Yang juga mencemaskan adalah kisruh rencana kenaikan harga bahan bakar minyak, yang akhirnya batal pada menit-menit terakhir, dua pekan lalu.

Hingga kini masih tak jelas: kalau harga batal naik, apakah Pertamina yang sukarela menanggung rugi? Kita tahu, pemerintah sudah menghapus subsidi BBM kecuali untuk solar. Dalam pengumuman tentang rencana kenaikan harga yang batal itu, Pertamina sempat menyebutkan bahwa harga keekonomian Bio Solar adalah Rp 9.200. Dengan subsidi Rp 1.000 per liter, seharusnya harga Bio Solar di pompa bensin adalah Rp 8.200. Dari sini, anak sekolah dasar pun dapat menghitung ada selisih Rp 1.300 per liter karena harga jualnya masih Rp 6.900. Entah siapa yang akan menanggung selisih itu.

Menimbang karut-marut itu, S&P sungguh berbaik hati bersedia menaikkan outlook Indonesia. S&P tampaknya benar-benar optimistis bahwa kelesuan ekonomi yang tampak jelas selama kuartal I 2015 bakal teratasi dalam 12 bulan ke depan karena berbagai kebijakan pemerintah mereka anggap sudah tepat.

Pasar mungkin tak seoptimistis S&P, sehingga tak terlalu bersemangat. Cuma, ada sinyal lain dari notulen pertemuan pimpinan The Federal Reserve (The Fed), yang beredar Senin pekan lalu. Di notulen itu, pasar membaca betapa para pemimpin The Fed belum berniat menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Artinya, ancaman pada rupiah mengendur. Sebab, naiknya suku bunga dolar akan membuat harga dolar turut melonjak, memelorotkan nilai rupiah.

Pasar saham di seluruh dunia juga gembira, termasuk bursa kita. Harapan pasar, Ketua The Fed Janet Yellen akan mempertegas sinyal bahwa suku bunga The Fed belum akan naik dalam pidatonya, Sabtu dinihari Waktu Indonesia Barat, selepas tenggat penulisan artikel ini. Jika Yellen benar-benar menyampaikan sinyal itu, bursa saham di seluruh dunia bakal melanjutkan pesta ceria.

*) Kontributor Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus