Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Saling ngomong

TVRI menampilkan acara baru: sebuah forum diskusi kecil khusus untuk mahasiswa. (md)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari, akhir 1982, Ani Sumadi dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura. Di sana ada menyaksikan acara perdebatan antar-remaja di televisi. Boleh diduga kalau pengarah acara TVRI itu kepingin juga membikin acara yang sama. Pulang ke Jakarta ia berembuk dengan Maruli Simorangkir, Sekjen DPP Peradin yang sering ikut menangani beberapa acara televisi. Dan lahirlah Saling-Silang: sebuah forum diskusi kecil khusus untuk mahasiswa. Acara pertama, dengan tema kenakalan remaja, sudah disiarkan Minggu malam 10 April lalu. Pemrasaran, Alan Frederick, melontarkan pendapat: Di rumah, Amin tidak boleh menggunakan telepon sama sekali, karena kata ibunya, telepon "cuma untuk orang tua". Besoknya, karena kesal, Amin mencongkel telepon umum dan membawanya pulang, sebagai pelampiasan. "Lingkungan memaksa remaja nakal," begitu antara lain disimpulkan. Penyanggah Chandra Darusman, berpendapat: "Remaja nakal karena tidak punya identitas bersama - identitas Indonesia." Sering terlihat stiker di mobil: Malaga (Manusia Lapar Ganja), atau Sexy Ladies Club . . . mengapa bukan Pangeran Diponegoro, misalnya. Acara selanjutnya sebulan sekali setiap Minggu II. Menurut Ani, acara tersebut 70% hasil rembukan mereka sendiri, jadi tidak sepenuhnya menyontek televisi Singapura. Kalau untuk tingkat SD, SLP, dan SLA sudah ada acara Cerdas-Tangkas, bagi mahasiswa perlu disediakan forum tersendiri, "untuk mendidik mereka sebagai calon pemimpin," kata Maruli. "Forum ini mengajar mahasiswa berani berbicara dengan bahasa yang teratur, kalau perlu melontarkan kritik yang bisa dipertanggungjawabkan," tambah Maruli. Dua kelompok mahasiswa masing-masing 3 orang mendiskusikan sebuah makalah yang disampaikan oleh salah seorang di antara mereka. Lalu-lintas pendapat diatur oleh seorang moderator. Untuk acara pertama, tampil dr. Rosita Noor, seorang tokoh usahawan. Sebelum tampil di layar televisi mereka berembuk - untuk saling memahami pembicaraan yang akan dikemukakan. Pendeknya semua diatur terlebih dulu, agar semua tampil rapi, tldak ada yang seenaknya ngomong tanpa kontrol. Tapi, menurut Maruli, kebebasan dalam membicarakan masalah tetap dipertahankan. Yang diatur ialah tata-cara melontarkan perkataan. "Bila mereka melontarkan kritik, harus didasari alasan kuat. Itulah yang diarahkan, sedang masalah isi, terserah pada peserta sendiri untl mengajukannya," Maruli menjelaskan. Aidaikata dalam rekaman tiba-tiba ada peserta yang berbicara keluar dari naskah atau mengkritik dengan penuh semangat, Ani Sumadi membiarkannya, "agar mood-nya tidak terganggu". Ani bakal mengeditnya sebelum disiarkan. "Tapi saya tetap mempertahankan suasana pembicaraan yang hangat. Yang dipotong gambar yang kurang bagus atau pembicaraan yang kurang menarik," katanya. Dan pemotongan sebetulnya juga diperlukan untuk menyesuaikannya dengan waktu penyiaran (60 menit). Berpengalaman menangani acara hiburan seperti Aneka Kuiz dan Pesona 13, adalah Ani Sumadi pula yang menggarap dekorasi, akustik, penampilan peserta, tata rias, dalam acara ini. Para peserta sengaja dipilih mahasiswa tingkat III ke atas, dengan anggapan, mereka sudah biasa menyusun makalah. Bagi yang ingin menjadi peserta, dipersilakan mendaftar dan menyampaikan makalah yang sedapat mungkin mengemukakan gagasan-gagasan baru. Maruli Simorangkir kebagian tugas menilai dan mengarahkan isi makalah tersebut. "Penilaian terhadap materi pembicaraan diserahkan kepada masyarakat. Sedang kami menilai penampilan peserta dan keteraturan mereka melontarkan pikiran," katanya. Setelah siaran acara pertama minggu lalu, tak kurang dari 80 pucuk surat dari berbagai daerah diterima Ani Sumadi. Umumnya menyambut baik. Tapi sementara seorang ibu di Jakarta, teman baik Maruli, menganggap acara tersebut terlalu berat. Herwin, mahasiswa UI, menganggap alasan yang dilontarkan tidak memecahkan masalah sampai tuntas, sedang contoh yang dikemukakan tidak ada yang kongkrit. "Peserta juga tidak menunjukkan jalan keluar sesuatu masalah," katanya. Salah seorang peserta acara pertama Saling-Silang mengakui ketidak-tuntasan pemecahan persoalan tersebut. "Sebab waktu yang tersedia tidak cukup," katanya. Tapi paling tidak, katanya lagi, ada usaha membuktikan bahwa mahasiswa yang tadinya dianggap "radikal" bisa diajak bicara memecahkan masalah di masyarakat dengan dingin. Kalau ada yang mengharapkan bahwa acara baru itu akan menghidangkan sebuah pembicaraan yang benar-benar bebas, memang mustahil, namanya saja kan game - permainan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus