Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Skala usaha Perum DAMRI meningkat setelah kelimpahan aset Perum PPD.
Merger DAMRI-PPD berpotensi mendongkrak pendapatan hingga Rp 2-3 triliun.
DAMRI dinilai bisa lebih fokus menggarap rute perintis dan rute lintas batas negara.
JAKARTA – Skala usaha Perusahaan Umum (Perum) DAMRI terus meningkat setelah kelimpahan aset Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD). Sejak 6 Juni lalu, layanan bus Perum PPD yang malang melintang di area DKI Jakarta dan sekitarnya resmi dilebur ke dalam lingkaran bisnis DAMRI lewat Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2023. Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis Damri, Dadan Rudiansyah, mengatakan valuasi bisnis DAMRI terus melambung setelah menjadi operator bus pelat merah tunggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada value creation sekitar Rp 700 miliar sampai 2027,” ucapnya kepada Tempo, kemarin.
Sebelum dilebur, kata Dadan, baik DAMRI maupun PPD hanya bisa meraup pendapatan Rp 1,3-1,4 triliun. Penggabungan usaha dua badan usaha milik negara ini berpotensi mendongkrak angka itu hingga Rp 2-3 triliun. Menurut dia, DAMRI masih menggantungkan 80 persen porsi pendapatan usaha dari segmen bus komersial. Adapun kontribusi dari bus keperintisan hanya 16 persen—minim karena cenderung berupa layanan sosial. “Layanan PPD bisa dioptimalkan di rute kami yang sudah ada. Yang pasti DAMRI sudah masuk ke semua provinsi.”
Duo Perum Angkutan Jalan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Segmen pasar kedua operator bus milik negara itu berbeda, tapi bersinggungan di beberapa jenis rute. DAMRI tercatat mengelola 2.534 unit bus yang tersebar di seluruh negeri. Sebanyak 854 unit dari jumlah tersebut atau jumlah terbesarnya dipakai untuk lebih dari 320 trayek keperintisan. DAMRI juga mengerahkan 735 unit bus untuk segmen antarkota antarprovinsi (AKAP) serta 421 unit untuk bandara. Sisanya dioperasikan untuk delapan jenis segmen angkutan lainnya.
Dadan menyebutkan bus dari PPD masih harus dimodifikasi ulang agar cocok dengan jenis layanan DAMRI. Karena cenderung melayani segmen bus rapid transit (BRT) di Ibu Kota, interior dan kursi bus PPD cenderung mirip dengan bus PT Transjakarta. “Harus ada rekondisi sebelum dipakai di rute DAMRI.”
Bila merujuk pada data yang dipresentasikan di Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat pada awal November 2022, Perum PPD kini mengelola 600 bus besar tipe Euro II Engine model dua pintu. Ratusan armada yang harga per unitnya Rp 446-507 juta itu merupakan aset penyertaan modal pemerintah pusat (PMPP) yang diterima PPD dari Kementerian Perhubungan pada 2016.
Dalam forum yang sama, Direktur Perum PPD, Joni Prasetiyanto, mengatakan ada 494 dari 600 bus tersebut yang dimitrakan dengan PT Transjakarta untuk 36 koridor dalam kota. Adapun 106 bus PPD lainnya dipakai untuk melayani 34 trayek Transjabodetabek.
Bus Transjakarta PPD berhenti di halte Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 7 Desember 2021. Dok. TEMPO/Muhammad Hidayat
Jumlah penumpang PPD sempat merosot dari 2,24 juta pada 2019 menjadi hanya 917 ribu penumpang pada 2021. “Ada pengaruh situasi Covid-19,” katanya. Sebelum mengurusi Perum PPD, Joni merupakan Direktur Keuangan Perum DAMRI. Posisinya dikembalikan ke DAMRI setelah rampungnya merger PPD.
Dalam presentasi di Dewan, total aset Perum PPD terus meningkat dari Rp 272,7 miliar pada 2017 menjadi Rp 681,6 miliar pada 2021. Pendapatan usahanya juga naik dari Rp 255,2 miliar pada 2017 menjadi Rp 418,5 miliar pada 2019. Posisinya menurun ke Rp 371,6 miliar pada 2021 akibat pembatasan mobilitas selama masa pandemi.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengklaim merger bisa menihilkan tumpang tindih bisnis kedua pengelola bus pelat merah. “Akibat memiliki fokus bisnis yang sama di antara kedua entitas,” kata Tiko dalam keterangan tertulis. Dia pun meminta DAMRI meningkatkan integrasi multimoda entitas transportasi lainnya.
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyarankan agar bus PPD tetap dioptimalkan untuk trayek dalam kota serta rute antar-jemput bandara. Layanan bus DAMRI, menurut dia, bisa diperluas ke daerah yang belum sempat terlayani sebelumnya. “DAMRI sering kekurangan finansial untuk pengadaan armada, padahal potensi pasarnya masih besar, seperti di Kalimantan,” ucap Djoko, kemarin.
Masuknya PPD, kata Djoko, bisa membuat DAMRI lebih berfokus menggarap rute perintis dan rute lintas batas negara. Untuk 2024, Kementerian Perhubungan menganggarkan Rp 4,1 triliun untuk subsidi angkutan perintis. Sebanyak Rp 1,5 triliun dari jumlah itu mengucur ke moda angkutan darat. Dana itu dipakai untuk 327 trayek angkutan jalan, 33 trayek angkutan antarmoda, serta 7 lintasan mobil barang.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo