Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Saat Negosiasi Gaji, Perhatikan Apa yang Bisa Membuat Kita Unggul

Persoalan gaji Rp 8 juta sempat menjadi perbincangan hangat di dunia maya beberapa waktu lalu. Ingin gaji tinggi, lakukan ini saat negosiasi gaji.

2 Agustus 2019 | 18.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi negosiasi gaji. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Belum lama ini sempat viral sebuah unggahan di media sosial tentang seorang lulusan baru atau fresh graduate yang menolak diberi gaji Rp 8 juta. Sebab, ia merasa dirinya merupakan lulusan salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Ia menyatakan level kampusnya adalah untuk perusahaan luar negeri. “Kalo lokal mah oke aja, asal harga cucok." Begitu yang antara lain ditulis calon pekerja itu di akun media sosialnya.

Kehebohan itu memancing perhatian seorang pengusaha properti, Fithor Muhammad. Ia menantang memberi gaji Rp 20-30 juta bagi lulusan baru (fresh graduate) di perusahaannya. "Sah-sah saja seseorang menghargai dirinya dengan gaji yang besar. Masalahnya, yang bersangkutan capable atau enggak?” kata Fithor lewat keterangan tertulis, akhir pekan lalu.

Standar gaji tiap perusahaan tentu berbeda-beda. Sejumlah sumber di Internet menunjukkan angka tertinggi gaji seorang pekerja lulusan baru di Indonesia adalah Rp 10 juta. Menurut data Badan Pusat Statistik, lulusan perguruan tinggi dengan jam kerja 35-44 jam sepekan rata-rata berpenghasilan Rp 5.060.039 per bulan.

Dalam dunia kerja, semua orang tahu, gaji bisa dinegosiasikan. Seorang pekerja bisa memberi “nilai” bagi dirinya sendiri sehingga merasa berhak mendapatkan nilai tertentu. Hal yang terpenting dalam negosiasi gaji, menurut psikolog industri dan organisasi Dian Puty Oscarini, lulusan baru harus menunjukkan kelebihannya dibanding pelamar lain.

Dalam kasus calon pekerja yang viral tersebut, menurut Dian, ada kemungkinan orang itu merasa layak menerima penghasilan lebih karena memiliki nilai indeks prestasi kumulatif yang tinggi atau pernah berprestasi di suatu bidang. Namun, ia melanjutkan, ada kemungkinan pula ia hanya sedang menggertak. “Tapi susah, ya (menilainya), karena di media sosial anonimitasnya tinggi,” kata Dian saat dihubungi Tempo, Senin 29 Juli lalu.

Ia mengaku belum pernah menemukan lulusan baru universitas yang seperti ini saat proses rekrutmen kerja. “Orang lain yang lebih berprestasi takkan seperti ini.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus