Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Soenandar Dan Bank Dunia

Gubernur Ja-Tim Soenandar Priyosudarmo menilai bantuan kredit Bank Dunia untuk perbaikan kampung memberatkan cicilan. Sementara itu malang berhasil dengan perbaikan kampungnya tanpa kredit Bank Dunia.(eb)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Bank Dunia Robert McNamara meninggalkan Indonesia dengan "sejumlah pertanyaan". Ini kesan seorang pejabat di lingkungan Bank Indonesia. Mungkin benar. Berbeda dengan kunjungannya yang kedua kali di Indonesia, yakni pada 1974, kedatangan orang No. 1 Bank Dunia itu kali ini tidak ditutup dengan pertemuan pers. Dan McNamara, yang secara kilat meninjau sawah, kampung dan gang-gang sempit seperti di daerah Cirebon dan Surabaya, mengelak singkat setiap kali dikejar wawancara. Padahal perlu juga diketahui oleh rakyat Indonesia bagaimana pendapat dia tentang kemungkinan Indonesia membayar hutang yang diberikannya. Ini jadi penting karena pernyataan Gubernur Jawa Timur Soenandar Priyosudarmo yang agak lain daripada yang lain. Ia menilai kredit Bank Dunia untuk perbaikan kampung itu (Kampong Improvement Project), akan memberatkan APBD saja, di samping menghilangkan semangat gotong royong. Itu memang baru dirasakan kemudian, setelah Gubernur Soenandar meneliti sendiri keberhasilan proyek perbaikan kampung di Malang yang tanpa kredit Bank Dunia. Cicilan Makin Membesar Mulanya, 12 Pebruari lalu, DPRD Kodya Surabaya sudah menyetujui adanya pinjaman dari Bank Dunia sebanyak Rp 9,2 milyar untuk perbaikan 28 kampung tiga tahun mendatang ini di Surabaya. Sebelumnya, kredit Bank Dunia sudah pula disalurkan lewat pemerintah pusat untuk KIP itu di Surabaya, masing-masing: tahun 1976 sebanyak Rp 250 juta, 1977 Rp 500 juta dan 1978 Rp 750 juta. Pinjaman tersebut harus dikembalikan selama 20 tahun dengan tingkat bunga 20% dan masa tenggang (grace period) 5 tahun. Maka di tahun 1982, tiba saatnya Surabaya mencicil hutang Bank Dunia yang dibuat pada 1976 sebanyak sekitar Rp 20 juta. Tapi untuk 1983, setelah ditambah dengan cicilan hutang yang dibuat pada 1977 sebanyak sekitar Rp40 juta, Surabaya harus membayar Rp 60 juta. Dan setelah dihitung-hitung, pada 1984 nanti Pemda harus menyisihkan dari APBD-nya sebanyak Rp 120 juta untuk mencicil hutang Bank Dunia. Nah, setahun kemudian, di tahun 1985, tiba saatnya Pemda manapun harus membayar hutang yang dibuat tahun ini. Untuk Surabaya diperkirakan akan harus menyisihkan Rp 270 juta dari APBD-nya pada 1985 kelak. Tapi patut dicatat, "semakin tahun jumlah cicilan itu semakin besar, karena pinjaman tahun 1980 dan 1981 sudah harus pula dicicil pada 1986 dan 1987," kata seorang pejabat Pemda di Surabaya. "Dan tahun 1987 itu bila tak ada pinjaman baru lagi setelah 1981 Pemda harus mencicil sebanyak sekitar Rp 570 juta, mengingat hutang yang dibuat selama 6 tahun itu sudah harus lunas." Tidak sampai di situ, maka pada tahun 1987 sampai tahun 2002 Pemda setiap tahun tetap harus menyisihkan sekitar Rp 570 juta dari APBD-nya, dengan catatan kurs dollar yang sekarang tak berubah terhadap rupiah. Bayangan itulah yang rupanya menggoda Gubernur Ja-Tim Soenandar. "Saya setuju saja dengan bantuan Bank Dunia, tapi untuk proyek yang bisa menghasilkan hingga tak memberatkan cicilan," katanya pada Dahlan Iskan dari TEMPO pekan lalu. Misalnya? "Ya, untuk proyek air minum dan pengairan," katanya. Gubernur sendiri belum bisa memastikan bagaimana bentuk peninjauan kembali yang dia maksudkan itu. Tapi setelah menghadap gubernur pertengahan Mei ini, Walikota Surabaya Muhadji Widjaja menyatakan "peninjauan kembali untuk Surabaya akan dimulai setelah proyek KIP tahap ketiga selesai." Artinya, setelah 1981 nanti. Malang memang bisa disebut pelopor dari usaha KIP yang tanpa kredit bank atau lembaga internasional manapun. Sejak 1974 perbaikan kampung di sana dilakukan dengan biaya swadaya masyarakat yang ditunjang Pemda. "Yang penting adalah bagaimana menciptakan iklim untuk berlomba kepada setiap kelurahan sampai RT dalam memperbaiki lingkunganna," kata Walikota Malang Kol R. Soegijono bangga. Iklim Berlomba Tak semua orang beranggapan seperti Soenandar dan Soegijono. Di Bandung Walikota Husen Wangsaatmadja kepada TEMPO mengakui program KIP itu cukup mahal biayanya. "Tapi tanpa bantuan dari lembaga internasional, akan berat," katanya. Biaya untuk perbaikan kampung di Bandung yang merupakan proyek percobaan itu, seluruhnya menelan Rp 38 milyar, dengan perincian: Rp 1,6 milyar dari APBD 1979/1980 Kodya Bandung, Rp 4 milyar dari APBD tingkat I Jawa Barat dan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) sebanyak Rp 13,7 milyar. Sisanya yang Rp 6,6 milyar datang dari APBN pusat. Di Ujungpandang, dengan anggaran KIP sebanyak Rp 4,5 milyar, 65% daripadanya datang dari pinjaman Bank Dunia Sedang di Semarang, Walikota Kol. Haji Hadiyanto yang ditemui wartawan TEMPO Putu Setia di ruang kerjanya punya pendapat yang seirama dengan Walikota Ujungpandang Abustam: "Hutang itu terpaksa karena kampung yang diprogramkan harus segera menjadi baik." Hadiyanto menunjuk pada berbagai usaha sebelumnya, seperti melalui Inpres, Bantuan Desa dan APBD. "Tapi berapa sih yang bisa dikerjakan dengan dana yang terbatas itu," katanya. Para walikota itu boleh saja senang karena untuk tahun ini kembali menikmati hutang Bank Dunia atau ADB. Tapi, agar tak memberatkan beban para penerusnya kelak, apa salahnya mereka itu belajar dari Malang?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus