Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Semua tanpa katebelece

Hashim djojohadikusumo memelopori listrik swasta pertama di Indonesia. perdagangan dengan negara bekas uni soviet juga menguntungkan.

5 Maret 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASHIM S. Djojohadikusumo adalah satu dari sedikit pengusaha muda Indonesia yang pada usia 38 tahun sudah harus diperhitungkan oleh para pesaingnya. Dua pekan silam, bos Grup Era Persada ini mengalahkan Grup Bimantara (milik Bambang Trihatmodjo) dalam memperebutkan proyek pembangkit listrik swasta pertama di Paiton, Jawa Timur, yang investasinya mencapai US$ 2,5 miliar (sekitar Rp 5 triliun). Jumat lalu, ketika menerima Max Wangkar dan Bina Bektiati dari TEMPO, Hashim, yang biasa bekerja 12-14 jam sehari, selain tampak segar juga banyak humor. Berikut beberapa petikan dari wawancara dengan Hashim Djojohadikusumo. Mengapa Anda terjun ke proyek listrik? Latar belakangnya, PT Adaro Indonesia (perusahaan tambang batu bara dari Spanyol) mengajak kami pada tahun 1989 untuk menambang batu bara di Kalimantan Selatan. Kami mendapat saham 15%. Itu terjadi tahun 1989, jauh sebelum diumumkan program listrik swasta. Kami juga diajak PT Adi Arum membangun pelabuhan ekspor batu bara di Pulau Laut, di provinsi yang sama. Kondisi pulau ini sangat menguntungkan karena kedalaman airnya 18-20 m. Dalam waktu empat tahun saja kami sudah mengekspor batu bara ke Eropa, AS, Spanyol, Slovenia, dan lain-lain. Kenapa bisa ke Paiton? Nah, pada tahun 1991, ketika ada peluang investasi listrik swasta di Indonesia, kami diajak beberapa teman di luar negeri untuk bermitra. Alasannya, karena kami punya ladang batu bara yang besar sekali. Soalnya, untuk Paiton, diperlukan pemasokan berkesinambungan sebanyak 4 juta ton batu bara per tahun untuk 30 tahun. Mutunya tidak boleh bervariasi, harus konsisten dan jumlahnya sangat besar. Cadangan tambang batu bara Adaro 1,4 miliar ton -- itu yang ditemukan dalam konsesi. Mungkin sekali, cadangan itu mencapai 2-3 miliar ton. Siapa yang mengajak Anda? Mission Energy, semacam PLN di sini, yang beroperasi khusus di California selatan, AS. Tapi Mission juga ekspansi di banyak negara. Sebuah proyeknya di Australia akan diresmikan 7 Maret mendatang. Proyek Paiton butuh biaya US$ 2,5 miliar. Investor akan menyetor modal US$ 600 juta. Nah, Anda, sebagai pemegang saham 15%, apakah mempunyai uang US$ 100 juta? Ya. Sebagian tunai, sebagian pinjaman dari luar. Bisa saya tegaskan, tidak ada dari Bapindo atau bank pemerintah lainnya. Lalu, yang US$ 1,8 miliar dari mana? Itu sudah dipersiapkan sejak September 1991. Pada bulan Juni 1992 kami mendapat panggilan Pemerintah. Negosiasi pertama, 24 Agustus 1992. Jadi, sebelum Tim PKLN (yang membatasi pinjaman luar negeri) dibentuk, September 1992. Bank yang mengatur pinjaman? Kami menunjuk Chase Manhattan Bank dari AS dan Industrial Bank of Japan sebagai penasihat finansial. Merekalah yang mengerahkan pendanaan dan mereka sangat yakin bisa mencarikan US$ 1,8 miliar. Dana itu akan disiapkan US$ 700 juta oleh Exim Bank Jepang, US$ 700 juta oleh Exim Bank AS, dan kurang lebih US$ 400 juta dari bank-bank komersial. Bagaimana persyaratannya, soal bunga, misalnya? Bunga komersial itu ditetapkan pada saat financial exposing. Pasti tidak terlalu tinggi dibandingkan kredit dolar di Jakarta yang sekitar 12%. Ancar-ancarnya 9%. Karena masa pembangunannya 4 tahun, kami minta masa bebas bunga juga 4 tahun. Masa pencicilan 12 tahun, sejak operasi tahun pertama (1998). Jadi, investasi (US$ 2,5 miliar) itu sudah harus impas dalam 12 tahun. Apakah itu mungkin dengan harga jual listrik yang ditetapkan? Cukup. Untuk 6 tahun pertama sejak beroperasi, harga listrik 8,56 sen dolar per kWh, pada 6 tahun kedua menjadi 8,41 sen. Lalu, untuk 18 tahun berikutnya menjadi 5,54 sen, itu untuk keuntungan kami. Dengan memasok batu bara, apakah keuntungan Anda bisa dobel? Ya, mengapa tidak? Kalau bisa beberapa kali lipat keuntungan, malah senang saya. Yang penting, harga yang kami tawarkan sangat reasonable. Memang murah sekali, karena dari tambang sendiri. Apa keistimewaan listrik swasta ini? Ini harus dicatat. Kalau nanti ada listrik mati gara-gara kami, kami tidak dibayar. Jadi, bagi Pemerintah, tak ada risiko. Itu yang khas dalam listrik swasta dan akan berlaku untuk semua jenis investasi swasta. Maka, swasta harus benar- benar efisien, agar sanggup membayar kembali ke bank. Anda memiliki banyak jenis usaha. Apakah tak ada bisnis inti? Yang benar-benar ingin kami kembangkan adalah sektor building material. Semen Cibinong dan semen Nusantara itu kan satu kesatuan. Satu pabrik semen lagi akan dibangun di Cilacap berkapasitas 2-2,5 juta ton. Kami juga akan membangun pabrik polypropilene di Balongan, Indramayu. Bisnis yang lain? Trading melalui perusahaan Prima Comexindo. Kami dagang ke Italia, Swiss, Jerman, Portugal. Kami menjual pupuk urea, pipa dari Krakatau Steel, lalu kita dibayar dengan kapas, wijen, kulit, sorgum. Kulit dijual ke India, wijen ke Jerman dan Yordania. Dari Indonesia, kita mengekspor pupuk, teh, kertas, obat-obatan. Bisnis kami di luar negeri, 95% adalah kapas. Dengan negara bekas Uni Soviet? Kita mengekspor teh dari Indonesia ke Uzbekistan, senilai US$ 110 juta. Di Turkmenistan -- letaknya antara Iran dan Uzbekistan -- kami akan membangun industri bantalan kereta api bekerja sama dengan Wijaya Karya. Mengapa industri bantalan? Turkmenistan hendak membangun rel kereta api ke Iran ratusan kilometer. Mereka perlu bantalan kereta api 700 ribu setiap tahun. Pabrik dari Wijaya Karya hanya bisa menghasilkan 120 ribu. Jadi, mereka perlu 5 atau 6 pabrik untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itulah mereka mengundang kami ke sana. Investasinya kecil, hanya US$ 2-3 juta. Itu cocok untuk kami dan Wijaya Karya. Risikonya sedikit. Apakah negara itu punya devisa? Turkmenistan adalah ladang gas alam terbesar di dunia. Dengan penduduk 3 juta jiwa, mereka bakal lebih kaya dari Kuwait. Banyak orang belum tahu Turkmenistan itu di mana dalam peta. Kami tahu dari Uzbekistan. Di sana juga daerah kapas. Jadi, strategi kita begini: kalau negara itu tidak punya devisa, jangan putus asa, cari barang yang bisa dibeli dari sana. Tapi jangan mesin atau traktor yang sulit dipasarkan. Tapi komoditi seperti kapas kan lebih gampang. Ke Vietnam kami ekspor pupuk urea, dibayar dengan kacang tanah. Kami punya perusahaan di Singapura khusus mengurus kapas. Tahun ini kami mendapat kapas 800 ribu ton, dengan nilai US$ 150 juta. Sekarang kapas sedang naik, harganya bagus. Berapa omset bisnis Anda? Tahun lalu di atas US$ 200 juta. Untuk tahun ini, termasuk anak perusahaan yang di Singapura, kami targetkan US$ 470 juta. Aset seluruh perusahaan sekitar Rp 1 triliun. Itu termasuk utang. Anda dianggap pengusaha muda yang sukses karena kedekatan dengan penguasa. Pendapat Anda? Pertama, saya sadar bahwa banyak orang iri hati. Kedua, yang tahu persis saya adalah teman-teman saya. Bagaimana saya bekerja di sini sampai malam. Saya akui punya akses ke penguasa. Dan saya juga mengakui, hal ini banyak membantu saya. Membantu dalam arti kalau ada masalah-masalah di bawah yang saya anggap tidak adil, saya bisa ke atas untuk menanggulanginya. Saya mungkin lebih beruntung karena bukan hanya ada akses ke Presiden (Hashim beriparkan putri Presiden Soeharto, Nyonya Titi Prabowo). Tapi juga karena saya anak Sumitro dan cucu Margono Djojohadikusumo. Eyang saya dan ayah saya mempunyai reputasi dan jaringan teman-teman di dalam dan di luar negeri. Mereka tahu, saya anak Sumitro. Itulah salah satu faktor mengapa saya bisa mendapat kredit Chase Manhattan Bank untuk membeli saham Cibinong. Sekarang sudah lunas. Di Indonesia kan banyak yang punya akses seperti itu. Yang penting, apakah saya menyeleweng. Yang harus digarisbawahi adalah berapa lapangan kerja yang Hashim ciptakan, berapa pasaran luar negeri yang Hashim buka, berapa semen yang saya hasilkan. Untuk itu, saya tidak mendapat katebelece.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus