Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahad dua pekan lalu suasana di Tower III Plaza BII tak seperti hari libur. Di lantai lima, keriuhan itu berlangsung. Indra Widjaja, putra taipan Eka Tjipta Widjaja, bersua dengan pemegang saham pengendali Bank Century Robert Tantular. Pada siang itu, Indra, yang dipercaya sang ayah mengendalikan perusahaan-perusahaan finansial di kelompok usaha Sinar Mas, menyaksikan penandatanganan pernyataan kesediaan (letter of intent/LOI) Sinar Mas Multiartha mengakuisisi Century.
Sesuai dengan kesepahaman, Sinar Mas Group bersedia ”menyelamatkan” bank hasil merger PT Bank CIC Internasional Tbk., PT Bank Danpac Tbk., dan PT Bank Pikko Tbk., yang sedang menghadapi kesulitan likuiditas jangka pendek itu. Multiartha, yang menjadi induk dari bisnis keuangan Sinar Mas, akan mengakuisisi 70 persen saham milik PT Century Mega Investindo kepunyaan Robert dan First Gulf Asia Holdings Ltd. milik investor Timur Tengah.
Tak dinyana, Sinar Mas harus menunda aksi korporasi itu. Komite Stabilitas Sektor Keuangan, yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono, tiba-tiba memutuskan Lembaga Penjamin Simpanan mengambil alih Bank Century mulai Jumat pekan lalu. ”Proses akuisisi Century akan kami teruskan setelah menunggu langkah pemerintah lebih lanjut,” kata Direktur Pelaksana Grup Sinar Mas, Gandhi Sulistyanto, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Gegeran Bank Century dalam dua pekan terakhir memang telah membuat industri perbankan ketar-ketir. Di tengah seretnya likuiditas, bank-bank resah karena mulai terjadi perpindahan dana dari bank-bank kecil ke bank besar. Beberapa bank juga mulai pelit meminjamkan dananya ke bank lain. Tak aneh jika sempat muncul rumor tujuh bank dalam kesulitan likuiditas (baca boks: ”Terapi Kejut sang Pialang”).
Olengnya Bank Century bermula dari keterlambatan bank ini selama 15 menit menyetor prefund untuk keperluan kliring. Gara-gara gagal kliring, Bank Indonesia menghentikan sementara kegiatan operasional Bank Century pada Kamis dua pekan lalu. Akibatnya, sejumlah nasabah Bank Century sempat tak bisa menarik dana di anjungan tunai mandiri.
Semula, ada harapan permasalahan yang membelit Bank Century tuntas setelah bank ini bisa melakukan kliring keesokan harinya. Tanda-tanda ke arah sana makin terang sesudah Bank Indonesia memberikan fasilitas pembiayaan jangka pendek. Pada saat yang hampir bersamaan, pemegang saham pengendali Bank Century sudah mendapat komitmen dari Sinar Mas.
Ternyata semua upaya itu belum bisa meloloskan Bank Century dari masalah. Indikasinya, sampai pekan lalu sejumlah nasabah belum bisa menarik dananya. Sebut saja Andriani, 50 tahun, yang ditemui Tempo pada Jumat pekan lalu di kantor Bank Century Sentral Senayan I. Distributor rokok ini mengaku sejak Selasa hingga Jumat pekan lalu belum bisa mencairkan depositonya US$ 25 ribu.
Menurut Boediono, Bank Indonesia sudah lama mengendus masalah likuiditas Bank Century. Bank Indonesia pun tak tinggal diam. Untuk mengatasi hal itu, bank sentral meminta Bank Century menjual aset-aset likuidnya, termasuk menyediakan fasilitas pendanaan jangka pendek. Tapi memburuknya krisis keuangan global kian memberikan tekanan kepada Bank Century. ”Tekanan makin berat seiring dengan menurunnya persepsi positif nasabah terhadap Bank Century.”
Setelah dikaji, kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian itu, ternyata permasalahan Bank Century bisa berdampak sistemik terhadap sistem perbankan nasional. Bank-bank lainnya bisa rontok terimbas efek Century. Atas dasar itulah, pemerintah buru-buru memutuskan Lembaga Penjamin mengambil alih Century dan mengganti manajemennya.
Group Head Jakarta Network PT Bank Mandiri Tbk., Maryono, ditunjuk menjadi Direktur Utama Bank Century, menggantikan Hermanus Hasan Muslim. ”Diharapkan Bank Century segera membaik,” kata Boediono dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat pekan lalu. ”Kepanikan juga bisa diredam dan memberikan kepastian kepada masyarakat.”
Pengambilalihan itu cukup mengejutkan. Sebab, Sinar Mas sedang dalam tahap melakukan uji tuntas (due diligence) atas ”isi perut” bank itu sejak Senin pekan lalu. Kelompok usaha itu sebenarnya tinggal selangkah lagi memiliki bank yang berkantor pusat di Sentral Senayan I Jakarta ini.
Keputusan Sinar Mas itu, kata sumber Tempo, diambil karena sebelumnya pengendali Bank Century sudah meminta ”bantuan” keluarga Widjaja. Mereka menawarkan saham mereka kepada Grup Sinar Mas sebagai kompensasinya. Keluarga Widjaja setuju. Permintaan yang sama, kata sumber itu, juga diajukan Bank Indonesia. ”Sinar Mas diminta ikut menenangkan industri perbankan.”
Akhirnya, katanya, manajemen Sinar Mas menugasi Sinar Mas Multiartha untuk mengakuisisi Century. Sulistyanto ketika dimintai konfirmasi tak menampiknya. Sinar Mas, kata dia, bersedia menyambut tawaran dari pemegang saham Century. ”Ini untuk membantu perbankan nasional,” katanya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Permasalahan muncul ketika Bank Indonesia mendesak Grup Sinar Mas secepatnya menuntaskan akuisisi dan segera menyuntikkan dana segar ke Bank Century. Kelompok usaha yang besar karena usaha perkayuan dan perkebunan sawit ini, kata sumber Tempo tadi, berkeberatan atas desakan itu karena akuisisi harus didasarkan pada pertimbangan bisnis.
Sulistyanto enggan mengomentari cerita ini. Dia hanya berujar, ”Kami hanya mengikuti standar kehatian-hatian. Kami tak berani buru-buru.” Grup Sinar Mas, menurut Boediono, memang membutuhkan waktu untuk mengambil alih Bank Century. Tapi Bank Indonesia dan pemerintah juga berpacu dengan waktu untuk meredakan kepanikan dan mencegah krisis menyebar ke bank lain. ”Jalan terbaik sementara ini LPS mengambil alih Century.”
Sumber Tempo di pemerintahan mengungkapkan, belum bersedianya Grup Sinar Mas cepat menyelesaikan akuisisi memaksa pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan alternatif lain penyelamatan Century dan juga industri perbankan nasional. Rapat darurat pun digelar pada Kamis malam pekan lalu di kantor Menteri Sri Mulyani di Departemen Keuangan, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Rapat dihadiri oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil, Boediono, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Ch. Fadjrijah, Muliaman Hadad, dan Budi Mulia. Para pejabat Departemen Keuangan, seperti Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Walujanto dan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, tampak hadir.
Rapat yang membahas antisipasi industri perbankan itu juga dihadiri oleh Hermanus dan Wakil Direktur Utama Bank Century Hamidy, serta Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Fuad Rahmany dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan Firdaus Djaelani ikut bergabung. Rapat yang berlangsung hampir 10 jam itu baru berakhir menjelang pukul 06.00 Jumat pekan lalu. ”Salah satu keputusan rapat antara lain Lembaga Simpanan mengambil alih Century,” katanya.
Setelah pengambilalihan itu, menurut Sekretaris Perusahaan Bank Century Dedy Triyana, permasalahan Bank Century otomatis sudah tuntas. ”Nasabah tak perlu panik lagi. Semuanya sudah diambil alih oleh pemerintah,” ujarnya.
Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan Rudjito juga optimistis kinerja Bank Century bisa segera normal. Mulai pekan ini secara bertahap Bank Indonesia akan menyuntikkan pembiayaan darurat kepada Bank Century untuk memulihkan rasio kecukupan modal bank itu, yang sudah melorot di bawah 8 persen. Adapun soal calon investor baru Bank Century, katanya, semua boleh meminang, termasuk Sinar Mas.
Tapi ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ikhsan mengingatkan efek Bank Century belum reda karena masalah utama saat ini adalah seretnya likuiditas di pasar uang. Dalam kondisi saat ini, bank besar enggan meminjamkan dana ke bank kecil. Tak aneh jika saat ini banyak praktisi perbankan menginginkan adanya penjaminan penuh (blanket guarantee) terhadap simpanan nasabah dan dana antarbank. ”Jika ada blanket guarantee, mungkin dulu Bank Century bisa mendapatkan dana dari bank yang lebih besar,” ujarnya.
Di mata analis PT Finan Corporindo Nusa Edwin Sebayang, krisis likuiditas perbankan saat ini ada sisi positifnya. Kini, para pemilik bank kecil mulai serius memikirkan merger sesuai dengan Arsitektur Perbankan Indonesia. Sejauh ini, upaya verbal Bank Indonesia meminta bank melakukan konsolidasi memang masih diabaikan. Agaknya, hanya krisislah yang bisa memaksa bank merger dan melakukan konsolidasi secara alamiah. Persis dengan kejadian sepuluh tahun silam.
Padjar Iswara, Ismi Wahid, Amandra Mustika, Anne L. Handayanie
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo