Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Setengah Hati Kompor Induksi

Pemerintah bersama Perusahaan Listrik Negara mendorong penggunaan kompor listrik untuk mengurangi konsumsi elpiji. Konsumen terhadang tingginya biaya pengadaan perangkat.

12 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Warga penerima bantuan kompor induksi tak serta-merta menyetop penggunaan kompor elpiji.

  • PLN membidik target migrasi kompor induksi sebanyak 1 juta pelanggan dalam setahun ke depan.

  • Program pemerintah mengurangi konsumsi elpiji melibatkan pemerintah daerah.

BAK déjà vu, Suharti kembali beroleh perangkat rumah tangga baru secara cuma-cuma. Empat belas tahun lalu, perempuan 65 tahun itu kebagian tabung gas melon—begitu tabung elpiji 3 kilogram biasa disebut—gratis untuk dipakai di dapurnya. Kala itu, pemerintah sedang menggalakkan program konversi bahan bakar minyak ke elpiji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agustus lalu, giliran kompor induksi yang ia terima. Suharti adalah satu dari 120 orang warga Rukun Warga 05 Kelurahan Batu Ampar, Jakarta Timur, yang kebagian kompor listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Berbeda dengan kompor lamanya, kompor induksi satu tungku itu memanfaatkan energi listrik untuk menghasilkan panas yang kemudian dihantarkan oleh magnet. Meski pembagian ini bagian dari program tanggung jawab sosial PLN, penggunaan kompor listrik sebenarnya sudah lama digadang-gadang pemerintah sebagai opsi untuk mengurangi tingkat konsumsi elpiji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walau demikian, tiga bulan berjalan, Suharti tak lantas menyingkirkan kompor gasnya. Karena kompor itu hanya punya satu tungku, pemanfaatannya masih terbatas. Apalagi perlengkapan masak yang juga diperoleh gratis hanya panci dan wajan kecil, masing-masing satu unit. “Cuma dipakai buat menumis, menggoreng,” kata perempuan 65 tahun itu ketika ditemui Tempo, Kamis, 10 Desember lalu.

Solehah Khusnul Khotimah, 38 tahun, dan Puji Hartini, 50 tahun, tetangga Suharti, juga tak serta-merta seratus persen beralih menggunakan kompor induksi. Alasannya serupa. “Alat masaknya terbatas, beli sendiri kan mahal,” tutur Puji. 

Biaya investasi migrasi ke kompor induksi memang tak murah. Beruntung Suharti, Solehah, dan Puji mendapat kompor gratis dari PLN. Setidaknya mereka tak perlu merogoh kocek sekitar Rp 750 ribu untuk membeli kompor induksi satu tungku yang mereknya sama dengan yang dibagikan PLN.

Harga termurah kompor induksi satu tungku yang ditawarkan di banyak platform belanja online saat ini berkisar Rp 400 ribu. Yang termahal bisa puluhan kali lipat, tergantung merek dan fiturnya. Harganya akan jauh lebih mahal jika jumlah tungku lebih banyak.   

Tapi punya kompor induksi saja tak cukup. Alat masak kudu sesuai, tak bisa menggunakan panci atau wajan yang sebelumnya biasa dipakai dengan pembakaran api. Alat-alat itu kudu berbahan feromagnetik, yang kini banyak pula dijual seharga ratusan ribu rupiah per unit.

Semua itu belum mencakup hitungan kebutuhan menambah daya listrik. PLN sejauh ini membagikan kompor induksi kepada warga yang telah menaikkan daya listrik rumahnya menjadi 1.300-2.200 volt-ampere (VA). Maklum, konsumsi daya kompor listrik bisa sampai 1.000 watt untuk sekali memasak.

Walau begitu, Suharti, Solehah, dan Puji mengaku bisa lebih berhemat sejak mulai menggunakan kompor induksi. Mereka tak lagi membeli gas melon sebanyak biasanya, empat-lima tabung per bulan. “Listrik tambah bayar sekitar Rp 50 ribu, tapi kan gas juga berkurang,” ucap Solehah.

Pengalaman serupa dialami Widi Artati, 53 tahun, warga Perumahan Binong Permai, Kelurahan Binong, Kabupaten Tangerang, Banten, yang kampungnya juga menjadi sasaran program tanggung jawab sosial PLN berupa bagi-bagi kompor induksi. Widi bahkan kini telah meninggalkan kompor gas. Alasannya tak semata-mata penghematan. “Tak lagi ada asap di dapur, alat masak tetap kinclong. Waktu memasak juga lebih cepat,” ujar Widi, Kamis, 10 Desember lalu.

***

KELURAHAN Batu Ampar di Jakarta Timur dan Kelurahan Binong di Tangerang menjadi kawasan percontohan misi PLN membangun kampung listrik nasional. Total 232 keluarga sudah menerima bantuan kompor induksi beserta alat masak.  

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril mengatakan perusahaannya tengah membuat ekosistem untuk merealisasi rencana migrasi ke kompor induksi. Sejumlah langkah diambil, seperti bekerja sama dengan beberapa produsen kompor listrik, memetakan jalur distribusi, dan menyediakan outlet yang terjangkau bagi masyarakat. PLN juga sedang menyiapkan kerja sama dengan sejumlah lokapasar (marketplace) selaku mitra pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar mereka ikut beralih menggunakan kompor listrik. “Langkah-langkah ini selalu disinergikan dengan kebijakan pemerintah pusat,” kata Bob, Selasa, 8 Desember lalu.

Pemerintah memang sedang berupaya mengurangi penggunaan elpiji yang selama ini menjadi biang kerok defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran. Sebagian besar elpiji kudu diimpor karena tingginya angka konsumsi tak disertai kemampuan produksi dalam negeri.

Program mengurangi konsumsi elpiji ini sebenarnya sudah digagas sejak 2017, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral masih dijabat Ignasius Jonan. Dalam peta jalan migrasi kompor induksi yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemerintah menargetkan 15 juta pelanggan beralih menggunakan kompor induksi listrik pada 2030. Angka tersebut setara dengan kenaikan penjualan listrik sebesar 80,71 terawatt-jam (tWh) dan penghematan subsidi elpiji sekitar Rp 4,48 triliun serta penurunan emisi gas karbon 253.872 kilogram.

Di Jawa Barat, program konversi kompor elpiji ke kompor induksi listrik juga telah menjadi program unggulan Gubernur Ridwan Kamil. Pada 5 Maret 2019, Ridwan meneken surat edaran berisi imbauan menggunakan kompor induksi untuk pelanggan listrik PLN berdaya 2.200 VA. Imbauan itu meluncur seiring dengan program konversi yang ditandai dengan pembagian 4.130 kompor induksi berdaya 900 watt. 

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat Bambang Rianto mengklaim pemakaian listrik pengganti elpiji untuk keperluan rumah tangga lebih menguntungkan. Dinas Energi Jawa Barat menghitung, biaya penggunaan kompor gas rumah tangga bisa mencapai Rp 170 ribu per bulan. Sedangkan ongkos kompor induksi hanya Rp 132 ribu per bulan. 

Program konversi ini pun menjadi bagian dari kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan PLN. Bambang memaparkan, saat ini terdapat 12,76 juta rumah tangga di wilayahnya. Dengan asumsi setiap rumah tangga menggunakan kompor induksi selama tiga jam per hari, emisi berpotensi berkurang setara dengan 5,48 gigaton karbon dioksida. “Kontribusi bagi pencapaian target konsumsi listrik per kapita (dari kompor induksi) kurang-lebih 6,08 kWh per kapita,” tutur Bambang, Kamis, 10 Desember lalu. 

Bob Saril mengatakan kebijakan migrasi ke kompor induksi memang didukung oleh unit pelayanan di setiap daerah. Pengadaan kompor induksi pun sudah dilakukan untuk 112 keluarga di Pulau Buku Limau, Bangka Belitung, dan 34 keluarga di Pulau Tinggi, Bangka Selatan, pada November tahun lalu.

Menurut Bob, PLN menargetkan 1 juta pelanggan sudah beralih menggunakan kompor induksi setidaknya pada Oktober 2021. Jika itu terealisasi, konsumsi listrik diperkirakan bisa naik sekitar 2,4 tWh dalam setahun. “Salah satu tujuan migrasi ini adalah menaikkan demand,” ujarnya. “Lebih difokuskan ke Jawa-Bali, sekitar 65 persennya.”

Sebagai langkah awal, pemerintah sedang mengarahkan program migrasi ke kelompok masyarakat mampu. Pada tahap pertama ini, program plug-in ready menyasar golongan rumah tangga 2.200 VA yang tinggal di wilayah dengan biaya pokok penyediaan listrik lebih rendah ketimbang tarif dasar listrik. Jumlah sasarannya sebanyak 4 juta rumah tangga di beberapa wilayah di Jawa, Madura, Bali, Sumatera, dan Sulawesi.

Pada tahap kedua, program migrasi akan membidik 792.232 rumah tangga golongan 2.200 VA ke atas. Tahap ini akan disusul dengan program migrasi bagi pelanggan golongan 900-1.300 VA sebanyak 34,8 juta rumah tangga. Sedangkan migrasi paling akhir akan dijalankan terhadap 31,5 juta rumah tangga pelanggan daya 450-900 VA.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan penentuan target rumah tangga hanya satu dari sederet rencana kerja program migrasi. Menurut dia, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan PLN juga harus menjajaki pelaku usaha properti, restoran, dan perhotelan. “Pemerintah tidak mungkin melakukan semua itu sendiri. Makanya perlu konsolidasi dengan pemerintah daerah dan pihak lain. Program ini pasti berlaku untuk semua,” ucap Rida, Jumat, 11 Desember lalu.

Pada saat yang sama, Rida melanjutkan, pemerintah sedang mengkaji beberapa opsi kebijakan agar harga kompor induksi makin terjangkau dan mudah didapatkan. “Termasuk menghitung nilai subsidi yang dapat diberikan,” tutur Rida, yang mengakui urusan biaya pengadaan kompor induksi hingga kini masih menjadi topik pembahasan panjang pemerintah.

AISHA SHAIDRA, AHMAD FIKRI (BANDUNG), AYU CIPTA (TANGERANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus