Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sensor Lewat Kontrol Konten

Kementerian Komunikasi dan Informatika segera mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia. Rancangan tersebut sudah mengendap sejak 2006 dan diabaikan oleh dua menteri sebelum Tifatul Sembiring. Peraturan itu langsung mendapat banyak perlawanan karena dianggap menghambat kebebasan berpendapat dan berekspresi lewat media online.

22 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tifatul Sembiring mungkin tidak bisa menikmati pameran teknologi terbaru telepon seluler di Barcelona, Spanyol. Sebab, ketika Menteri Komunikasi dan Informatika ini berkunjung ke ajang pertemuan tahunan perusahaan telekomunikasi sedunia Mobile World Congress itu pekan lalu, dia mengaku tak tenang akibat hujatan. ”Kabarnya saya dihujat di Twitter. Saya sedang tidak bisa mengakses. Kalau bisa, akan saya balas semua hujatan itu,” ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon jarak jauh. Tifatul, bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera, sedang bertandang ke Swedia dan Spanyol.

Hujatan itu gara gara beredarnya Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia. Rancangan berisi 6 bab dengan 32 pasal itu dinilai banyak pihak mengekang kebebasan pers dan kemerdekaan berekspresi. Dan anehnya, Menteri Tifatul justru mengaku belum membaca isi rancangan itu.

Rancangan itu dulu disodorkan orang orang eks Departemen Penerangan, ketika Menteri Komunikasi dijabat Sofyan Djalil, pada 2006. Namun Sofyan menginginkan rancangan tersebut dituangkan dalam aturan lebih tinggi, yaitu Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kebetulan ketika itu waktunya pas ada pembahasan rancangan.

Menurut Sofyan, salah satu keuntungan pengaturan di undang ­undang itu adalah definisi yang jelas tentang hal hal yang diatur. ”Tidak bertabrakan dengan soal lain, seperti kebebasan berpendapat,” kata Sofyan kepada Tempo. Jika pengaturan itu hanya dengan peraturan menteri, ada kemungkinan bisa memancing kontroversi dan merepotkan.

Upaya ”menyusupkan” pengaturan konten multimedia itu batal karena ­Sofyan keburu dipindah ke pos lain, ya­itu Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara. ”Saya baru ikut diskusi rancangan undang undang sampai pasal 15,” katanya. Selebihnya, dia mengaku tidak tahu perkembangan selanjutnya, tahu tahu muncul rencana peraturan menteri ini.

Nah, rancangan ini kembali muncul di meja menteri yang berikutnya, Mohammad Nuh. Namun draf itu baru diajukan sekitar tiga bulan sebelum dia mengakhiri jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika. Seperti kebiasa­annya, Nuh membawa usul itu ke rapat pimpinan. ”Agar solid di dalam dulu,” kata sumber yang dekat dengan Nuh. Rancangan peraturan menteri yang melibatkan atau menimbulkan dampak pada satuan kerja lain selalu dibahas bersama sama. Namun ternyata rancangan ini mendapat penolakan dari beberapa satuan kerja. ”Beberapa ese­lon satu menolak,” kata si sumber. Beberapa alasan penolakan antara lain kekhawatiran menimbulkan dampak pada penyiaran atau pemberitaan. Nuh pun meminta usul tersebut dikaji lagi terlebih dulu.

Draf itu keluar dari laci lagi tatkala Tifatul menggantikan jabatan mereka. Sejak dilantik pada Oktober 2009, pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, itu sudah mengisyaratkan akan mengesahkan rancangan yang tidur tersebut dalam enam bulan ke depan. Artinya, peraturan akan disahkan sekitar April 2010. Alasan yang memperkuat Tifatul menghidupkan kembali pengaturan isi multimedia itu adalah desakan masyarakat yang resah atas persoalan pornografi dan pelecehan agama. Di era Tifatul, isi rancangan itu ditambah pasal mengenai penghujatan, setelah melihat kritik yang mengarah kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono semakin menjadi jadi.

Semula draf tersebut akan disahkan Menteri Tifatul pada akhir Februari, tanpa uji publik. Namun pejabat di kementerian yang dipimpinnya khawatir terjadi blunder dan menjadi sasaran protes serta gugatan. Nah, pada saat sang menteri melawat ke Eropa, rancangan itu beredar di masyarakat, terutama di kalangan penyedia layanan Internet dan pengelola situs multimedia. Kontan saja reaksi tersulut. Apalagi batas pemberian masukan hanya sembilan hari, 11 19 Februari 2010, karena rencananya akan ditandatangani pada akhir Februari. ”Periode uji publik ini sebagai forum sosialisasi terhadap draf lengkap regulasi yang sedang disusun,” ujar Kepala Pusat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S. Dewo Broto. Namun Menteri Tifatul membantah batasan waktu itu. ”Tidak mungkin, saya saja baru pulang ke Tanah Air tanggal itu,” katanya.

Apa yang sesungguhnya terjadi? Menurut Tifatul, media online harus diatur untuk menghindari hal berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), penghujatan atau fitnah, serta pornografi dan kekerasan. ”Bila terjadi konflik kepentingan di dunia Internet, saya mendukung jika diarahkan ke proses hukum,” ujarnya.

Sasaran rancangan konten multimedia, menurut Gatot, bukanlah blogger, media online, atau pengguna Facebook, tapi penyelenggara Internet. Menurut Gatot, penyedia layanan Internet (Internet service provider) seharusnya bisa memberikan peringatan kepada penggunanya agar memanfaatkan situs dengan baik dan beretika dengan sistem blocking.

”Nah, para penyelenggara inilah yang akan terkena teguran atau sanksi administratif dari pemerintah,” katanya. Itu pun hanya jika ada laporan atau dilihat berdasarkan rekam jejak si penyelenggara selama setahun dalam menindaklanjuti aduan yang direkomendasi tim konten multimedia. Adapun untuk situs berita online dan blog, tidak ada pencabutan izin atau pemberangusan. ”Jika ditemukan konten yang dinilai melanggar, hanya berita atau artikel terkait yang akan dipaksa dihapus atau turun tayang,” ujar Gatot.

Dasar penyusunan rancangan itu, ­menurut Gatot, bukan upaya penyen­soran terhadap konten. Pemerintah mengatur batasan terhadap konten yang ditayangkan dan menetapkan larangan, seperti pornografi, SARA, kekerasan, dan hal yang melanggar ke­susilaan. Konten dimaksud hanya bisa diblokir jika ada pengaduan atau laporan. ”Jadi tak serta merta dan sewenang wenang,” katanya.

Menyadari penyelenggara ­menja­di sa­­saran tembak pertama, Asosiasi Pe­nye­lenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) langsung mengadakan rapat pengurus. Menurut Kepala Bidang Pendaftaran Internet Nasional APJII Valens Riyadi, lembaganya menolak Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multi­media karena tidak sejalan dengan konstitusi mengenai kebebasan berpendapat, bertentangan dengan Pasal 40 Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi serta Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 31 mengenai penya­dapan, serta tidak implementatif dengan struktur industri Internet dan multimedia saat ini.

APJII satu satunya lembaga yang pernah dipanggil untuk memberikan masukan mengenai rancangan peraturan tersebut. ”Tapi masukan kami tak menjadi bahan pertimbangan. Malah jumlah pasal larangan bertambah, padahal dalam rancangan sebelumnya tak ada,” kata Valens.

Yang dimaksud Valens pasal 5 dari bab 3 yang berbunyi, ”Penyelenggara dilarang mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya konten yang mengandung muatan mengenai tindakan yang me­rendahkan keadaan dan kemampu­an fisik, intelektual, pelayanan, ­kecakap­an, dan aspek fisik maupun nonfisik lain dari suatu pihak”.

Aliansi Jurnalis Independen menilai Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika mengenai Konten Multimedia membahayakan kebebasan pers. Pasal pasal dalam rancangan peraturan menteri tersebut bertentangan dengan Undang Undang ­Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. ”Jika rancangan peraturan ini disahkan, pers Indonesia akan menghadapi era sensor dan bredel baru,” kata Ketua Bidang Advokasi Megi Margiyono.

Lenturnya definisi konten ilegal dalam pasal 3 rancangan itu juga menjadi bahaya tersendiri bagi pers. ”Bisa menimbulkan multitafsir,” ujar Megi. Multitafsir dan pengambilan keputusan oleh tim konten yang diketuai pejabat setingkat direktur jenderal ini yang ditakutkan Kepala Bidang Pemasaran Kaskus, Danny Oei. ”Apalagi kami yang disuruh menyelidiki satu per satu kon­ten yang akan ditayangkan. Kami tidak mau melanggar hak asasi manusia. Ini akan membantatkan perkembangan Internet yang sedang berkembang pesat,” ujar pengelola situs tersibuk di Indonesia itu.

Danny menyayangkan rancangan konten itu. Kalau nantinya dipaksakan, pihaknya berpikir ulang untuk menaruh kembali servernya di luar negeri. ”Dulu kami dirayu agar menggunakan server di dalam negeri. Setelah kami masuk, malah ada peraturan seperti ini. Kan nyusahin saja, seperti kembali ke zaman batu,” katanya. Situs yang disinggahi 17 juta orang setiap bulan itu berdiri 10 tahun lalu, dan selama sembilan tahun servernya berada di Amerika Serikat.

Enda Nasution, salah seorang tokoh blogger dari politikana.com, menganggap rancangan ini menghambat Internet sehat yang sedang dikampanyekan para blogger, pengguna, dan penyelenggara layanan multimedia Internet. ”Kami sudah berusaha, memprotek agar media Internet tak disalahgunakan sesuai dengan ke­sadaran penggunanya,” katanya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. pun menyatakan Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia itu tak tepat. ”Apalagi kalau isinya membatasi hak asasi untuk menyatakan pendapat,” ujarnya. Aliansi Jurnalis Independen mengancam akan menggugat jika rancangan itu dipaksakan berlaku. Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harymurti siap mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung, kalaupun beleid tersebut tetap disahkan.

Sebenarnya Tifatul pernah berjanji menjamin kebebasan berekspresi bagi para blogger di Tanah Air pada saat memberikan sambutan dalam Pesta Blogger 2009 di Gedung SMESCO, Jakarta, 24 Oktober tahun lalu. Menteri juga kembali menegaskan pembelaan terhadap kebebasan pers ketika diwawancarai Tempo per telepon. Lalu rancangan tersebut dimaksudkan untuk apa?

Ahmad Taufik, Harun Mahbub

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus