Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Saham Perusahaan Konstruksi Tumbuh Positif di 2018

Saham konstruksi mendapat angin segar di 2018 ini. Komitmen pemerintah untuk membangun infrastruktur mulai memberi dampak positif.

30 Januari 2018 | 12.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja tengah menyelesaikan pembangunan tol Becakayu kawasan Kalimalang, Jakarta, 7 November 2017. Saat ini, kontraktor yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk, sedang merampungkan Seksi 1A mulai dari Kampung Melayu-Cipinang Muara, sepanjang 3,5 kilometer. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Saham konstruksi mendapat angin segar di 2018 ini. Komitmen pemerintah untuk membangun infrastruktur mulai memberi dampak positif. Beberapa proyek diketahui akan rampung pada tahun ini, sehingga beberapa perusahaan konstruksi segera mendapat modal baru untuk membiayai proyek lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak 2015-2019, pemerintah mengalokasikan total belanja infrastruktur sebesar Rp 1,375 triliun. Dana tersebut naik cukup signifikan jika dibandingkan dengan alokasi belanja sejak 2005-2014 yang hanya sebesar Rp 921 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah menganggarkan belanja infrastruktur Rp 410,7 triliun yang akan dipakai untuk membangun 865 km jalan baru, 25 km jalan tol, 8.695 km jembatan, pembangunan bandar udara di 8 lokasi dan pembangunan jalur kereta api.

"Perusahaan konstruksi milik negara akan mendapat keuntungan dari program pemerintah tersebut," kata Analis Bahana Sekuritas Ricky Ho. Ia merekomendasikan saham BUMN konstruksi yang positif antara lain PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan dan PT Adhi Karya.

Bahana menilai kinerja Waskita akan semakin melaju dalam tahun ini, karena perusahaan berkode saham WSKT ini akan mendapat modal baru dari pembayaran proyek LRT yang ada di Sumatera Selatan sebesar Rp 10 triliun dan pembayaran sebesar Rp 6,1 triliun dari proyek Jaringan Transmisi Sumatera yang telah selesai dikerjakan. Sehingga perseroan memiliki ruang lebih besar untuk mengerjakan proyek-proyek baru.

WSKT melalui anak usahanya Waskita Toll Road (WTR) juga berencana melakukan divestasi atas seksi Trans Java yang diperkirakan akan selesai dikerjakan pada tahun ini. Ada beberapa cara yang akan ditempuh oleh Waskita yakni menjual seluruh atau satu persatu jalan tol yang dikerjakan secara langsung kepada investor, atau menyatukan jalan tol milik WTR dengan milik Jasa Marga baru kemudian melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO), namun bisa juga WTR langsung menjajaki IPO atau melakukan right issue.

''Kemungkinan terbesar jalan yang akan diambil adalah pilihan pertama dan kedua, dengan perkiraan perolehan dana sekitar Rp 4 triliun - Rp 4,9 triliun,'' ujar Ricky. Ia menyarankan membeli dengan target harga Rp 3.500/lembar.

Anak usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) ini merekomendasikan beli saham Wijaya Karya dengan target harga Rp 2.200/lembar karena perseroan banyak terlibat dalam proyek pembangunan jalur kereta api, yang akan menjadikannya sebagai BUMN konstruksi untuk mengerjakan berbagai proyek kereta kedepannya.

Berdasarkan data proyek nasional, Bahana memperkirakan perusahaan berkode saham WIKA ini akan mengantongi $36,3 miliar proyek jalur kereta kedepannya, untuk seluruh Indonesia. Perseroan juga sudah memiliki tata kelola perusahaan yang kuat dengan neraca keuangan yang sehat.

PT Pembangunan Perumahan juga direkomendasikan beli dengan target harga Rp 3.500/lembar karena perseroan memiliki posisi yang kuat untuk mengerjakan proyek pelabuhan dan pembangkit listrik dengan neraca keuangan yang sehat sehingga diperkirakan margin akan membaik kedepannya. Berdasarkan perkiraan Bahana, perusahaan berkode saham PTPP ini bakal mengantongi kontrak sekitar $27 miliar untuk proyek pelabuhan dan pembangkit listrik, meski ada risiko lambatnya eksekusi proyek karena ada permasalahan PLN.

Sekuritas milik negara ini merekomendasikan beli saham Adhi Karya (ADHI) dengan target harga Rp 2.400/lembar karena masalah perseroan terkait pendanaan pembangunan LRT telah mencapai kata sepakat dengan PT Kereta Api Indonesia. Setelah pembayaran tahap pertama dilakukan pada pertengahan Januari 2018, PT KAI kedepannya akan melakukan pembayaran setiap kuartal, sesuai dengan perkembangan proyek.

ADHI juga akan membangun daerah komersial di sekitar stasiun perhentian LRT atau disebut juga Transit-Oriented Development (TOD) di 19 lokasi, sehingga akan berdampak positif bagi kinerja perseroan.

Baca berita lainnya tentang saham di Tempo.co.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus