Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membandingkan belanja negara periode 2012 - 2014 alias era Pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dengan periode 2015 - 2017 alias era Presiden Joko Widodo.
BACA: Sri Mulyani: Menteri Itu Biasa Frustrasi
Musababnya, kerap ada pihak yang membandingkan kenaikan utang pemerintah yang begitu kontras pada dua periode tersebut. "Beberapa pengamat menyampaikan, Periode 2012-2014, kenaikan utang antara Rp 799,8 triliun dan periode 2015-2017 adalah Rp 1.329 triliun. Dipakai untuk apakah ini? Lihat sisi belanjanya," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018.
Sri Mulyani mengatakan, kendati nominal utang tambahan pada era Jokowi lebih tinggi, angka itu sejalan dengan meningkatnya belanja produktif pemerintah. Ia mengambil contoh belanja infrastruktur. "Kalau dulu periode 2012-2014 belanja infrastruktur hanya Rp 456 triliun untuk 3 tahun, sekarang mencapai Rp 904,6 triliun atau dua kali lipat," kata Sri Mulyani.
Kenaikan, tutur Sri Mulyani, juga terjadi pada belanja pendidikan. Pada periode 2012-2014 belanja pendidikan hanya Rp 983 triliun untuk tiga tahun. Angka itu naik menjadi Rp 1.167 triliun pada 2015-2017. "Belanja pendidikan kan bukan belanja yang tidak produktif, jadi jangan dilihat cuma infrastruktur."
Pada sektor kesehatan, belanja pemerintah periode Jokowi mencapai Rp 249,8 triliun ketimbang periode SBY yang hanya Rp 146 triliun untuk tiga tahun. Sri Mulyani menegaskan belanja kesehatan adalah belanja produktif untuk melindungi masyarakat miskin.
Tak berhenti pada tiga aspek itu, Sri Mulyani juga membandingkan belanja pemerintah untuk perlindungan sosial. Dulu, belanja pemerintah untuk sektor tersebut hanya mencapai Rp 35 triliun saja. Sementara pada era Jokowi, nominal belanja perlindungan sosial menyentuh Rp 299,6 triliun.
"Itu kan delapan kali lipatnya, Makanya kalau dilihat kemiskinan turun, gini ratio makin mengecil artinya makin merata. Hasilnya jelas, kok," kata Sri Mulyani.
Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan kepada semua pihak agar melakukan perbandingan-perbandingan secara keseluruhan dan tidak hanya membandingkan perihal nominal tambahan hutang saja.
"Jadi, menggambarkan seluruh cerita secara menyeluruh. Hasilnya ada enggak, ya terlihat," tutur Sri Mulyani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini