Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOHAMAD Djajadi mendadak menjadi orang yang diperebutkan dua perusahaan negara yang bergerak dalam bisnis gas. Direktur Utama PT Kawasan Industri Wijayakusuma di Semarang ini "dirayu" utusan PT PGN Tbk agar mau membeli gas untuk perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan industri. "Mereka mengontak saya pada akhir Mei lalu," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Dengan senang hati Djajadi menerima tawaran itu. Apalagi pelaku industri Jawa Tengah memang sudah lama menanti pasokan gas. Edy Sukamto, Manajer Area PGN Jawa Tengah, meminta Djajadi meneken nota kesepahaman (MoU) untuk transaksi tersebut.
Masalahnya, kemudian kesepakatan itu menjadi polemik. Sebab, sebelum menekan perjanjian pada akhir Maret lalu, Djajadi membuat kesepakatan serupa dengan anak usaha PT Pertamina Gas Niaga, anak usaha PT Pertamina.
Isi nota kesepahaman yang diteken Djajadi dengan PT Pertagas Niaga serupa dengan PGN, yakni menekankan kesediaan Djajadi membeli gas apabila pipa telah dibangun. Pertagas Niaga memasarkan gas yang akan dipasok oleh PT Pertamina Gas (Pertagas) melalui pipa Gresik-Semarang. Adapun pipa ini baru mendapat izin penentuan final (final investment decision, FID) pada 21 Juni lalu.
Proyek pembangunan pipa transmisi 28 inci berkapasitas 500 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) dan dilengkapi stasiun kompresorgastersebut akan dilaksanakan selama 18 bulan, dan direncanakanbisa beroperasi pada kuartal pertama pertama 2016.
Dia mengaku tidak ada yang ganjil dengan dua kesepakatan itu. "MOU itu tidak mengikat dan kami tidak dilarang bikin perjanjian dengan yang lain," ujarnya.
Kawasan Industri Wijayakusuma bukan satu-satunya lokasi yang diincar PGN dan Pertagas. Dalam acara Indonesian Gas Society di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu, Direktur Utama PT Pertagas Niaga, Jugi Prajogio, mengklaim sudah mengantongi kesepakatan awal dengan beberapa kawasan dan pabrik industri besar di Jawa Tengah.
Target pasar gas yang diincar adalah wilayah industri serta perumahan yang berada di sepanjang jalur Semarang-Kendal dan Semarang-Demak, antara lain Kawasan Bukit Semarang Baru dan Kawasan Industri Terboyo. Perkiraan kebutuhan gas mencapai 10 MMSCFD. "Rata-rata memang baru tahap awal," katanya. "Tapi mereka berminat meningkatkan kesepakatan dengan kami."
Namun gerilya pasar Pertagas membuat geram PGN, yang mengklaim sudah menjajaki pasar yang sama lebih dulu. "Lokasinya persis sama dan sudah kami umumkan sejak dulu," kata Vice President Corporate Communication PGN Ridha Ababil.
Perusahaan ini memang sudah melakukan pendekatan di sejumlah kawasan industri sejak awal tahun. Bahkan rencana pengembangan distribusi gas ke Semarang dan Jawa Tengah ini telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 Maret lalu, bersamaan dengan peletakan batu pertama pembangunan pipa Kalija tahap pertama Kepodang-Tambak Lorok.
PGN mengumumkan ada tiga koridor jaringan distribusi gas bumi Jawa Tengah yang akan dibangun, yaitu koridor I yang meliputi Kendal-Semarang-Demak (48 kilometer), koridor II wilayah Ungaran (34 kilometer), dan koridor III di wilayah Pekalongan-Solo Raya-Pati (235 kilometer). "Kalau sudah diumumkan, seharusnya sudah diketahui (mereka)," kata Ridha.
Direktur Utama Pertamina Gas Hendra Jaya menampik tudingan telah merebut pasar PGN. Menurut dia, gas yang akan disalurkan PGN diperuntukkan bagi pembangkit listrik milik PLN. "Kami tidak akan pernah menyentuh alokasi itu," katanya.
Dia menjelaskan bahwa perseroan mengembangkan pasar di Jawa Tengah, terutama di industri dan perumahan yang sesuai dengan peruntukan pipa Gresik-Semarang. Alokasi ini telah disetujui oleh pemerintah dan Pertamina. "Kami disetujui karena sudah ada pasokan gasnya. Pipa pun segera akan dibangun. Kalau mereka (PGN) mau membangun, tanya dulu dong apa sudah ada pasokan gas," kata Hendra.
SEJATINYA PGN pernah mendistribusikan gas dengan bahan dasar dari batu bara melalui pipa warisan Belanda sepanjang 80 kilometer di Semarang hingga 1994. Saat itu mereka melayani lebih dari 2.000 pelanggan rumah tangga dan beberapa rumah sakit, seperti RS Elizabeth dan RS Karyadi. Proyek itu kemudian berhenti karena muncul peraturan pemerintah yang melarang penggunaan gas buatan berbahan bakar batu bara.
Meski terganjal aturan, PGN tidak berniat mundur dari pasar Jawa Tengah. Pada 2004, PGN menuntaskan studi kajian pembangunan pipa gas Kalija (Kalimantan-Jawa) dan Transjava (Gresik-Semarang dan Cirebon-Semarang), yang merupakan bagian dari rencana pembangunan Indonesian Integrated Gas Pipeline.
Namun rencana ini kembali berantakan karena pada 2006 Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memutuskan tiga ruas transmisi tersebut dilelang kemudian dimenangi oleh tiga badan usaha, yaitu Bakrie & Brothers untuk Kalimantan-Jawa, Rekayasa Industri untuk Semarang-Cirebon, dan Gresik-Semarang oleh Pertamina melalui anak usahanya, Pertagas. "Tapi ketiganya ini lama sekali tidak dibangun-bangun," kata Ridha.
Pertagas punya alasan atas tertundanya pembangunan pipa. Menurut Hendra Jaya, keterlambatan terjadi karena banyak penyebab. "Bukan hanya soal alokasi, melainkan juga masalah lain, seperti rencana kerja sama dan persiapan pasar," ujarnya.
Soal alokasi, misalnya, Pertagas baru mendapat kepastian begitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan surat persetujuan pada April lalu. Dalam surat persetujuan itu disebutkan gas dari proyek Lapangan Jambaran-Tiung Biru akan dialokasikan sebesar 100 MMSCFD untuk Pertamina.
Sebelumnya, alokasi ini baru sekadar janji dari pemerintah, tapi surat persetujuan tak kunjung terbit. Selain itu, masalah lain yang membelit adalah soal rencana kerja sama pembangunan pipa. Semula Pertagas akan membangun pipa ini dengan menggandeng perusahaan konstruksi PT Titis Sampurna. Namun rencana ini terus tertunda karena masalah teknis, sehingga akhirnya Pertagas memutuskan membangun pipa Gresik-Semarang sendiri. "Pada dasarnya kami siap menggarap sendiri, tapi kesempatan kerja sama ini tetap kami buka," kata Hendra.
Masalah terakhir adalah kepastian pembeli. Persetujuan FID akan sulit turun apabila Pertagas belum mengantongi nama-nama perusahaan yang akan menyerap gas mereka. Berbekal ketersediaan pasokan gas dalam jumlah besar, Pertagas pun mulai gencar mencari pembeli untuk pembangunan pipa sepanjang 267,22 kilometer ini. "Dokumen FID ini banyak sekali yang harus dipenuhi. Sekarang sudah ada, jadi kami tinggal berfokus membangun pipa saja."
Sementara Pertagas sibuk menyiapkan dokumen akhir untuk investasi, PGN diam-diam bergerak. Melihat proyek pipa tak kunjung dibangun setelah bertahun-tahun, perusahaan itu kembali menjajaki peluang di ruas pipa transmisi Gresik-Semarang. Pendekatan kepada pemangku kepentingan Jawa Tengah, dari gubernur hingga calon konsumen, dilancarkan sejak tahun lalu.
KETUA Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Achmad Widjaja, menuturkan kondisi kebutuhan gas untuk industri di Jawa Tengah sebenarnya tidak terlalu besar. "Lebih menarik Jawa Barat dan Jawa Timur," katanya. Saat ini hampir semua industri di Jawa Tengah belum ada yang menggunakan gas pipa. Mayoritas industri masih menggunakan batu bara, elpiji, atau solar.
Meski terdapat kawasan industri di beberapa wilayah, potensi untuk konversi atau beralih ke gas pipa dalam waktu singkat juga diperkirakan tidak terlalu besar. Paling optimal diperkirakan hanya 50 MMSCFD. Jumlah itu jauh lebih kecil dari target Pertagas 100 MMSCFD.
Hal ini dikarenakan jenis industri yang ada di Jawa Tengah lebih banyak kategori usaha menengah atau skala kecil. Berbagai usaha ini bisa memenuhi kebutuhan energinya dari listrik ketimbang pasokan gas secara langsung.
Tapi ia tidak menampik kemungkinan kebutuhan bisa semakin tinggi apabila pipa gas benar-benar sudah dibangun di Jawa Tengah. "Kalau sudah ada pipa dan gasnya, bukan tidak mungkin. Tinggal siapa yang bisa cepat membangun dan menyelesaikan."
Selama ini, kata dia, pembangunan pipa gas di Jawa Tengah selalu jadi wacana. Jadi wajar jika pelaku industri tidak berharap banyak kepada kedua perusahaan gas tersebut. Sebelum masalah rebutan pasar ini membesar, Widjaja menyarankan PGN dan Pertagas berkoordinasi dengan membagi porsi masing-masing. "Tapi, kalau tidak bisa juga, lebih baik pemerintah langsung turun tangan supaya gas cepat masuk. Jangan sampai gara-gara rebutan ini pasokan gas terhambat lagi," kata Widjaja.
Serapan pasar yang masih rendah juga diakui oleh Ridha. Karena itu, PGN berencana membuka pasar dengan mengalirkan gas dari Lapangan Kepodang ke Jawa Tengah dalam jumlah sedikit dulu, yaitu kisaran 2-3 MMSCFD.
Ridha yakin industri di Jawa Tengah semakin berkembang. Dia juga mengaku siap menjalin sinergi dengan Pertagas. "Daripada nantinya saling mendahului," ujarnya. Pertagas juga membuka peluang kerja sama. "Intinya, jika diperintahkan, kami siap menjalankan permintaan pemerintah," kata Hendra.
Gustidha Budiartie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo