Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GEDUNG tiga lantai bercat putih berpadu merah dan hijau itu terlihat berbeda dibanding bangunan lainnya di Simen Street, Chiayi City, Taiwan Selatan. Tampak papan merah bertulisan ”Toko Wiwi” menggantung di depan bangunan seluas 200 meter persegi tersebut. Itulah minimarket milik warga negara Taiwan yang beristrikan orang Indonesia.
Rumah sekaligus toko kelontong itu menjual bermacam produk Indonesia. Ada penganan ringan, mi merek Indomie dan Mie Sedaap, sampai sabun cuci Rinso, Wings, dan lainnya. ”Banyak orang Indonesia belanja di situ,” kata Ani Rejeki, tenaga kerja asal Yogyakarta yang sudah delapan tahun menetap di Taiwan, kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Toko Wiwi sering disambangi orang Indonesia karena di lantai tiga ada musala. Di lantai paling atas itu, Majelis Taklim Yasin Indonesia-Taiwan juga bermarkas.
Kini ada yang berubah di kios tersebut: para pelanggan dari Indonesia sulit menemukan Indomie. Supermarket besar lain di Taipei juga sudah tak menjual Indomie lagi. Penyebabnya, otoritas kesehatan Taiwan mengumumkan mi instan produksi PT Indofood Sukses Makmur itu mengandung bahan pengawet methyl para-hydroxybenzoate (nipagin) dan natrium benzoat melebihi ketentuan. ”Majikan saya langsung membuang satu kardus Indomie,” ujar Listia Juliwahyu, tenaga kerja lainnya asal Indonesia, menambahkan.
Minggu pekan lalu, badan pengawas obat dan makanan Taiwan menarik Indomie dan Mie Sedaap dari toko-toko dan supermarket. Kebanyakan yang ditarik Indomie goreng. Kebijakan itu mengejutkan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Kepala Kantor Dagang, Harmen Sembiring, mengungkapkan, Ahad pagi hingga siang, ia dan sejumlah anggota staf kantor dagang sedang menghadiri perayaan Double Ten Day (Hari Kemerdekaan Rakyat Taiwan).
Saat itu, ujar Harmen, tak ada satu pejabat Taiwan pun memberi tahu ada penarikan Indomie dan Mie Sedaap. Keesokan paginya, saat dia datang ke Kantor Dagang di Neihu, Distrik Taipei, seorang anggota staf lokal memberi tahu bahwa otoritas kesehatan Taiwan telah menarik mi instan Indonesia. ”Saya kaget sekali,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu. Harmen langsung menelepon Wakil Menteri Luar Negeri Taiwan, Shen Lyu-Shun, menanyakan apa yang sedang terjadi dengan mi instan Indonesia ini.
Terlambat. Berita penarikan Indomie dan Mie Sedaap di Taiwan sudah menyebar cepat ke Tanah Air. Manajemen Indofood kelabakan. Apalagi sahamnya dan PT Indofood CBP (unit usahanya) anjlok tajam di bursa efek. Produsen mi terbesar di dunia milik Sudono Salim (Liem Sioe Liong) itu pontang-panting menampik kabar miring ini. Menurut Direktur Indofood CBP Taufik Wiraatmadja, produk mi Indofood telah memenuhi ketentuan di Taiwan. ”Kami juga telah memenuhi ketentuan Codex Alimentarius Commission, standar global yang mengatur bahan makanan,” ujarnya di Jakarta.
SALINAN surat dari badan pengawas obat dan makanan Taiwan diterima salah seorang pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Jakarta, Juni lalu. Otoritas pengawas obat dan makanan di negeri yang dulu dikenal dengan nama Formosa itu meminta klarifikasi kepada Indofood dan Kementerian Perdagangan tentang kandungan pengawet Indomie yang melebihi ketentuan di Taiwan. ”Seorang pengurus Kadin memberi tahu Indofood dan pemerintah soal permintaan klarifikasi itu,” bisik sumber Tempo di Jakarta pekan lalu.
Sumber Tempo ini menyangka Indofood dan pemerintah bisa menuntaskan masalah pengawet Indomie itu. Rupanya belum. Empat bulan berselang, isu kelebihan pengawet dalam Indomie ternyata belum tuntas. ”Eh, malah meledak sekarang,” ujarnya.
Wakil Direktur Utama Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang, tak menampik cerita ini. Franky—panggilan akrabnya—mengatakan bahwa pada pertengahan Juni 2010 manajemen Indofood telah merespons surat dari lembaga pengawas makanan di Taiwan itu. Dalam surat balasan, Indofood menyatakan selalu menyesuaikan persyaratan dan peraturan yang berlaku di Taiwan.
Sejak Juli hingga awal Oktober 2010, kata dia, manajemen Indofood tidak mendengar ada masalah lagi ihwal kelebihan pengawet Indomie yang diekspor ke Taiwan. Tapi, Jumat dua pekan lalu, tiba-tiba kabar buruk datang. Otoritas kesehatan Taiwan menarik Indomie dari toko-toko dan supermarket. ”Kami sedang mencari fakta di Taiwan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Franciscus di Jakarta pekan lalu.
Kebijakan Taiwan itu membuat politikus di Senayan gerah. Mereka curiga Taiwan memicu perang dagang. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso mengatakan, ”Ini tak lepas dari perang dagang Taiwan.” Wakil Ketua Dewan Pramono Anung meminta pemerintah melindungi produsen mi Indofood. ”Indomie salah satu produk unggulan ekspor Indonesia,” ujarnya. Dewan pun mengundang Indofood ke Senayan, Kamis pekan lalu.
Seorang eksportir makanan dan minuman mengatakan tudingan kepada Taiwan melakukan perang dagang bisa dimaklumi. Sebab, indikasinya memang ada. Uni-President, produsen mi Taiwan, semakin kewalahan menghadapi derasnya Indomie. Banyak penduduk Taiwan ikut-ikutan tenaga kerja Indonesia membeli Indomie. Kebiasaan baru penduduk Taiwan itu sudah berlangsung sejak lima tahun lalu. ”Pemerintah Taiwan tampaknya ingin melindungi Uni-President,” ujarnya.
Toh, secara resmi pemerintah Indonesia belum berani menyimpulkan adanya perang dagang ini. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa hanya meminta pemerintah Taiwan bertindak adil. ”Kami akan protes jika itu perang dagang,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta pekan lalu.
Demi mencari tahu penyebabnya, Selasa malam pekan lalu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menggelar sejumlah pertemuan intensif dengan manajemen Indofood yang dipimpin Franciscus. Ikut hadir Harmen, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Kustantinah, Ketua Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman Franky Sibarani, dan sejumlah pejabat Kementerian Perdagangan lainnya.
Sumber Tempo yang ikut pertemuan itu mengungkapkan, dalam rapat terungkap ada dua label Indomie di Taiwan. Satu label Indomie khusus pasar Taiwan, tanpa kandungan pengawet. Indomie ini diekspor oleh distributor tunggal Indofood. Satu label lainnya, Indomie khusus pasar Indonesia, dengan kandungan pengawet tertentu. ”Produk Indomie khusus pasar dalam negeri ini ikut masuk ke Taiwan dibawa importir dan pedagang lain,” ujarnya. ”Jadi ada ekspor Indomie paralel ke Taiwan.”
Franciscus mengatakan Indofood tak bisa mencegah ekspor Indomie yang sebenarnya hanya untuk konsumsi di Indonesia. ”Seharusnya bea dan cukai Taiwan ikut membantu,” ujarnya. Adapun Mari Pangestu mengatakan pemerintah sedang menyelidiki pedagang atau pengusaha yang melakukan ekspor paralel Indomie. Yang jelas, kata Mari, ”Kami meminta Taiwan melakukan klarifikasi karena Indomie sebenarnya aman dikonsumsi.”
Pemerintah Taiwan tak berdiam diri. Sambil mendampingi delegasi dagangnya yang berpameran di Arena Pekan Raya Jakarta, perwakilan Taiwan yang dipimpin Kepala Kantor Perwakilan Perdagangan (TETO) di Jakarta, Andrew Hsia, menggelar pertemuan dengan Kementerian Perdagangan di Gedung Pusat Niaga, Kemayoran, Jakarta, Kamis siang pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Harmen kembali hadir. ”Pemerintah Taiwan berjanji akan segera melakukan klarifikasi,” tutur Harmen.
Dalam pertemuan tersebut, kata Harmen, pemerintah Taiwan juga memastikan tidak ada unsur perang dagang di balik penarikan Indomie itu. Bagi Taiwan, Indonesia mitra dagang yang penting. Begitu pula sebaliknya. Menurut Deputi Kepala Kantor Perwakilan Perdagangan Taiwan di Jakarta, Chen Wenbing, penarikan Indomie semata-mata karena kandungan pengawet mi instan Indofood yang melebihi ketentuan di Taiwan.
Wenbing menjelaskan, Taiwan tak ikut meratifikasi standar Codex—standar dan panduan keselamatan makanan yang digagas Badan Pangan Dunia (FAO)—yang masih mengizinkan kadar nipagin 1.000 miligram per satu kilogram. ”Syarat kadar pengawet nipagin dan natrium benzoat dalam makanan di negeri kami nol persen,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Berdasarkan uji tiga jenis mi goreng Indomie yang dilakukan Tempo di Laboratorium PT Sucofindo, kandungan pengawet natrium benzoat pada kecap Indomie sebesar 398,94-407,65 miligram per kilogram. Kadar natrium benzoat pada saus Indomie 720,78-808,57 miligram per kilogram. Adapun kadar pengawet nipaginnya 162,05-169,32 miligram per kilogram. Kadarnya memang masih memenuhi syarat pemerintah Indonesia, tapi di atas ketentuan pemerintah Taiwan (lihat infografik).
Pengamat perdagangan luar negeri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adam Latif, mengatakan reaksi pemerintah Indonesia masih wajar sehubungan dengan penarikan Indomie di luar negeri. ”Bila tak ditangani cepat, dikhawatirkan merembet ke produk makanan lain di negeri lainnya,” ujarnya. Sejauh ini Indofood masih beruntung. Penarikan mi instan tak menyebar ke negara lain. Di Singapura dan Malaysia, Indomie dinyatakan aman dikonsumsi.
Namun, kata Adam, pemerintah Indonesia juga jangan diskriminatif hanya menindaklanjuti masalah ekspor kelompok usaha besar di luar negeri. ”Ini tes kasus buat pemerintah,” ujarnya, ”Apakah mau cepat menindaklanjuti kasus-kasus ekspor perusahaan kecil, seperti eksportir ikan asin.” Pengusaha perikanan, katanya, masih sering diperlakukan tidak adil di luar negeri. Tapi pemerintah kita adem ayem saja.
Padjar Iswara, Nieke Indrietta, Retno Sulistyowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo