Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Semen Gresik

Pt semen gresik di usia ke-30 baru saja lepas dari masa sulit. setelah melakukan beberapa penghematan disana-sini. produksi 1,5 juta ton/th tetap dipertahankan. keuntungan 1986 mencapai rp 10 milyar.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA tak kenal brand Gresik Portland Cement Indonesia dengan lambang "SG" dan candi Jawa Timur-an? Monas, Jembatan Semanggi, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, dan bahkan Bendungan Jatiluhur adalah sebagian bangunan monumental yang memakai semen asal Gresik yang beken itu. Pada ulang tahunnya yang ke-30, minggu depan, pabrik semen tertua dan milik negara -- itu bisa dibilang baru saja lepas dari masa sulit. Langkah-langkah penghematan, yang dimulai sejak 1982, tampaknya baru menampakkan hasil optimal tahun lalu. Salah satu langkah yang diambil adalah mengubah penggunaan bahan bakar: mengganti minyak dengan batu bara untuk pengolahannya. Dengan cara itu PT Semen Gresik (Persero) telah menghemat biaya operasional sekitar Rp 5 milyar setahun. "Seandainya tidak menempuh konversi itu, kami akan rugi," kata Setiadi Dirgo, Direktur Utama PT Semen Gresik, kepada JalilHakim dari TEMPO. Itu baru salah satu tindakan ke dalam. Efisiensi harus juga dilakukan di sana-sini. Sebagai contoh, Setiadi menunjuk pagar tembok kantornya, yang menyatu dengan perumahan karyawannya di kompleks PT Semen Gresik. "Lihatlah, pagarnya sudah reot, tapi kami minta karyawan bersabar. Mereka harus mau menderita, karena perusahaan harus selamat," katanya. Yang hendak dicapai dengan berbagai langkah efisiensi dan pengetatan, tentunya, agar harga pada akhirnya mampu bersaing di pasar bebas. Soalnya, pasar semen sudah jauh berbeda dengan dua-tiga puluh tahun lalu -- ketika Semen Gresik belum punya saingan. Walaupun secara teoretis pasar sudah dibagi-bagi, menurut wilayah pemasaran 10 pabrik semen (tiga di antaranya, Cibinong, Baturaja, dan Kupang, terhitung anak perusahaan Semen Gresik) yang muncul belakangan, masih saja terjadi saling sodok dan jepit. "Kami menawarkan lewat pintu depan, tahu-tahu penjual lain 'nyelonong lewat pintu belakang," keluh Setiadi Dirgo. Pasar lama-lama dirasakan makin sempit. Diresmikan Presiden Soekarno sebagai pabrik semen pertama, 7 Agustus 1957, Semen Gresik mulai berproduksi dengan hanya dua tanur yang berkapasitas 250 ribu ton. Berbagai gelombang, pasang dan surut, dialami pabrik yang masih muda itu. Persoalan bukan hanya karena konsumen masih ragu akan mutu semen produksi sendiri. Yang paling gawat saat pengurusan perusahaan terbengkalai karena menjadi ajang pertentangan politik. "Waktu itu benar-benar guncang, seperti Libanon-lah," seperti kata Setiadi. Setelah semuanya lalu, tahun 70-an, ketika bermunculan pabrik-pabrik sejenis, Semen Gresik sudah mampu menambah tanur hingga mencapai kapasitas 500 ribu ton/tahun. Pencapaian produksi setengah juta ton diresmikan Presiden Soeharto pada Juli 1972. "Teruskan usaha peningkatan, hingga cta-cita meningkatkan produksi satu juta ton setahun menjadi kenyataan," pesan Soeharto saat itu. Angan-angan itu bukan impian kosong. Lewat tanur-tanur baru berbagai produk keluaran Semen Gresik menggelinding ke pasar, misalnya semen pengecor beton massa yang tahan terhadap pengaruh sulfat dan panas hidrasi sedang. Ada lagi semen khusus PPC (Portland Pozzolan Cement) untuk bangunan berlokasi tanah rawa. Produksi 1,5 juta ton/tahun, dicapai Agustus 1979. Volume produksi itu agaknya akan tetap dipertahankan. Sebab, menurut angka-angka yang ditampilkan Setiadi, kebutuhan semen dalam negeri yang berkisar 95 - 10 juta ton/tahun telah tercukupi dari 10 pabrik semen yang berkapasitas total terpasang 17,4 juta ton. Dengan realisasi produknya yang, katakanlah 80 persen, pasar dalam negeri telah jenuh. Jadi, Semen Gresik harus menggarap pasar ekspor. Untuk itu PT Semen Gresik tidak hanya mengandalkan produknya sendiri saja. Memang, tidak semua andilnya di pabrik lain menguntungkan. Pabrik Semen Baturaja, misalnya, dinilai Setiadi masih dalam rangka konsolidasi. Sedang Semen Kupang, yang dinilainya masih seperti "bayi yang baru mampu merangkak", belum banyak bisa diharapkan. "Kalau perkembangan kebutuhan semen seperti dulu, saya kira semua sudah untung. Sekarang 'kan banyak proyek yang terhenti," kata Setiadi. Di luar urusan semen, PT Semen Gresik juga punya kesibukan lain, di antaranya menanamkam modal di perusahaan tegel, beton ringan, jasa peralatan konstruksi. Mengembangkan usaha semacam itu, diakui Setiadi sendiri, memang repot. Walau begitu, Setiadi masih bisa berbangga. Sebab, dalam keadaan perekonomian yang payah seperti sekarang ini, perusahaan yang dipimpinnya masih bisa memberikan keuntungan kepada pemerintah. Dari laba tahun lalu, sebelum dipotong pajak mencapai Rp 10 milyar lebih (tahun 1985 hanya hampir Rp 6,5 milyar), dividen yang dibagikan 1 milyar lebih. Akhirnya, "Alhamdulillah", kata Dirut Setiadi Dirgo. "Pada saat ramai-ramai orang bilang BUMN banyak yang morat-marit, babak belur, dan supaya diswastanisasikan saja, Semen Gresik tidak seperti yang diduga orang. "Nggak sombong, kalau kami tawarkan untuk dijual, bakal laris." Percayalah. Widi Yarmanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus