Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sektor Riil Tumbuh Terbatas pada Masa Lebaran

Kinerja sektor riil pada momentum Ramadan-Lebaran tahun ini diperkirakan meningkat dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, peningkatan hanya terjadi di beberapa subsektor industri.

18 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengunjung melihat sepatu pada pameran Plus Enam Dua Chapter 01: Sneaker Local Brand di Mall of Indonesia, Jakarta, 30 April 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peningkatan penjualan alas kaki tidak berimbas langsung pada produsen.

  • Utilisasi industri tekstil dan produk tekstil turun karena serbuan produk impor.

  • Tingkat penjualan mobil sudah kembali ke angka sebelum masa pandemi.

JAKARTA – Kinerja sektor riil pada momentum Ramadan-Lebaran tahun ini diperkirakan meningkat dibanding pada periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, peningkatan hanya terjadi di beberapa subsektor industri. Wakil Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia, Budiarto Tjandra, berujar bahwa permintaan produk alas kaki hanya naik sedikit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tapi peningkatan penjualan alas kaki ini tidak berimbas langsung kepada produsen karena sebagian peretail masih memanfaatkan stok yang ada," tutur Budiarto kepada Tempo, kemarin. Menurut dia, kenaikan penjualan alas kaki hanya terjadi di sektor hilir atau peretail.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum pulihnya penjualan juga dirasakan oleh industri tekstil dan produk tekstil. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta, mengatakan utilisasi industri tekstil dan produk tekstil menurun sejak akhir Maret. Penurunan berlanjut sepanjang Ramadan.

Di sektor hulu, dia mengimbuhkan, utilisasi kapasitas produksi serat hanya 70 persen, benang 65 persen, kain 50 persen, dan garmen yang berorientasi domestik hanya 60 persen.

"Daya beli masyarakat sebetulnya lumayan ada. Tapi, sejak akhir Maret lalu, barang impor kembali masuk dan membanjiri pasar," tutur Redma. Hal ini membuat industri tekstil dan produk tekstil tak merasakan manisnya momentum Lebaran.

Pameran sepatu lokal di Mall of Indonesia, Jakarta, 30 April 2021. Tempo/Tony Hartawan

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi Lukman, juga mengungkapkan ada perbaikan kinerja industri makanan dan minuman selama periode Ramadan-Lebaran lalu. "Kelihatannya lebih baik dari tahun lalu. Kalau retail tidak mengeluh, berarti barang dibeli oleh konsumen," tutur Adhi.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim, berujar, pada triwulan I 2021, industri makanan dan minuman tumbuh 2,45 persen. Pertumbuhan itu lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV 2020 sebesar 1,66 persen. Selama Ramadan, Rochim memperkirakan peningkatan penjualan makanan dan minuman mencapai 10 persen.

"Secara keseluruhan akan berdampak terhadap pertumbuhan industri makanan dan minuman pada kuartal II yang diproyeksikan mencapai 5-6 persen," tutur dia.

Adapun angka penjualan mobil dalam dua bulan terakhir sudah mencapai angka penjualan bulanan seperti sebelum masa pandemi Covid-19. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan wholesale pada Maret dan April 2021 mencapai 84.915 dan 78.908 unit. Penjualan mobil pada April 2020 hanya sebanyak 7.871 unit. 

Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, mengatakan pelonggaran pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sejak Maret lalu masih menjadi pendorong utama penjualan mobil. Pelonggaran tersebut dimanfaatkan oleh konsumen untuk mendapatkan mobil dengan harga lebih rendah.

"Kalau ada peningkatan penjualan, ekosistem yang berkaitan dengan industri itu akan mulai bergerak juga," tutur Kukuh.

Pelonggaran PPnBM berlangsung dalam beberapa fase. Masa pelonggaran PPnBM 100 persen hanya berlaku sepanjang Maret-Mei. Setelah itu, besaran pelonggaran turun menjadi 50 persen pada periode Juni-Agustus. Kemudian, angka tersebut menciut lagi menjadi 25 persen pada Oktober-Desember.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia, Fajar Budiono, menuturkan kenaikan permintaan produk kemasan didorong oleh meningkatnya pemintaan dari industri makanan dan minuman yang mencapai 15 persen.

Selain itu, permintaan dipicu oleh kenaikan kebutuhan untuk industri komponen otomotif, material bangunan, dan kemasan kosmetik. Fajar mencatat utilisasi industrinya saat ini sudah menuju normal, yaitu 80 persen di sektor hilir. "Yang masih ketinggalan itu permintaan dari sektor pariwisata, alas kaki, dan tekstil," ujar Fajar.

Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengungkapkan bahwa kenaikan indeks keyakinan konsumen, inflasi inti pada April, dan Purchasing Managers’ Index Manufaktur menunjukkan adanya perbaikan permintaan barang dan jasa.

"Potensi perbaikan sektor riil bisa dilihat di lapangan, seperti mulai ramainya pusat belanja," ucapnya.

LARISSA HUDA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus