Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Saito-san Boleh Gembira

PT Bank Perdania menduduki tempat ke-6 dari 11 bank asing. bank ini makin berbobot & ingin meluaskan sayap ke kota lain, melalui PT Bank Nisp. (eb)

12 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"DARI 11 bank asing di sini, kami baru menduduki tempat ke-6," kata bankir Jepang itu. "Kami belum puas." Tapi PT Bank Perdania, di mana Sakae Saito menjadi anggota direksi, sesungguhnya minggu ini banyak alasan untuk bergembira dalam memperingati 20 tahun beroperasi di Indonesia. Perdania tadinya berasal dari NV Bank Pembangunan Indonesia, milik bekas Menteri Keuangan Jusuf Wibisono dkk, yang kemudian berpatungan dengan The Daiwa Bank Ltd. dari Tokyo. Di atas kertas pihak Indonesia (Jusuf Wibisono, Sumanang, Zainal Abidin dan lain-lain) menguasai 51% dari seluruh saham Perdania. Namun adalah Daiwa dengan jaringan bisnis dan pengalaman kerjanya yang membuat Perdania kini demikian berbobot, seperti fakta berikut ini:  Jumlah kekayaannya (asset) tahun 1977 tercatat Rp 37 milyar, naik dari Rp 20,9 milyar dua tahun sebelumnya. Dan bulan lalu kekayaan naik lagi menjadi Rp 40 milyar.  Kredit yang diberikannya berjumlah Rp 19 milyar lebih sampai akhir Juli, dibanding dengan Rp 10 milyar tahun 1975.  Keuntungan brutonya tahun lalu mencapai Rp 355,7 juta, atau hampir Rp 100 juta di atas labanya tahun 1975. Dan akhir tahun ini diperkirakan keuntungannya akan Rp 400 juta lebih. Perdania merupakan satu-satunya bank patungan Indonesia dengan modal asing di negeri ini. Melihat perekembangannya yang begitu pesat, kalangan Perbanas akhir-akhir ini mengadakan lobby supaya pembinaan bank swasta nasional dilanjutkan dengan cara patungan itu. Tapi Bank Indonesia tampaknya tidak akan menambah lagi bank campuran seperti Perdania itu. Walaupun ada unsur nasionalnya, Perdania oleh BI disejajarkan dengan bank asing. Sedang BI tampaknya belum bermaksud untuk menambah izin operasi bank asing yang berjumlah 11 saja sejak 1968. Punya Sayap Jusuf Wibisono, Dir-Ut Perdania, dalam percakapan dengan Yunus Kasim dari TEMPO mengenang kembali zaman 1950-an ketika bank patungan ini dirintis dan dimulai. Untuk mengurus izinnya saja, katanya, mereka menunggu sampai 3 tahun. Dan sesudah izin resmi diperoleh (1956), "masih banyak masalah yang kami hadapi: Untuk mendatangkan ahli dari Jepang, mengumpulkan pegawai-pegawai Indonesia, menyusun tatakerja dan administrasi -- semua itu memakan banyak waktu dan pikiran. "Ketika Perdania mulai beroperasi (Pebruari 1958), modalnya yang Rp 50 juta sudah kuat sekali. Malah bank-bank Belanda yang diambil-alih ketika itu belum memiliki modal sebesar itu. Namun keharusan menyetor modal dalam dollar dengan kurs resmi (Rp 38,50) dirasakan berat sekali, karena kurs gelap di pasaran 10 kali lebih besar. "Kemudian modal besar itu digergoti oleh inflasi dan sanering, 1000 menjadi 1, akhirnya tinggal Rp 50.000 saja. Jumlah modal setor itu diperbaharui Maret 1977 menjadi Rp 500 juta." Dir-Ut Wibisono bercerita di kanto pusatnya yang megah di Jl. Mangga Be sar, Jakarta. Perdania mempunyai cabang pembantu di Skyline Building dan kantor kas pembantu di President Hotel Sebagai bank asing, ia tidak dibolehkan membuka cabang di luar Jakarta. "Sayang sekali bahwa Perdania hanya boleh berkembang sampai di situ saja," katanya lagi. "Sedang kemampuan kami untuk meluaskan sayap ke kota-kota lain cukup besar." Secara tidak langsung sayap Perdania sampai juga ke kota lain melalui PT Bank NISP, suatu bank swasta nasional sejak 1972. "Kami sangat puas bekerjasama dengan Bank Perdania," kata Direktur Rasjim Wiraatmadja dari Bank NISP. "Yang terang, para nasabah Jepang besar-besar. Tanpa partner asing, mereka yang besar itu tak mau mendekati bank swasta nasional." Puasnya itu bertambah lagi dengan ditempatkannya beberapa ahli Jepang di cabang Bank NISP di Semarang dan Surabaya. "Mereka memberikan bantuan tehnik dan pengalihan tehnologi," kata Rasjim lagi. "Tapi mereka tidak mendikte. Dengan kata lain, (kami) sama sederajat." Apa pula yang dirasakan Sakae Saito? Katanya, staf Jepang kadang-kadang bisa juga marah. "Tapi setelah bicara dari hati ke hati, semua persoalan bisa heres. Perbedaan pendapat sering timbul tapi akhirnya kedua pihak bisa menyelesaikan. Kerjasama Daiwa dalam Perdania umumnya lancar." Jadi, Saito "belum puas" bukanlah karena Perdania tidak sukses, melainkan hanya karena masih di tempat ke-6.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus