Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bila Ranjang Masuk Koran

Ruang sidang pengadilan agama se ja-bar & dki jakarta, dinyatakan tertutup bagi wartawan. berita dari ruang sidang pengadilan agama digemari pembaca, beberapa media di ja-bar memuat rubrik kawin cerai. (md)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim: Siapa yang menghendaki perceraian ini Ny. LF: Saya. Hakim: Barangkali Bapak yang mandul, sudah diperiksa dokter? Ny. LF: Sudah, saya yang kurang subur. (PR, Dari Sidang Pengadilan Agama, 22 Maret). WANITA muda bertubuh gempal itu gelisah, melirik ke arah ruang sidang, lalu bertanya kepada wanita lain yang duduk di ruang tunggu itu: "Ada wartawan?" Dia nampak lega, ketika mengetahui bahwa hari itu, Kamis minggu lalu, sidang perceraian di Pengadilan Agama Kodya Bandung tak dihadiri seorang pun yang namanya wartawan - yang selama ini selalu berkerumun di situ. Di pintu masuk ruang sidang, sejak tiga hari sebelumnya sudah tertempel kertas stensil ditulis dengan spidol merah, isinya: melarang wartawan menghadiri sidang perceraian. Ketentuan ini, menurut Achmad Sudjono, SH. ketua Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat dan DKI Jakarta, berlaku untuk seluruh daerah yang dibawahkannya. Malah mestinya berlaku di seluruh Indonesia, katanya karena menurut peraturan pelaksanaan undang-undang tentang perkawinan (pasal 33 PP No. 9/1975) sidang perceraian harus dilakukan secara tertutup. Kalau sidang itu dilakukan terbuka seperti selama ini di Bandung atau di kota lainnya, menurut Sudjono, adalah karena kekeliruan. "Akibatnya, rahasia ranjang pun masuk koran," katanya pula. Bukan hanya itu. Di Bandung pernah terjadi, seorang wanita minggat dari ruang sidang, karena terus-terusan dipotret wartawan. Ia baru masuk lagi setelah diyakinkan hakim, "sidang akan dilanjutkan tertutup," seperti cerita Mahyudin Ramli, ketua PA Kodya Bandung. Tapi setelah kejadian itu sidang terbuka lagi. Kenapa? "Saya sungkan mengusir wartawan dan memang tidak tahu kode etik pers," kata Mahyudin terus terang. Padahal diakuinya, selama ruang sidang dikerumuni wartawan, urusan jadi tak lancar. Di Cimahi, misalnya, sering-sering keterangan tidak lengkap didapat di ruang sidang. Terpaksa hakim menerima penjelasan yang "anuanu" itu di ruang kerjanya. "Untuk menghindari kuping wartawan," ujar Haji Muhammad Sohib, ketua PA Kabupaten Bandung. Memang terkadang berita koran ada manfaatnya. Sohib pernah menerima surat lamaran dari seorang duda di Jakarta, yang ditujukan pada seorang wanita yang baru bercerai. Itu hanya karena koran memuat berita dan foto janda itu ketika bersidang di pengadilan. "Sekarang mereka sudah saya kawinkan, kata Sohib sambil tertawa. Koran Bandung yang menyediakan ruangan tetap untuk sidang itu nampaknya agak repot juga. Pikiran Rakyat (PR), seperti dikatakan pimpinan redaksinya, Soeharmono Tjitrosoewarno, belum bisa memastikan nasib rubriknya itu. "Masih lihat perkembangan," katanya. Koran beroplah terbesar di Ja-Bar itu, setiap Selasa memuat rubrik "kawin-cerai" di halaman II dengan judul, "Dari Sidang Pengadilan Agama" - dimaksudkan sebagai selingan bagi pembaca setelah membaca berita serius. Karena itu dicari kisah yang lucu dan ringan, "tapi tidak porno," ujar Soeharmono. Nama orang pun di situ ditulis dengan singkatan dan tanpa foto. Harian Mandala - memuat rubrik itu setiap Selasa - paling "garang" dan rajin menggunakan berbagai istilah jorok di dalam bahasa Sunda. Misalnya, "ngotok-ngowo" untuk hidup bersama tanpa nikah, "si ujang" untuk alat vital lelaki, atau janda "bengsrat" untuk wanita yang tetap perawan meski sudah nikah. Dialog yang terjadi di depan sidang, yang mestinya tertutup untuk umum itu, kadang kala ditulis secara lengkap. Kadang-kadang foto wanita yang baru jadi janda juga dipajangkan. Keterlaluan? "Ah, itu kan susah mengukurnya," kata Alvertoeng, redaktur pelaksana koran itu. Yang jelas, menurut Toeng, Mandala tidak pernah menerima protes dari yang bersangkutan. Malah menurut Roy S, salah seorang wartawannya yang serin meliput berita pengadilan agama, banyak para janda seusai sidang meminta cerita dan fotonya dikorankan. "Mungkin untuk mempromosikan dia baru saja jadi janda," katanya. Ketika Mandala mulai memuat cerita begini, tiga tahun yang lalu, foto wanita sengaja dimuat dengan mata dihitamkan. Ternyata, menurut Roy, wanita-wanita itu datang memprotes: merasa disamakan dengan penjahat. Nyatanya, menurut Toeng lagi, berita dari ruang sidang pengadilan agama sekarang digemari pembaca. Hal itu dibenarkan Redaktur Pelaksana Gala Dadang Bainur "Itu diketahui dari permintaan agen koran di daerah," katanya. Karena itu sejak tiga tahun lalu, Gala memuat rubrik ini di halaman depan setiap hari, dan bahan cerita datang dari pengadilan-pengadilan agama di Ja-Bar. Karena itu, walaupun sekarang sumbernya sudah tertutup, setiap hari Gala masih muncul dengan rubrik kawin-cerai tadi. Tapi beritanya berasal dari sidang-sidan sebelumnya - rupanya punya banyak stok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus