Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kinerja saham emiten bank digital melemah sepanjang tahun ini.
Beberapa emiten bank digital sempat mengalami ARB.
Analis merekomendasikan bank digital yang memiliki ekosistem impresif seperti Bank Jago.
JAKARTA - Performa saham emiten bank digital di Bursa Efek Indonesia menunjukkan sinyal koreksi sejak awal tahun ini. Aksi ambil untung disebut-sebut menjadi salah satu pemicunya. Sinyal koreksi, salah satunya, muncul saat PT Bank Amar Indonesia Tbk masuk jajaran top loser dalam perdagangan Kamis pekan lalu.
Harga saham emiten berkode AMAR itu merosot 7 persen hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) di level Rp 372 per lembar. Dalam perdagangan sehari berikutnya, harga saham emiten ini kembali turun 6,99 persen ke level Rp 346 per lembar.
Pada akhir Januari lalu, setidaknya dua bank digital turut mengalami ARB. Saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO) terjun pada perdagangan Selasa, 25 Januari lalu. Jika ditilik, sejak awal tahun, nilai saham keduanya turun masing-masing 14,45 dan 3,44 persen.
Menurut Direktur PT Ekuator Swarna Investama, Hans Kwee, tren koreksi saham bank digital, antara lain, dipicu oleh aksi ambil untung. "Kenaikan harga sahamnya sudah cukup tinggi sehingga pelaku pasar melakukan ambil untung terhadap saham tersebut," ujarnya, kemarin. Selain itu, valuasi yang terlalu mahal bakal membuat pelaku pasar menanti koreksi nilai sebelum melakukan aksi beli.
Hans menuturkan, para pelaku pasar juga tengah menanti kinerja bank-bank digital setelah berhasil menggalang dana di pasar saham. Saham yang termasuk kelompok teknologi ini membutuhkan jangka waktu yang panjang untuk berkembang.
Akibat sifat pertumbuhan jangka panjang tersebut, proyeksi bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), yang menaikkan suku bunga turut mempengaruhi keputusan pelaku pasar melepas saham bank-bank digital. "Saham teknologi sangat terpengaruh oleh suku bunga. Kalau The Fed menaikkan suku bunga, bank digital bisa lebih terkoreksi," tuturnya.
Suasana digital lounge Bank Neo Commerce di Ashta, Jakarta, 26 Oktober 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menyatakan risiko global yang meningkat akibat rencana Rusia menginvasi Ukraina menjadi pemicu lain kemerosotan saham bank digital. Perang antar-kedua negara ini diperkirakan memperpanjang laju kenaikan harga komoditas. "Untuk mereka yang ambil untung, saham-saham di sektor ini lebih menarik," katanya.
Di sisi lain, ketegangan tersebut membuat para pelaku pasar lebih berhati-hati menyimpan dana di saham seperti bank-bank digital. Fundamental perusahaan menjadi perhatian setelah aksi ambil untung terjadi.
Meski begitu, sinyal koreksi ini tak berarti saham bank digital tidak lagi menarik. Analis Pilarmas Investindo, Okie Setya Ardiastama, menyatakan investor sedang mencermati kinerja bank digital sepanjang 2021. Terlebih saat ini perusahaan-perusahaan tersebut masih membutuhkan permodalan yang kuat guna mendukung strategi beberapa tahun ke depan.
Menurut Okie, investor dapat mencermati dan mempertimbangkan strategi manajemen perusahaan dalam satu hingga dua tahun ke depan. "Hal ini seiring dengan optimalisasi permodalan yang digunakan oleh manajemen guna mendukung aktivitas bisnis," ujar dia.
Performa 2022 (per 18 Februari)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VP Research Kanaka Hita Solvera, Janson Nasrial, menyatakan saham bank digital juga bisa ditransaksikan dalam jangka panjang. "Karena dalam jangka panjang bank digital mengoptimalkan efisiensi bank. Beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) turun, pengembalian ekuitas (ROE) naik," tuturnya.
Jika tertarik pada saham bank digital, Janson menyarankan agar investor melakukan seleksi lebih dulu. Salah satu yang harus dipastikan adalah ekosistem yang impresif. Dia mencontohkan Bank Jago yang terintegrasi dengan PT GoTo Gojek Tokopedia atau Goto Group. Selain itu, perlu diperhatikan sentimen yang membayangi kinerja bank digital. "Kenaikan suku bunga The Fed adalah katalis negatif untuk saham-saham berbasis teknologi yang mengandalkan dana murah," kata dia.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo