PERUMTEL (Perusahaan Umum Telekomunikasi) bukan hanya sibuk menambah jaringan telepon, tapi juga tekun menata kembali manajemennya. Yang disebut terakhir ini agaknya dilakukan dalam proses berganti rupa menjadi PT Telekomunikasi. Dirut Perumtel Cacuk Sudarijanto mengungkapkan pekan lalu, bahwa kini ada sebuah tim konsultan dari perusahaan telekomunikasi milik pemerintah Korea Selatan yang melakukan SWOT (menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) bagi Perumtel. Dirut Cacuk yang juga Ketua Perhimpunan Manajemen Indonesia (Permanin) ini mengakui, Perumtel ingin belajar dari BUMN Korea tersebut. Berapa "uang kuliahnya"? "Sekitar US$ 3,17 juta" ujar seorang pejabat dari kantor pusat Perumtel di Bandung. Katanya, konsultan Korea Selatan itu dikontrak selama dua tahun, terhitung sejak Maret 1991. Sebelum ini, Perumtel pernah juga memakai tenaga konsultan dari P.A. Management (Australia), JICA dan PMC (Jepang), serta Booz Allen & Hamilton (Inggris). Tapi mengapa harus Korea Selatan? "Perusahaan Korea itu pun pernah mengalami kondisi buruk seperti yang kita alami," tutur Cacuk. Tapi itu cerita lama. Kini, negara industri baru itu mempunyai 16 juta satuan sambungan telepon (SST) dan perusahaan telekomunikasinya (Korea Telecom) mampu memasang tiga juta SST per tahun. Dan itu seiring dengan kemajuan industri telekomunikasi Korea, baik di hulu maupun di hilir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini