SETIAP keping punya dua sisi. Begitu pula istilah "menggalakkan pajak". Dulu, cuma wajib pajak yang dag-dig-dug mendengarnya. Namun, dengan lahirnya Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 655/KMK.04/1990, pekan lalu, pemerintah pun seperti turut dilecut. Atau lebih tepat, melecut diri. Sebab sasarannya tak lain dari Ditjen Pajak yang terlambat mengembalikan kelebihan pa- jak. "Ini merupakan proses efisiensi," ujar Menteri Keuangan Sumarlin, sambil mengumbar senyumnya yang khas. Berdasarkan SK tersebut, maka setiap lalai membayar restitusi, pemerintah didenda. "Seharusnya kelebihan pajak itu dikembalikan dalam jangka waktu satu bulan," demikian kata Drs. Wahono, Direktur Pajak Penghasilan Direktorat Jenderal Pajak. "Waktu satu bulan itu dihitung mulai dari turunnya SK Kelebihan Pembayaran Pajak, sampai dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kembali Pajak." Lewat dari itu, maka pemerintah diwajibkan membayar sanksi dalam bentuk bunga, yang besarnya dua persen dari jumlah kelebihan pembayaran pajak yang tertunggak. Bisa dibayangkan besarnya kerugian negara, bila jumlah yang macet mencapai ratusan juta rupiah. "Tapi sesuai undang-undang kok. Tidak ada yang baru," ujar Dirjen Pajak Mar'ie Muhammad. Yang ia maksud adalah Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983. Di sana ketentuan denda dua persen itu sudah digariskan. Dana untuk denda itu, menurut Mar'ie, diambil dari anggaran khusus pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini