Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Simalakama rei bisa berbahaya

Situasi suku bunga yang tinggi menyebabkan banyak debitur meminta penjadwalan utang-utang mereka. 60% pengusaha real estate megap-megap.

1 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena suku bunga tinggi, banyak debitur meminta agar utang-utangnya dijadwal kembali. Dan 60% perusahaan real estate megap-megap. DENYUT pusing di kepala para bankir tampaknya masih akan berkelanjutan. Belum beres menghitung penurunan suku bunga, mereka sudah direcoki para debitur yang meminta penjadwalan kembali utang-utang mereka. "Jumlah debitur yang meminta penjadwalan kembali memang belum banyak, tapi gejalanya cukup merisaukan," ujar Hidajat Tjandradjaja, Vice President BII (Bank Internasional Indonesia). Appeal untuk penjadwalan kembali itu bukanlah karena perencanaan mereka mengalami salah kalkulasi. Tapi, "Keadaan yang membuat mismatch," ujar Priyatna, Presiden Direktur Panin Bank. Situasi suku bunga kredit yang tinggi sekarang -akibat pengetatan likuiditas yang berkepanjangan -adalah penyebab para debitur dilanda kesulitan. Usaha menurunkan bunga memang sedang digalakkan oleh kalangan perbankan. Awal pekan lalu, misalnya, delapan bank papan atas mencanangkan bahwa mereka sepakat akan menurunkan bunga rata-rata 1-2%. Tapi, usaha itu belum dengan sendirinya meringankan beban para debitur, khususnya para pengusaha real estate dan garmen. Sampai kini, banyak proyek pembangunan kompleks perumahan yang tersendat setelah Sumarlin menggebrak. Menurut Enggartiasto Lukita, Ketua I REI (Real Estate Indonesia), hingga kini dari sebagian besar anggota REI banyak yang megap-megap karena terimpit kesulitan dana. Dari 970-an anggota REI, 60% sudah berteriak bahwa mereka tidak mampu lagi membayar utangnya ke bank. "Penjadwalan utang adalah satu-satunya cara yang bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran," ujarnya. Mereka kebanyakan pengusaha menengah dari daerah. Penyebabnya, terutama, karena harus memikul beban bunga yang tinggi. Setelah diberlakukannya kebijaksanaan uang ketat, rata-rata bunga kredit yang harus mereka pikul 32%, jauh lebih tinggi dibandingkan masa sebelumnya yang rata-rata 20%. Ditambah lagi naiknya harga material bangunan dan lesunya pasar. Rata-rata penjualan sekarang ini 10-15 unit per bulan, jauh di bawah omset sebelumnya yang bisa mencapai 80-90 rumah per bulan. "Akibat beban pengeluaran lebih besar ketimbang pemasukan, jelas mereka tidak mampu membayar utang," kata Presiden Direktur PT Bangun Cipta Pratama itu. Untuk penjadwalan utang, banyak cara bisa dilakukan. Misalnya dengan menunda pembayaran bunganya -jadi dibayar tiap kuartal saja. Bisa juga dengan cara menunda angsuran pokoknya. "Yang penting, dalam pelaksanaannya ada kelonggaran," kata Enggar. Ia berpendapat, kemampuan pihak pengusaha juga perlu dilihat. Namun, karena kondisi dan situasi masih belum menentu, tempo penundaan, menurut Enggartiasto, tidak cukup enam bulan. Maksudnya, tentu, supaya kelonggaran bayar bunga bisa diatur dalam jangka waktu yang lebih lama. Masalahnya tergantung pada bank, apakah penjadwalan utang bisa dilaksanakan atau tidak. Dan repotnya lagi, bagi para bankir, urusan penjadwalan utang bagaikan buah simalakama. Bila permohonan debitur tidak digubris, kredit bisa macet. Sebaliknya, bila permohonan mereka dikabulkan, permutaran uang bisa macet, dan piutang dalam neraca debet akan membengkak. "Kalau hal ini dibiarkan terlalu lama, berbahaya," ujar Hidajat. Menghadapi urusan penjadwalan utang, bank memang harus ekstra hati-hati. Juga patut diingat, tidak semua permohonan penjadwalan akan dikabulkan. Mengapa? Mungkin saja ada nasabah yang nakal. Tapi, permohonan mana yang akan dikabulkan? "Akan dilihat kasus per kasus," begitu janji Hidajat. "Yang penting, dalam situasi uang ketat ini kita harus saling bantu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus