"DARI 11 bank asing di sini, kami baru menduduki tempat ke-6,"
kata bankir Jepang itu. "Kami belum puas."
Tapi PT Bank Perdania, di mana Sakae Saito menjadi anggota
direksi, sesungguhnya minggu ini banyak alasan untuk bergembira
dalam memperingati 20 tahun beroperasi di Indonesia. Perdania
tadinya berasal dari NV Bank Pembangunan Indonesia, milik bekas
Menteri Keuangan Jusuf Wibisono dkk, yang kemudian berpatungan
dengan The Daiwa Bank Ltd. dari Tokyo.
Di atas kertas pihak Indonesia (Jusuf Wibisono, Sumanang, Zainal
Abidin dan lain-lain) menguasai 51% dari seluruh saham Perdania.
Namun adalah Daiwa dengan jaringan bisnis dan pengalaman
kerjanya yang membuat Perdania kini demikian berbobot, seperti
fakta berikut ini:
Jumlah kekayaannya (asset) tahun 1977 tercatat Rp 37 milyar,
naik dari Rp 20,9 milyar dua tahun sebelumnya. Dan bulan lalu
kekayaan naik lagi menjadi Rp 40 milyar.
Kredit yang diberikannya berjumlah Rp 19 milyar lebih sampai
akhir Juli, dibanding dengan Rp 10 milyar tahun 1975.
Keuntungan brutonya tahun lalu mencapai Rp 355,7 juta, atau
hampir Rp 100 juta di atas labanya tahun 1975. Dan akhir tahun
ini diperkirakan keuntungannya akan Rp 400 juta lebih.
Perdania merupakan satu-satunya bank patungan Indonesia dengan
modal asing di negeri ini. Melihat perekembangannya yang begitu
pesat, kalangan Perbanas akhir-akhir ini mengadakan lobby supaya
pembinaan bank swasta nasional dilanjutkan dengan cara patungan
itu. Tapi Bank Indonesia tampaknya tidak akan menambah lagi
bank campuran seperti Perdania itu. Walaupun ada unsur
nasionalnya, Perdania oleh BI disejajarkan dengan bank asing.
Sedang BI tampaknya belum bermaksud untuk menambah izin operasi
bank asing yang berjumlah 11 saja sejak 1968.
Punya Sayap
Jusuf Wibisono, Dir-Ut Perdania, dalam percakapan dengan Yunus
Kasim dari TEMPO mengenang kembali zaman 1950-an ketika bank
patungan ini dirintis dan dimulai. Untuk mengurus izinnya saja,
katanya, mereka menunggu sampai 3 tahun. Dan sesudah izin resmi
diperoleh (1956), "masih banyak masalah yang kami hadapi: Untuk
mendatangkan ahli dari Jepang, mengumpulkan pegawai-pegawai
Indonesia, menyusun tatakerja dan administrasi -- semua itu
memakan banyak waktu dan pikiran.
"Ketika Perdania mulai beroperasi (Pebruari 1958), modalnya yang
Rp 50 juta sudah kuat sekali. Malah bank-bank Belanda yang
diambil-alih ketika itu belum memiliki modal sebesar itu. Namun
keharusan menyetor modal dalam dollar dengan kurs resmi (Rp
38,50) dirasakan berat sekali, karena kurs gelap di pasaran 10
kali lebih besar.
"Kemudian modal besar itu digergoti oleh inflasi dan sanering,
1000 menjadi 1, akhirnya tinggal Rp 50.000 saja. Jumlah modal
setor itu diperbaharui Maret 1977 menjadi Rp 500 juta."
Dir-Ut Wibisono bercerita di kanto pusatnya yang megah di Jl.
Mangga Be sar, Jakarta. Perdania mempunyai cabang pembantu di
Skyline Building dan kantor kas pembantu di President Hotel
Sebagai bank asing, ia tidak dibolehkan membuka cabang di luar
Jakarta. "Sayang sekali bahwa Perdania hanya boleh berkembang
sampai di situ saja," katanya lagi. "Sedang kemampuan kami untuk
meluaskan sayap ke kota-kota lain cukup besar."
Secara tidak langsung sayap Perdania sampai juga ke kota lain
melalui PT Bank NISP, suatu bank swasta nasional sejak 1972.
"Kami sangat puas bekerjasama dengan Bank Perdania," kata
Direktur Rasjim Wiraatmadja dari Bank NISP. "Yang terang, para
nasabah Jepang besar-besar. Tanpa partner asing, mereka yang
besar itu tak mau mendekati bank swasta nasional."
Puasnya itu bertambah lagi dengan ditempatkannya beberapa ahli
Jepang di cabang Bank NISP di Semarang dan Surabaya. "Mereka
memberikan bantuan tehnik dan pengalihan tehnologi," kata Rasjim
lagi. "Tapi mereka tidak mendikte. Dengan kata lain, (kami) sama
sederajat."
Apa pula yang dirasakan Sakae Saito? Katanya, staf Jepang
kadang-kadang bisa juga marah. "Tapi setelah bicara dari hati ke
hati, semua persoalan bisa heres. Perbedaan pendapat sering
timbul tapi akhirnya kedua pihak bisa menyelesaikan. Kerjasama
Daiwa dalam Perdania umumnya lancar."
Jadi, Saito "belum puas" bukanlah karena Perdania tidak sukses,
melainkan hanya karena masih di tempat ke-6.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini