Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KUPANG - Investasi asing dalam bentuk pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) akan bertambah. PT Asia Mangan Grup, anak perusahaan tambang Australia, Asia Mineral Corporation Ltd, hendak membangun smelter mangan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste.
Menurut Presiden Direktur Asia Mangan Group, Michael Kiernan, pembangunan smelter ini akan dilaksanakan selama tiga tahun. Nilai investasi yang dikeluarkan mencapai US$ 150 juta atau Rp 1,8 triliun. Selain untuk membangun smelter delapan tungku, dana tersebut dialokasikan untuk pendirian pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 72 megawatt. "Smelter ini akan memberi manfaat bagi ekonomi masyarakat di Timor bagian barat," kata dia, di Kupang, akhir pekan lalu.
Smelter yang terletak di Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Belu, itu merupakan instalasi pengolahan mangan pertama di Indonesia. Kapasitas produksi smelter ini diperkirakan mencapai 128 ribu ton ferro mangan per tahun. Daya tampung pabrik ini sedikit lebih besar ketimbang produksi Asia Mangan, yang mencapai 125 ribu ton pada 2013-2014.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral R. Sukhyar mengatakan smelter tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah menekan angka ekspor mineral mentah. Pembangunan smelter di Belu, menurut dia, sangat tepat karena wilayah itu memiliki kandungan mangan paling besar di NTT. "Saya berharap investasi ini memberi nilai ekonomis yang berdampak jangka panjang bagi masyarakat," katanya.
Selain Asia Mangan, investor asing yang akan membangun smelter adalah Harita Group dan Hongqiao Group Ltd asal Cina. Perusahaan itu membangun smelter alumina di kawasan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada pertengahan tahun ini. Pabrik yang mengolah bauksit menjadi bahan dasar aluminium ini menelan investasi senilai US$ 1 miliar, atau sekitar Rp 9,9 triliun.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari, smelter tersebut merupakan pabrik alumina pertama di Indonesia. Kapasitas produksinya cukup besar, yakni 2 juta ton alumina per tahun atau empat kali lipat kebutuhan nasional. Dengan demikian, Ansari yakin bahwa setelah pabrik ini beroperasi, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor alumina. "Alumina dari smelter ini bisa dimanfaatkan oleh PT Inalum," kata dia, beberapa waktu lalu.
Kepala Eksekutif Harita Group, Lim Gunawan Haryanto, mengatakan 70 persen saham smelter ini dikuasai oleh Hongqiao Cina. Namun pengelolaannya dilakukan oleh PT Well Harvest Winning Alumina. Realisasi investasi akan dibagi dalam dua tahap, yakni 2013-2015 sebesar US$ 500 juta, sedangkan sisanya pada 2015-2016. "Kapasitas produksi masing-masing periode sebanyak 1 juta ton alumina," kata dia.
Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengatakan Indonesia dan Cina menjalin kerja sama investasi dalam sektor mineral senilai US$ 1,6 miliar (Rp 15,9 triliun). Investasi pada sektor mineral akan direalisasi melalui PT Aneka Tambang. Melalui perusahaan pelat merah itu, Cina dan Indonesia bekerja sama untuk mengolah nikel. Namun Hidayat menolak menyebutkan lokasi pembangunan pabrik itu. "Masih dalam proses perundingan," ujarnya. YOHANNES SEO (KUPANG) | ANANDA TERESIA
Ekspor Mineral (US$ juta)
Tahun | Garam, Belerang, Kapur | Bijih, Kerak, Abu Logam | Bahan Bakar Mineral |
2008 | 126,6 | 4.288,8 | 10.488,1 |
2009 | 68,4 | 5.800,4 | 13.823,5 |
2010 | 73 | 8.139,7 | 18.499,9 |
2011 | 90,4 | 7.330,9 | 27.230,7 |
2012 | 90,9 | 5.054,8 | 26.184,2 |
2013* | 69,5 | 3.685,1 | 16.665,1 |
*targetSUMBER : KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo